Gejolak ojek online di 10 kota besar

Ananda Nabila Setyani

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Gejolak ojek online di 10 kota besar
Selama kurang lebih lima tahun terakhir, kehadiran transportasi berbasis online masih menuai kontroversi

 

JAKARTA, Indonesia – Selama kurang lebih lima tahun terakhir, kehadiran transportasi berbasis online masih menuai kontroversi. Hal ini terkait keberadaan mereka yang ditolak oleh moda transportasi angkutan lain dan ketidakjelasan regulasi dan perizinan dari Pemerintah Daerah.

Namun per 1 November 2017 ini, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memberlakukan peraturan baru mengenai taksi online. Aturan ini diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek (PM 108).

Dengan diterbitkannya PM 108, Kemenhub menghimbau kepada semua pihak untuk tidak berkonflik terkait keberadaan angkutan online ini. Di dalam PM 108, diatur pula tentang angkutan antar-jemput, angkutan pemukiman, angkutan karyawan dan angkutan carter (sewa). 

Tak hanya itu, PM 108 ini akan mengatur soal Tarif Atas dan Bawah, Stiker, Wilayah Operasi dan Sertifikasi registrasi Uji Tipe (SRUT).

Sebelum diberlakukan PM 108, 10 kota besar di Indonesia sebelumnya sudah mengalami pergolakan dan konflik terkait kehadiran ojek online. Berikut dinamika kehadiran ojek online di 10 kota besar di Indonesia.

1.DKI Jakarta

Sebagai kota pertama yang menjadi luncuran ojek online pertama kali, DKI Jakarta sempat mengalami beberapa gejolak dari masyarakat terkait aturan ojek online. Di awal 2015 misalnya, seiring dengan kepopuleran ojek online pada tahun itu, beragam protes dari ojek konvensional mulai bermunculan.

Daerah Kalibata City di Jakarta Selatan pada 6 Juli 2015 sempat terjadi protes keras dari ojek pangkalan yang menolak kehadiran ojek online. 

Mereka secara terang-terangan menampilkan spanduk yang melarang ojek online untuk mengambil penumpang di sana, jika mengantarkan masih diperbolehkan. 

Bahkan banyak peristiwa yang tidak mengenakkan, terkait pengusiran dengan kekerasan yang dilakukan oleh ojek konvensional di daerah tersebut.

Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta pada Desember 2015 bahkan sempat memberi komentar bahwa mereka tidak mampu melakukan penertiban keberadaan ojek online. Mereka hanya bisa melakukan penertiban jika ojek online tersebut melanggar peraturan lalu lintas. 

Hingga pada Oktober 2017, Dishub DKI Jakarta masih mengusulkan untuk menjadikan ojek online turut diatur regulasinya oleh pemerintah pusat.

Hingga kini, masyarakat DKI Jakarta sudah relatif mampu menerima keberadaaan ojek online. Walaupun regulasinya masih belum diatur, namun pada awal tahun 2017 penolakan di beberapa daerah sudah mereda. Terlebih ojek online sangat dibutuhkan masyarakat Jakarta sebagai solusi alternatif ketika macet.  

2.Surabaya

Surabaya masih mengalami pergolakan terkait kehadiran transportasi online, baik taksi maupun ojek online. Sebelumnya pada 27 Maret 2016, Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharani, bahkan menolak memberikan izin kepada perusahaan transportasi online. Pasalnya terdapat kompetisi yang tidak adil, terkait dengan subsidi tarif biaya perjalanan.

Pergolakan terjadi pada 3 Oktober 2017, di mana ribuan supir angkutan kota (Angkot) melakukan demo di depan Kantor Gubernur Jawa Timur. Mereka menuntut adanya kebijakan terkait kehadiran transportasi online yang menurunkan pendapatan mereka sebagai transportasi konvensional. Tak hanya itu, para supir angkot juga melakukan sweeping terhadap transportasi online yang tengah beroperasi mengantar penumpang.

Aksi demo tersebut tak lama kemudian dibalas oleh pengemudi ojek online pada 6 Oktober 2017 di Terminal Purabaya. Ratusan ojek online yang mengenakan atributnya memprotes para ojek konvensional, yang selama ini melakukan intimidasi terhadap ojek online. Kericuhan tersebut kemudian dilerai dan dimediasi oleh pihak kepolisian.

Selepas demo yang terjadi, transportasi online di Surabaya masih beroperasi seperti biasa, walaupun Pemkot Surabaya belum memberikan sikapnya terkait keberadaan ojek online ini.

3.Bandung

Sejak kemunculan ojek online pertama kali hingga tahun 2017, Bandung masih menjadi kota yang tergolong sulit untuk menerima keberadaan ojek online. Di Bandung, terdapat wilayah yang disebut sebagai zona merah, yakni wilayah yang tidak boleh digunakan ojek online untuk menjemput penumpang.

