Yang lahir dari tatap muka Kim dan Trump

Christian Simbolon

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Yang lahir dari tatap muka Kim dan Trump

AFP

Kelanjutan proses perdamaian Semenanjung Korea ada di tangan Kim dan Trump

JAKARTA, Indonesia—Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan pemimpin tertinggi Korea Utara (Korut) Kim Jong-un bakal menggelar pertemuan empat mata di Singapura, Selasa 12 Juni 2018. Dalam pertemuan itu, keduanya diberitakan membahas denuklirisasi Semenanjung Korea dan upaya rekonsiliasi antara Korea Selatan dan Korut. 

Pertemuan itu merupakan lanjutan dari pertemuan antara Presiden Korsel Moon Jae-in dan Kim Jong-un di Rumah Perdamaian (Peace House) yang terletak di kawasan zona demilitarisasi Panmunjeom, pada 27 April 2018. Pertemuan Kim dan Moon ketika itu menghasilkan Deklarasi Panmunjeom. 

Isi deklarasi itu kurang lebih menyepakati perlunya langkah-langkah konkret kedua negara untuk menciptakan perdamaian di Semenanjung Korea. Usai pertemuan Panmunjeom, delegasi Korsel, Korut dan AS kemudian ‘bergerak’ untuk menyiapkan pertemuan antara Trump dan Kim. 

Kenapa Singapura?

Singapura dipilih sebagai lokasi pertemuan Trump dan Kim karena negara itu dianggap netral dan tak bisa disetir oleh negara manapun. Selain itu, negara kota di kawasan Asia Tenggara ini juga dinilai sebagai negara yang aman. Menurut situs analisis risiko SafeAround, Singapura merupakan negara teraman keenam di seluruh dunia. 

Hal lain yang membuat Singapura dipilih sebagai venue pertemuan ialah pengalamannya dalam menggelar konferensi tingkat tinggi bernuansa sensitif. Pada November 2015 misalnya, Singapura menjadi tuan rumah pertemuan antara Presiden Republik Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Taiwan (ketika itu) Ma Ying-jeou. Itu kali pertama pemimpin tertinggi China dan Taiwan bertemu pascaberakhirnya perang sipil pada 1949.  

Siapa saja yang terlibat dalam pertemuan? 

Sejumlah pihak menjadi deal maker dalam membidani pertemuan antara Trump dan Kim di Singapura. Salah satu orang yang paling berjasa melahirkan pertemuan bersejarah itu tidak lain ialah Presiden Korsel Moon Jae-in. Sejak tahun lalu, Moon berulangkali meminta Kim Jong-un kembali ke meja perundingan untuk membahas nasib nuklir Korut. Usai pertemuan Panmunjeom, Moon pun langsung bertolak ke AS untuk membahas rencana pertemuan susulan antara Kim dan Trump.

Di kubu AS, sejumlah nama turut menjadi aktor kunci dalam melahirkan pertemuan tersebut. Dua di antaranya ialah Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan penasihat keamanan nasional AS John Bolton. Beberapa pekan lalu, Pompeo bahkan terbang langsung ke Korut untuk bertemu Kim. Di Singapura, Pompeo dan Bolton juga diberitakan turut mendampingi Trump. 

Pompeo. Mike Pompeo bertemu dengan delegasi dari Korut di Hotel Shangrilla, Singapura, Senin 11 Juni 2018. Foto dari Twitter @secpompeo

Di kubu Korut, Wakil Ketua Partai Pekerja Korut Kim Yong Chol menjadi salah satu deal maker. Pekan lalu, Yong Chol melawat ke AS dan bertemu langsung dengan Trump. Menurut analis, lawatan Yong Chol ke AS merupakan upaya Kim Jong-un menunjukkan kepada dunia bahwa ia serius merundingkan langkah-langkah perdamaian di Semenanjung Korea. 

Adapun di Singapura, konferensi tingkat tinggi AS-dan Korut akan dimulai dengan pertemuan empat mata antara Trump dan Kim di Hotel Capella, Pulau Sentosa, Selasa 12 Juni 2018. Keduanya pertama-tama akan bertemu satu lawan satu dalam sesi tertutup, sebelum pertemuan yang lebih besar dengan para penasihat kunci. Itu bisa dua hari. Mereka akan berbicara selama yang mereka butuhkan,” kata seorang pejabat senior Gedung Putih seperti dikutip AFP. 

