Alasan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kabulkan gugatan praperadilan Setya Novanto

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Alasan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kabulkan gugatan praperadilan Setya Novanto

ANTARA FOTO

Sementara, lembaga ICW sejak awal sudah menilai ada enam hal yang ganjil dari sidang praperadilan Setya Novanto

JAKARTA, Indonesia – Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Cepi Iskandar mengabulkan gugatan praperadilan Ketua DPR Setya Novanto dalam sidang putusan yang digelar pada Jumat, 29 September. Menurut Cepi, cara yang ditempuh oleh KPK untuk menetapkan Setya sebagai tersangka tidak sesuai prosedur.

“Hakim berkesimpulan bahwa penetapan tersangka yang dilakukan oleh termohon untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka tidak didasarkan pada prosedur dan tata cara perundang-undangan nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KUHAP, dan SOP KPK,” ujar Cepi saat membacakan putusan praperadilan Setya sore tadi.

Dengan demikian, penetapan Setya sebagai tersangka dianggap tidak sah. Cepi kemudian meminta agar KPK menghentikan penyelidikan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan no.Sprin.Dik-56/07/2017 tanggal 17 Juli 2017.

“Menolak eksepsi termohon untuk seluruhnya. Dalam pokok perkara mengadili permohonan praperadilan pemohon untuk sebagian. Menyatakan penetapan tersangka terhadap Setya Novanto berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No.Sprin.Dik-56/01/07/2017 tanggal 17 Juli 2017 dinyatakan tidak sah,” kata Cepi lagi.

Sidang praperadilan janggal

Sementara, anggota divisi hukum dan monitoring peradilan ICW Laola Ester seolah sudah menduga jika KPK akan kalah melawan Setya dalam sidang putusan hari ini. Sebab, sejak awal sidang gugatan praperadilan Setya sudah berlangsung secara janggal.

ICW menangkap ada enam keganjilan dari sidang itu, yakni pertama hakim menolak untuk memutar rekaman bukti keterlibatan Setya Novanto dalam kasus korupsi KTP Elektronik. Kedua, hakim malah menunda mendengar keterangan ahli dari KPK.

Ketiga, hakim menolak eksepsi KPK. Keempat, hakim mengabaikan permohonan intervensi dengan alasan gugatan itu belum didaftarkan di dalam sistem informasi pencatatan perkara,” kata Laola melalui keterangan tertulis kepada Rappler pada Kamis malam, 28 September.

Keanehan kelima yaitu hakim bertanya kepada ahli KPK mengenai sifat adhoc lembaga KPK yang tidak ada kaitannya dengan pokok perkara praperadilan. Keenam, laporan kinerja yang berasal dari pansus hak angket malah dijadikan bukti di praperadilan.

Terkait dengan dokumen kinerja KPK, Laola menilai dokumen tersebut diperoleh tanpa melalui mekanisme yang sah, karena diduga diperoleh dari Pansus Angket KPK dan bukan lembaga resmi yang seharusnya mengeluarkan yakni BPK. – dengan laporan ANTARA/Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!