Buni Yani daftarkan banding ke PN Bandung

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Buni Yani daftarkan banding ke PN Bandung
Buni Yani dan kuasa hukumnya menyatakan banding atas vonis 1,5 tahun penjara

BANDUNG, Indonesia — Buni Yani didampingi kuasa hukumnya mendaftarkan akta permohonan banding ke Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata Kota Bandung, Senin 20 November 2017.  

Langkah terdakwa kasus pelanggaran UU ITE ini sesuai dengan pernyataannya usai diputus bersalah oleh majelis hakim PN Bandung.  Saat itu, Buni Yani dan kuasa hukumnya menyatakan banding atas vonis 1,5 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim pada Selasa 14 November 2017 lalu.

Buni Yani menjelaskan, pihaknya mengajukan banding dengan alasan kecewa atas putusan majelis hakim.  Menurutnya, dalam menjatuhkan vonis, hakim tidak mendengarkan keterangan 6 saksi ahli yang menegaskan dirinya tidak melakukan perbuatan sepertinya yang dituduhkan pelapor.

“Dan ahli kita yang enam itu tidak didengarkan.  Jadi ini kan gila putusannnya, sangat  luar biasa tidak masuk akalnya,” ujar Buni Yani saat ditemui di PN Bandung, Senin.Buni menuding para penegak hukum telah mengkriminalisasi dirinya.

“Makanya kami anggap ini kriminalisasi, yang sangat tidak profesional yang dilakukan tiga rangkaian penegak hukum ini, polisi, jaksa, dan hakim.   Tiga-tiganya penegak hukum sudah melakukan kriminalisasi,” ujarnya.

Kuasa hukum Buni Yani, Syawaludin menjelaskan lebih rinci alasan pengajuan banding. Ia mengungkapkan, banding dilakukan dengan dasar adanya perbedaan pendapat antara kuasa hukum terdakwa dengan hakim.  Perbedaan pendapat itu mencakup dua hal, yakni tentang penggunaan Pasal 32 ayat 1 UU ITE dan definisi melawan hukum.

Mengenai Pasal 32 ayat 1 UU ITE yang jadi dasar menjatuhkan vonis terhadap Buni Yani, Syawaludin mengatakan, fakta-fakta di persidangan tidak ada yang mengaitkan kliennya melakukan perbuatan seperti yang tercantum dalam pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum, yakni mengubah, menambah, dan mengurangi video pidato Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu, 27 September 2016 lalu.

“Tidak ada saksinya, tidak ada bukti suratnya atau dokumen,, dan juga tidak ada ahli yang mengaitkan Buni Yani dengan Pasal 32 ayat 1,” kata Syawaludin.

Sementara mengenai definisi melawan hukum, Syawaludin mengatakan, majelis hakim secara tiba-tiba memakai konsep harus ada izin dari Pemprov DKI Jakarta untuk menggunakan video Ahok.  Padahal, video berdurasi 1 jam 48 menit itu telah dibagikan di media berbagi video, Youtube. 

“Padahal kan itu videonya dipublish di Youtube.  Artinya, terbuka untuk umum.  Siapa saja boleh melihat, boleh men-download,” ujar Syawaludin.

Kliennya, lanjut Syawaludin, hanya mengunggah video pidato Ahok yang diambil dari Media NKRI dan memasukkan caption atau keterangan di akun Facebook pribadinya.

“Tidak ada yang melihat Pak Buni Yani melakukan pemotongan ataupun memberikan tambahan informasi yang mengaburkan fakta sebenarnya, gak ada.  Hanya sekadar meng-upload, itupun dari Media NKRI, terus memasukkan caption di Facebooknya Pak Buni.  Sekali lagi bukan milik publik, tapi Facebooknya Pak Buni, yang tidak termasuk definisi milik publik atau orang lain,”  papar Syawaludin.

Atas sejumlah kejanggalan itu, Buni Yani dan kuasa hukumnya melaporkan hakim ke Komisi Yudisial.    Pihak Buni Yani menilai, dalam memutus perkara,  hakim tidak sesuai dengan etika profesionalnya. 

“Menurut kami, hakim dalam memutusnya tidak melakukan sesuai dengan etika profesional yang berlaku.  Sekali lagi disampaikan kepada publik, Pak Buni ini dilaporkan dengan Pasal 27 ayat 3 dan 28 ayat 2 oleh Andi Windo beserta teman-temannya.  Anehnya, jaksa menuntut dengan Pasal 32 ayat 1 dan akhirnya memvonis dengan Pasal 32 ayat 1.  Artinya, pasal ini tidak pernah penyidik tanyakan terhadap Pak Buni dan para saksi,” ujar Syawaludin. 

Sementara itu, Panitera Muda Pidana PN Bandung, Iyus Yusuf membenarkan Buni Yani dan kuasa hukumnya mendaftarkan akta permohonan banding ke Pengadilan Negeri Bandung.  Permohonan banding itu telah diterima dan didaftarkan dengan nomor 27/Akta.Pid/2017/PN.BDG.

Selain Buni Yani, Iyus mengungkapkan, Jaksa Penuntut Umum juga telah mendaftarkan permohonan banding.“Hari ini, baik pihak Buni Yani maupun Penuntut Umum menyatakan banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Bandung,” ujar Iyus.

Lebih lanjut Iyus menjelaskan, langkah selanjutnya dari pihak PN Bandung adalah melakukan pemberkasan dalam tempo 14 hari.  Berkas kemudian akan dikirim ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat.

“Namun, menurut undang-undang, 7 hari sebelum berkas dikirim ke pengadilan tinggi, para pihak. baik itu penuntut umum maupun kuasa hukum terdakwa diberi kesempatan mempelajari berkas perkara itu.  Jadi kita tunggu kelengkapan berkas, selanjutnya dikirim ke pengadilan tinggi,” kata Iyus yang masih menunggu memori banding dari kedua belah pihak.

Mengenai langkah Buni Yani melaporkan hakim ke Komisi Yudisial, Iyus mengaku belum mendengar hal itu.

 “Saya tidak berkompeten untuk menyikapi hal tersebut,” ungkap Iyus.  —Rappler.com 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!