Masih ada warga yang enggan dipindahkan, pembangunan stasiun MRT di Fatmawati terancam molor

Bernadinus Adi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Masih ada warga yang enggan dipindahkan, pembangunan stasiun MRT di Fatmawati terancam molor
Warga menuntut harga ganti rugi yang kelewat mahal mencapai Rp 120 juta per meter

JAKARTA, Indonesia – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meninjau proyek pembangunan stasiun Mass Rapid Transit (MRT) di area Fatmawati bersama Sandiaga Uno pada Jumat siang, 20 Oktober. Anies meninjau lokasi itu, karena stasiun tersebut seharusnya rampung pada tahun ini.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu mengatakan jika proyek tersebut terancam molor karena masih ada empat pemilik rumah yang enggan dipindahkan. Alasannya, nilai ganti yang ditawarkan Pemprov DKI tidak sesuai harapan mereka.

Berdasarkan hasil konsinyasi, kata Anies, Pemprov DKI sanggup membayar ganti rugi Rp 30 juta per meter persegi.

“Sementara yang dia minta Rp 120 juta per meter. Putusan pengadilan yang hasil dari appraisal yang Rp 30 juta,” kata Anies kepada media.

Ia pun bersikukuh untuk tetap membayarkan nilai konsinyasi sesuai dengan appraisal. Sebab, hal itu menjadi dasar hukum pembebasan lahan tersebut.

Empat rumah itu memang tidak menghalangi jalur MRT. Tetapi, akan menghambat proses pembangunan stasiunnya. Padahal, MRT menjadi salah satu moda yang dapat mengangkut 127 ribu jiwa setiap harinya.

Oleh sebab itu, Anies memberi instruksi kepada Walikota Jakarta Selatan Tri Kurniadi agar segera mengurus pembebasan lahan demi kepentingan nasional. Ia memastikan pemilik empat rumah itu akan diberi surat peringatan dari Walikota pada minggu depan. Tetapi, surat peringatan itu dikeluarkan jika mereka masih membandel untuk tinggal di sekitar lahan proyek.

“Karena keterlambatan ini bisa menjadi masalah, karena itu kami minta walikota agar segera (menuntaskan isu pembebasan lahan),” kata dia.

Ia menjelaskan semakin lama pembebasan lahan diurus maka akan semakin mahal biayanya.

“Lajurnya, tidak (bermasalah) tetapi biayanya akan jauh lebih besar ketika tidak diselesaikan secara bersamaa,” katanya.

Lika liku pembebasan lahan

Proses pembebasan lahan diakui Anies memang tidak mudah untuk dilakukan. Semua sudah dilakukan sejak tahun 2012 lalu. Sementara, pemerintah pusat menargetkan agar MRT dapat digunakan pada Maret 2019.

Maka, pembebasan lahan pun dilalui dengan beragam peristiwa mulai dari negosiasi, adu argumen hingga berakhir ke meja hijau. Pemprov DKI akhirnya memakai jalur konsinyasi untuk membebaskan lahan tersebut.

Dalam proses persidangan yang berlangsung sejak Maret 2016, akhirnya diterima sebagian besar warga di Fatmawati. Kini, tersisa pemilik empat rumah tersebut.

Pada tahun 2015, juru taksir menilai ganti rugi yang pas yakni Rp 25 juta rupiah per meter. Pada waktu itu, enam Warga Cipete dan Fatmawati mengajukam gugatan perdata kepada Pengadilan Tinggi Jakarta Selatan. Gugatan tersebut didasarkan pada nilai kerugian yang mengabaikan UU nomor 2 Tahun 2012, di mana dicantumkan kerugian fisik.

Alhasil, keputusan pengadilan pada tanggal 14 Juni lalu menaikan ganti rugi dari Rp 33 juta per meter menjadi Rp 60 juta per meter. Pemprov DKI tidak menerima keputusan itu dan mengajukan keberatan.

Kasasi tersebut naik hingga tingkat Mahkamah Agung (MA). Tuntutan warga rupanya berbanding jauh dengan kesanggupan Pemprov DKI untuk membayar nilai konsinyasi.

Anies dan Sandi sempat bertemu salah satu pemilik lahan yang masih tetap bertahan bernama Mahesh Lalmalani. Mahesh akhirnya setuju menyerahkan lahannya dijual ke Pemprov DKI usai ditemui.  

Sementara, proses eksekusi lahan akan dilakukan pekan depan. Namun, warga akan tetap bertahan hingga menerima ganti rugi sesuai appraisal keinginan mereka. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!