Kepala BNPT: Pendidikan agama dan pengetahuan yang seimbang ampuh cegah radikalisme

Kevin Handoko

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kepala BNPT: Pendidikan agama dan pengetahuan yang seimbang ampuh cegah radikalisme
Jika anak hanya diajarkan pengetahuan agama, maka teroris bisa merekrut mereka melalui sisi keimanan

JAKARTA, Indonesia – Menjadi orang tua di abad 21 memang bukan tugas yang mudah. Mereka tidak boleh malas ikut memperbarui pengetahuannya di bidang teknologi. 

Salah satu fasilitas yang dengan mudah dinikmati generasi milenial yakni akses ke dunia maya. Sementara, dalam pandangan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen Polisi Suhardi Alius teknologi justru membahayakan jika tidak ada pengawasan dari orang tua jika anak terus dibiarkan berinteraksi dengan internet. 

Sebab, dunia maya kerap digunakan oleh teroris untuk merekrut para pengikut. Biasanya, mereka menggunakan media sosial untuk menjerat anak muda. 

Sementara, data yang dikutip Suhardi menyebut anak-anak SMU dan sederajat di Indonesia setidaknya menghabiskan waktu minimal tiga jam di depan gawai. Artinya, mereka berpotensi untuk dijerat ajaran-ajaran radikal melalui dunia maya.

“Tampaknya, anak generasi muda kita sudah melupakan jati dirinya, gara-gara yang namanya gadget itu”, kata Suhardi yang ditemui usai mengisi diskusi bertajuk “Radikalisme di Timur Tengah dan Pengaruhnya di Indonesia” pada Sabtu, 22 Juli di Kebayoran Baru. 

Untuk ia menyarankan agar dilakukan tindak pencegahan agar anak muda tidak terpengaruh oleh paham radikalisme. Di sini lah orang tua memainkan peranan penting. Ia meminta agar para orang tua tidak hanya memberikan gawai kepada anak-anak mereka lalu ditinggal begitu saja. Mereka dituntut untuk mengawasi konten apa saja yang dibuka oleh anak-anaknya. 

“Di media sosial dan aplikasi ponsel banyak sekali grup-grup yang mengajarkan untuk menebar teror. Contoh lainnya yakni grup (di aplikasi pesan pendek) Telegram yang mengajarkan cara untuk membuat bom dan membuat khilafah, dan lain-lain,” tutur dia. 

Orang tua juga disarankan jeli melihat tumbuh kembang anaknya. Jika ditemukan ada perubahan perilaku, seperti anak lebih senang menyendiri, tidak suka bersosialisasi dan berperilaku ekseklusif, maka orang tua disarankan segera melakukan pendekatan diri terhadap anak-anak mereka. 

Ajarkan juga pengetahuan

Dalam kesempatan itu, Suhardi turut menyentil orang tua yang hanya fokus untuk memberi pengajaran agama terhadap anaknya. Justru pengetahuan umum dan kemampuan berpikir kritisnya malah tidak ikut dilatih. 

Suhardi menilai hal itu juga berbahaya. Sebab, dengan begitu si anak akan mudah termakan begitu saja dengan ajaran agama yang belum tentu benar. Para teroris biasanya akan merekrut anak-anak yang tidak kritis. 

“Mereka akan menyebar paham radikal dengan menyerang melalui sisi keimanan atau keagamaan. Oleh sebab itu, pengetahuan dan moral harus diberikan secara berimbang, katanya. 

Jika anak-anak kritis, maka mereka tidak mudah didoktrin dengan menggunakan ajaran agama. Salah satunya, ketika disiapkan menjadi pelaku bom bunuh diri. Alih-alih menerima begitu saja ajakan untuk bunuh diri, si anak akan bertanya balik kepada si perekrut. 

“Kalau memang dia pintar, maka begitu didoktrin oleh katakan Azhari atau Nurdin M. Top pada saat itu, maka yang didoktrin dapat bertanya balik, ‘mengapa tidak Bapak yang lebih dulu bunuh diri dengan bom dan menjemput bidadari’?” kata dia. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!