Aung San Suu Kyi ajak dunia internasional ikut cari solusi atasi isu di Myanmar

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Aung San Suu Kyi ajak dunia internasional ikut cari solusi atasi isu di Myanmar

AFP

Suu Kyi berjanji akan menerima kembali warga Rohingya yang kabur ke Bangladesh asal memenuhi syarat sebagai pengungsi

JAKARTA, Indonesia – Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi untuk kali pertama menyampaikan pidato terkait situasi di negara bagian Rakhine. Pidato yang berdurasi 30 menit itu disampaikan di hadapan media internasional dan komunitas diplomatik untuk menegaskan bahwa Pemerintah Myanmar tengah berupaya untuk mencari solusi damai atas konflik yang terjadi di Rakhine.

Suu Kyi menyampaikan pidato setelah mendapat tekanan bertubi-tubi dari dunia internasional, termasuk PBB. Bahkan, Menteri Luar Negeri se-ASEAN dijadwalkan akan bertemu di New York untuk membahas krisis yang menimpa warga etnis Rohingya.

Akibat krisis yang menimpa mereka, sebanyak 410 ribu warga Rohingya memilih untuk mengungsi sejak 25 Agustus lalu ke perbatasan antara Myanmar dengan Bangladesh. Namun, sayangnya, Suu Kyi tidak mengecam militer yang diduga telah menjadikan warga Rohingya sebagai objek tindak kekerasan. Ia pun tetap menyebut warga Rohingya dengan sebutan ‘Bengali’ yang artinya imigran yang datang dari Bangladesh.

Pidato Suu Kyi lebih banyak menekankan apa yang sudah dan akan dilakukan pemerintahnya untuk mencari solusi damai. Salah satu cara yang ditawarkan yakni dengan menggandeng dunia internasional.

“Kami ingin mengundang Anda semua dalam proses perdamaian ini dan bergabung untuk mencari solusi jangka panjang bagi konflik yang sudah mengemuka selama bertahun-tahun di negara kami,” kata Suu Kyi.

Proses perdamaian yang sudah dimulai sejak Agustus tahun 2016, kata perempuan berusia 72 tahun itu, masih tetap berjalan, kendati mereka menghadapi beragam kesulitan.

“Tetapi, saya tidak terkejut karena begitu lah proses perdamaian yang terjadi di berbagai belahan di dunia. Kadang berjalan lancar, tetapi tidak jarang juga menemui hambatan,” kata dia.

Suu Kyi terkesan menyayangkan karena kasus yang terjadi di Rakhine State justru menutupi hal lain yang tengah berlangsung di Myanmar. Padahal, isu yang menimpa Myanmar tidak hanya terjadi di Rakhine State saja, tetapi juga di area lain.

Suu Kyi kembali menyatakan akan membuka pintunya bagi komunitas internasional untuk bersama mencari solusi. Penerima Nobel Perdamaian tahun 1991 itu mengaku terbuka terhadap berbagai ide dan masukan.

“Bahkan, kami bersedia mengajak kalian untuk mengunjungi area yang bermasalah dengan jaminan keamanan. Di sana, Anda dapat melihat sendiri bagaimana permasalahannya lalu dapat memberikan masukan bagi kami solusi dari isu tersebut,” kata dia.

Bahkan, Pemerintah Myanmar juga bersedia menunjukkan area yang tidak terdampak konflik. Komunitas internasional bisa membandingkan mengapa tidak semua warga melarikan diri. Mengapa di sana bisa hidup tenang.

“Kita juga dapat mendengar penjelasan mengenai situasi dan harmoni di sana,” tuturnya.

Hal lain yang juga menjadi sorotan dari pidato Suu Kyi yakni mengenai rencana Pemerintah Rohingya yang bersedia menerima kembali warga Rohingya. Namun, Suu Kyi tidak menyebut mereka dengan nama etnisnya melainkan menggunakan kata ‘pengungsi’.

Ia mengatakan jika mereka terverifikasi sebagai pengungsi, maka mereka dapat diterima kembali tanpa ada permasalahan, memperoleh jaminanan keamanan dan akses ke bantuan kemanusiaan. Namun, tidak dijelaskan di dalam pidato Suu Kyi bagaimana Pemerintah Myanmar akan menentukan mana warga yang memenuhi kualifikasi sebagai pengungsi.

Tidak ada lagi tindak kekerasan?

Di dalam pidatonya, Suu Kyi bersikukuh mengatakan tidak ada lagi operasi militer di Rakhine State dimulai 5 September lalu. Namun, laporan media justru menyatakan sebaliknya.

Mereka mengaku masih melihat desa dibakar keesokan harinya. Hal itu diperkuat dengan adanya kesaksian dari para pengungsi yang tiba di Bangladesh. Mereka menyatakan operasi militer masih terus berjalan.

Bahkan, data terbaru yang dipublikasikan organisasi Human Rights Watch pada hari ini menunjukkan ada 214 desa yang dihuni warga Rohingya sudah menjadi abu.

“Jika tidak ada yang terjadi sejak 5 September, sementara semua warga Rohingya sudah mengungsi, lalu siapa yang membakar desa-desa itu?” tanya Phil Robertson dari HRW kepada media.

Sementara, organisasi Amnesty International yang dulu tanpa lelah mengadvokasi Suu Kyi agar dibebaskan dari tahanan rumah justru kecewa mendengar pidatonya. Ia mengatakan perempuan yang dijuluki ‘The Lady’ dan pemerintahannya justru menutup mata terhadap kengerian yang terjadi di Rakhine.

Suu Kyi mengatakan masih ada 50 persen desa-desa Muslim di Myanmar yang utuh. Warganya pun memilih untuk tidak mengungsi. – dengan laporan AFP/Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!