Temui Aung San Suu Kyi, Menlu Retno sampaikan amanah rakyat Indonesia

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Temui Aung San Suu Kyi, Menlu Retno sampaikan amanah rakyat Indonesia
Indonesia menyampaikan usulan "4+1" kepada Pemerintah Myanmar. Apa saja usulan itu?

JAKARTA, Indonesia (UPDATED) – Membawakan amanah rakyat Indonesia dan suara dunia internasional agar didengar oleh Pemerintah Myanmar menjadi misi utama kedatangan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk menemui State Counsellor dan Menlu Myanmar, Aung San Suu Kyi di ibukota Naypyidaw pada Senin pagi, 4 September. Usulan Indonesia bagi Myanmar untuk meredam ketegangan di Rakhine State dikemas dengan istilah “4+1”. Apa saja usulan tersebut? 

Elemen pertama mengembalikan stabilitas dan keamanan, kedua, menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan, ketiga, perlindungan kepada semua orang yang ada di Rakhine State tanpa memandang suku serta agama, dan keempat, akses untuk bantuan kemanusiaan agar segera dibuka.

“Empat elemen pertama merupakan elemen utama yang harus segera dilakukan agar krisis kemanusiaan dan keamanan tidak semakin memburuk di Rakhine State,” ujar Retno ketika berbicara kepada Suu Kyi.

Sementara, satu elemen lainnya yakni berharap agar rekomendasi laporan Komisi Penasihat untuk Rakhine State yang dipimpin oleh Kofi Annan segera diimplementasikan.

Dalam situs resminya, Kofi menyampaikan agar diciptakan dialog antar berbagai kelompok untuk membangun jembatan komunikasi beragam kelompok di Rakhine State. Partisipasi dan perwakilan warga dari Rakhine harus ditingkatkan untuk memastikan agar tindak kekerasan di area tersebut tidak kembali berulang.

Pendekatan non megaphone diplomacy yang diterapkan Kemenlu membuahkan hasil yang positif. Myanmar memberikan akses bagi bantuan kemanusiaan.

Mekanisme yang dipilih Pemerintah Myanmar yakni Indonesia dan beberapa negara anggota ASEAN bisa ikut terlibat dalam proses pendistribusi bantuan kemanusiaan bagi warga yang bermukim di Rakhine State. Tetapi, semua proses itu dipimpin oleh Pemerintah Myanmar dan melibatkan Palang Merah Internasional (ICRC).

“Dalam pemberian bantuan ini, Indonesia selalu menekankan bahwa bantuan harus sampai kepada semua orang yang membutuhkan, tanpa terkecuali. Tanpa memandang agama dan etnis,” ujar Menlu Retno melalui keterangan tertulis.

Indonesia berniat untuk kembali mendistribusikan bantuan kemanusiaan bagi warga di Rakhine State. Agar lebih terorganisir, beberapa LSM tergabung dalam Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM) pada 31 Agustus yang lalu. Aliansi itu terdiri dari 11 organisasi kemanusiaan.

Ada empat fokus bantuan yang jadi prioritas aliansi itu, yakni kesehatan, ekonomi, pendidikan dan relief. Komitmen bantuan yang diberikan oleh AKIM mencapai US$ 2 juta atau setara Rp 26 miliar.

“Saya mengharapkan agar Pemerintah Myanmar dapat melanjutkan pemberian akses kepada AKIM karena selama ini mereka telah bersama Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan beberapa program,” kata Retno.

Sebelumnya, Retno juga bertemu dengan Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar, Jenderal Senior U Min Aung Hlaing. Mantan Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda itu bertemu selama lebih dari 1 jam.

Kepada Min Aung, Retno menyampaikan bahwa Indonesia dan dunia yang sangat mengkhawatirkan perkembangan situasi di Rakhine State. Akibat tindak kekerasan di Rakhine State telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang memakan banyak korban meninggal, luka dan kehilangan tempat tinggal.

“Otoritas keamanan Myanmar perlu segera menghentikan segala bentuk tindak kekerasan yang terjadi di Rakhine State dan memberi perlindungan kepada seluruh masyarakat, termasuk masyarakat Muslim,” kata Retno.