Sistem zonasi atau zona merah ini berada di Bandung Timur, Bandung Barat, Terminal, Stasiun dan Bandara. Jika menjemput di daerah-daerah tersebut, tak sedikit pengemudi ojek online yang melepas atributnya agar bisa berkamuflase dengan pengendara motor biasa.

Penolakan ojek online ini berujung pada hasil audiensi Pemprov Jawa Barat dengan Wadah Aliansi Aspirasi Transportas (WAAT) pada 6 Oktober 2017 yang kontroversial. Lantaran surat tersebut melarang beroperasinya angkutan sewa khusus atau taksi online, sebelum diterbitkannya peraturan baru yang mengatur tentang transportasi online.

Aturan ini membuat ojek online mati suri selama 5 hari di Bandung. Pengemudi ojek online kemudian melakukan aksi damai yang bertajuk Geram Online Bandung Raya, pada 16 Oktober 2017 di Gedung Sate, Bandung. Aksi ini memprotes adanya kekerasan dan diskriminasi terhadap ojek online.

Berbeda pendapat dengan Pemprov Jabar, Kemenhub menganggap bahwa Pemprov Jabar salah pengertian terhadap putusan MA, yakni Permenhub Nomor 26/2017. 

Di posisi yang bersebrangan, Kemenhub malah mengklarifikasi bahwa transportasi online tetap diperbolehkan beroperasi dengan landasan hukum Permenhub Nomor 26/2017.

Hingga kini, transportasi ojek maupun taksi online sudah beroperasi seperti biasa, walaupun masih menghindari zona yang dilarang sebelumnya oleh pangkalan ojek konvensional.

4.Medan

Pada 22 Februari 2017, menjadi puncak benturan antara pengemudi becak motor (betor) dengan ojek online di Jalan Stasiun Kereta Api Medan. Hal tersebut dipicu oleh sweeping yang dilakukan pengemudi betor kepada ojek online dengan memecahkan helm si pengemudi.

Tak terima dengan perlakuan tersebut, pengemudi ojek online memanggil rekan-rekannya untuk melawan aksi tersebut. Bentrokan tersebut dilerai oleh Polrestabes Medan dan pelaku perusak helm juga diamankan.

Penurunan pendapatan penumpang juga diakui oleh pengemudi betor, mereka merasa kalah bersaing dengan transportasi online. Menurut mereka, transportasi online juga dianggap masih ilegal, sehingga tidak etis jika mereka beroperasi secara bebas di Medan.

Berselang 4 hari setelah bentrokan terjadi, pada 26 Februari 2017 kedua pihak berdamai, baik dari pengemudi betor dan pengemudi ojek online. Mereka menggelar aksi damai di Lapangan Merdeka, Medan untuk saling mengapresiasi cara mereka mencari nafkah, selain itu mereka turut mendesak para pemangku kepentingan untuk bisa mengatur kebijakan transportasi di Medan.

Hingga kini, kondisi peredaran dan operasional ojek online di Medan masih dinilai kondusif bagi para pengguna.

5.Semarang

Semarang menjadi kota yang cukup terbuka ketika kehadiran ojek online pertama kali muncul di tahun 2015. Walaupun sempat terjadi konflik antara pangkalan ojek konvensional, ojek online di Semarang relatif disambut baik oleh masyarakat. Namun memang masih terdapat beberapa wilayah seperti bandara dan stasiun kereta api yang menjadi wilayah yang rawan konflik atau disebut sebagai zona merah.

Seperti bentrokan yang kerap terjadi di Stasiun Kereta Api Poncol, Semarang, pengemudi ojek online sempat bentrok dan dikeroyok oleh pengemudi ojek konvensional. Bentrokan yang terjadi antara keduanya terjadi pada Maret dan September 2017, namun pada akhirnya dilakukan mediasi oleh Polrestabes Semarang.

Pangkalan ojek konvensional di Stasiun Kereta Api Poncol merasa kalah saing dengan ojek online, bahkan mereka meminta tarif ojek online disamakan dengan ojek konvensional. Walaupun begitu, ojek online masih bebas beroperasi di seluruh ruas jalan Semarang.

6.Yogyakarta

Sejak kehadirannya pada November 2015, ojek online di Yogyakarta juga menuai banyak penolakan. Hal ini terlihat dari zona merah yang ditetapkan oleh pemerintah dan Paguyuban Pengemudi Online Jogjakarta pada 20 Juni 2017.

Zona merah tersebut melarang ojek online mengambil penumpang di beberapa tempat seperti Stasiun Kereta Api Yogyakarta, Stasiun Lempuyangan, Bandara Adisutjipto, Terminal Giwangan, Fly over Janti, Terminal Jombor, Gamping dan RSUP dr Sardjito.

Bahkan pada 10 Maret 2017, Pemerintah Daerah Yogyakarta sempat akan melarang transportasi online apapun untuk beroperasi. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X telah menyusun Pergub untuk melarang transportasi online dan sebagai solusinya, pemerintah akan menambah jumlah angkutan TransJogja.

Hingga 20 Oktober 2017 lalu, Pergub ini masih disesuaikan dengan PM 26 yang diatur oleh Kemenhub, yakni terkait dengan Badan Usaha, Tarif Atas dan Bawah, Uji KIR dan Stiker. Namun peredaran ojek online di Yogyakarta masih beroperasi seperti biasa.

7.Denpasar

Denpasar, Bali sebagai kota turis masih relatif menerima kehadiran transportasi online. Lanskap jalan yang sempit dan efektif menerjang kemacetan Denpasar, juga menjadi peluang para ojek online untuk lebih digunakan masyarakat dibandingkan jenis transportasi lain.

Peredaran ojek online berjalan mulus hingga pada 28 September 2016,  aliansi supir pangkalan transportasi lokal memprotes keberadaan transportasi online. 2500 orang mendatangi kantor Pemprov dan DPRD Bali menuntut pemerintah untuk memberikan kejelasan terkait perizinan transportasi online yang mengganggu pemasukan dari para pengemudi ojek dan taksi konvensional.

Walaupun Pemprov Bali sempat mengeluarkan keputusan gubernur pada 28 Februari 2016 untuk menyetop semua kendaraan berbasis online, hal ini belum jelas status penerapannya. Lantaran hingga kini ojek online masih tetap beroperasi untuk melayani penumpang di Denpasar, Bali.

8.Banjarmasin

Berbeda dengan kota-kota lainnya di pulau Jawa dan Bali, Banjarmasin belum mendapatkan protes atau konflik pergesekan dengan ojek konvensional. Kehadiran ojek online di Banjarmasin juga masih tergolong baru, lantaran perusahaan ojek online seperti Go-Jek baru masuk pada bulan April 2017. Namun sebelum Go-Jek memasuki Banjarmasin, terdapat beberapa pelaku usaha ojek online lokal yang sudah beroperasi di sana.

Terkait dengan kehadiran Go-Jek di Banjarmasin, Pemprov Kalimantan Selatan juga belum mengeluarkan izin terkait usaha ojek online. Hingga saat ini, ojek online di Banjarmasin belum memiliki dinamika yang cukup bergejolak layaknya kota-kota besar lainnya.

9.Bogor

Pada 20 Maret 2017, konflik sempat memanas antara pengemudi ojek online dengan supir angkot. Pengemudi angkot berdemo untuk menolak kehadiran ojek online. Alasan klasik seperti terjadi penurunan pemasukan dan persaingan yang dirasa tidak adil, menjadi alasan supir angkot melakukan sweeping kepada ojek online.

Tak berhenti hingga hari itu, aksi ini juga meluas ke beberapa wilayah di Bogor seperti di Terminal Laladon dan berlangsung selama dua hari. Hingga pada 24 Maret 2017, kedua pihak dimediasi oleh Pemkot Bogor yang juga dihadiri oleh pihak kepolisian. Dari hasil mediasi tercipta 11 kesepakatan antara supir angkot dengan ojek online, yakni secara garis besar saling menghormati cara masing-masing dalam mencari nafkah.  

Hingga kini, peredaran ojek online di Bogor masih beroperasi seperti biasa dan tidak mengalami kendala. Informasi terakhir pada 19 Oktober 2017, menjelaskan bahwa Pemkot Bogor tidak melarang transportasi online beroperasi di Bogor.

10.  Malang

Sempat ber-konflik terkait keberadaan transportasi berbasis online, Wali Kota Malang, Mochamad Anton pada 14 Maret 2017 mengizinkan ojek online untuk tetap bisa beroperasi. Pemkot Malang mengaku belum bisa melarang ojek online, karena belum ada landasan hukum terkait angkutan umum roda dua.

Namun ojek online tetap dihimbau untuk mematuhi kesepakatan zonasi yang disetujui oleh Pemkot Malang, Organda dan Paguyuban Transportasi Online Malang (TOM) pada 27 Februari 2017. Zonasi ini dilakukan agar tidak berbenturan dengan angkutan konvensional.

Perlu diketahui bahwa zonasi tersebut melarang transportasi online beroperasi di 8 titik seperti mall, hotel, tempat hiburan, stasiun, terminal, rumah sakit, pasar dan jalan yang dilalui angkutan kota. Hingga saat ini, ojek online masih beroperasi di kota Malang namun tidak bisa melakukan penjemputan di 8 titik tersebut. —Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!