Ia juga berharap agar situasi di Rakhine State bisa stabil, supaya bantuan kemanusiaan dan proses rehabilitasi yang rencananya dilakukan dapat terwujud. Selain mengirimkan bantuan kemanusiaan, Indonesia juga tengah membangun rumah sakit di Marauk U, Rakhine State.

Dalam proses distribusi bantuan kemanusiaan, Retno berharap bantuan tersebut bisa disampaikan lebih dulu ke warga Rakhine yang membutuhkan.

“Kami menunggu agar akses dibuka,” kata dia.

Retno juga meminta agar Myanmar menjaga hubungan baik secara bilateral dengan Bangladesh. Sebab, ketika puluhan ribu warga yang semula bermukim di Myanmar terdampak dari aksi kekerasan, mereka melarikan ke area perbatasan di Bangladesh.

Sulit terwujud

Ketika di dalam perspektif publik Indonesia berpikir bahwa etnis Rohingya adalah korban, tidak demikian di mata militer Myanmar. Dalam akun media sosialnya, Jenderal Min Aung menyebabkan bahwa tindak kekerasan yang terjadi di Rakhine disebabkan adanya serangan dari kelompok ekstrimis teroris Bengali bernama ARSA.

Serangan teror itu terjadi di Buthitaung dan Maungdaw sejak tanggal 25 Agustus. Adanya perbedaan persepsi di antara dua kelompok akan menjadi tantangan besar untuk mewujudkan keadilan di area Rakhine. 

Dinanti

Pertemuan dengan Suu Kyi menjadi salah satu hal yang dinanti oleh publik di dalam negeri. Lantaran, Suu Kyi diharapkan mampu membuat perubahan terhadap nasib etnis Roingya di negara bagian Rakhine. Sayangnya, peraih Nobel Perdamaian tahun 1991 itu belum mampu menunjukkan langkah nyata.

Dari luar Myanmar, Suu Kyi terkesan diam dan seolah membiarkan tindak kekerasan di Rakhine State terus berlangsung. Dalam sebuah analisa yang dimuat di harian Inggris, The Guardian tahun 2015 lalu, menyebut salah satu alasan Suu Kyi memilih tidak banyak berbicara mengenai isu Rohingya lantaran khawatir akan diplintir oleh lawan politiknya. Apalagi ada keyakinan yang kuat bahwa para petinggi yang dekat dengan para Bhiksu radikal sengaja meningkatkan ketegangan di antara komunitas di Myanmar. Tujuannya, untuk menghambat proses reformasi politik dan demokrasi di negara tersebut.

Menurut seorang sumber di Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), Suu Kyi sudah menyadari pada tahun 2015 lalu, akan ada konsekuensi secara politik yang akan dihadapi Suu Kyi jika terlihat menaruh simpati terhadap umat Muslim.

“Ketika itu, Aung San Suu Kyi dan penasihatnya melihat hitung-hitungan secara matematis berbicara mengenai Rohingya tidak menjadi kepentingan mereka,” ujar Direktur Pusat Penelitian Myanmar di Universitas Nasional Australia, Nicholas Farrelly. 

Pasalnya, di negara yang mayoritas penduduknya umat Buddha, hanya sedikit yang menaruh simpati apa yang terjadi terhadap etnis Rohingya.

Namun, justru Suu Kyi membentuk sebuah komisi penasihat terkait situasi di Rakhine State. Suu Kyi memilih mantan Sekjen PBB Kofi Annan sebagai ketuanya.

Setelah bergulat untuk mendapat akses, Kofi akhirnya berhasil merampungkan laporan awal yang terbit pada Maret 2017. Di dalam laporan tersebut, juga terdapat beberapa rekomendasi bagi Pemerintah Myanmar, antara lain pemberian akses tanpa batas untuk bantuan kemanusiaan dan jurnalis di area yang terdampak kerusuhan di Rakhine. Selain itu, Pemerintah Myanmar juga didorong untuk melakukan investigasi mandiri atas tuduhan adanya tindak kejahatan yang terjadi sejak 9 Oktober 2016. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!