KTT kemudian bakal dilanjutkan dengan serangkaian rapat dan diskusi resmi dari delegasi kedua negara. Sebelumnya, baik Trump maupun Kim, telah bertemu dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong. 

HISTORIS. Presiden AS Donald Trump dan pemimpin tertinggi Korut Kim Jong-un berjabat tangan sebelum gelaran KTT AS-Korut historis di Hotel Capella, Pulau Sentosa, Singapura, Selasa, 12 Juni 2018. Foto oleh Saul Loeb/AFP

Simak detik-detik pertemuan Trump dan Kim lewat video di bawah ini:

Apa ekspektasi hasil pertemuan Kim dan Trump? 

Meskipun diwarnai pandangan-pandangan skeptis, Trump dan Kim akhirnya menggelar pertemuan empat mata di sebuah hotel di Singapura, Selasa 12 Juni 2018. Sebelum pertemuan itu, keduanya sempat berjabat tangan dalam sebuah sesi foto. Trump dan Kim pun sempat memberikan pernyataan pers kepada para wartawan.

“Jalan menuju petemuan ini tidak mudah. Prasangka dan praktek-praktek kuno di masa lalu menjadi penghalang bagi kami untuk melangkah maju tapi kita bisa mengatasi semuanya dan hingga akhirnya kita berada di sini,” ujar Kim kepada wartawan seperti dikutip AFP.

“Itu benar,” timpal Trump yang duduk bersebelahan dengan Kim dalam sesi konferensi pers itu.

Sebelumnya, Trump sesumbar bakal mengetahui kemungkinan bakal terciptanya kesepakatan antara AS dan Korut pada menit pertama ia bertemu Kim nanti. Padahal, hingga kini kubu Pyongyang belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait rencana konkret mereka dalam proyek denuklirasasi Semenanjung Korea. Di lain hal, istilah denuklirasasi yang diungkap dalam deklarasi Panmunjeom juga memiliki batasan yang jelas.

“Bertemu dengan para staf dan perwakilan (Korut) berjalan lancar. Tapi, pada akhirnya itu tidak berarti banyak. Kita akan tahu apakah kesepakatan yang nyata, tidak seperti di masa lalu, bisa tercapai,” cuit Trump sebelum berangkat ke venue pertemuan.

Dalam pembicaraan empat mata selama 38 menit bersama Kim, keraguan Trump akhirnya terjawab. Usai pembicaraan tersebut, keduanya sepakat menandatangani sebuah dokumen yang disebut Trump sebagai perjanjian komprehensif untuk denuklirisasi Semenanjung Korea. 

“Saya ingin berterima kasih kepada kedua pihak, termasuk menteri Pompeo (menteri luar negeri AS). Ini sangat luar biasa. Kami sangat bangga dengan apa yang terjadi pada hari ini,” ujar Trump kepada awak media sembari menunjukkan dokumen yang ditandatangani keduanya. 

Selain denuklirisasi, sebelumnya kantor berita Korut KCNA memberitakan, kedua kubu bakal membahas berbagai pandangan dan langkah untuk memperbaiki hubungan kedua negara. “Diskusi akan fokus pada isu membangun mekanisme perdamaian yang permanen dan bertahan lama di Semenanjung Korea, isu merealisasikan denuklirisasi Semenanjung Korea dan isu-isu lainnya yang menyangkut kepentungan dua negara,” tulis KCNA.

Jika benar-benar terealisasi, denuklirisasi Semenanjung Korut bakal jadi pencapaian besar bagi Trump. Pasalnya, Korut selalu menolak upaya-upaya melucuti persenjataan nuklir mereka. KCNA kerap menyebut denuklirisasi di Semenanjung Korea harus berjalang beriringan dengan langkah AS untuk memindahkan ‘payung nuklir’ Paman Sam yang hingga kini dibentangkan untuk melindungi Korsel dan Jepang.

Apa kata analis? 

Sejumlah pakar memandang pertemuan antara Trump dan Kim merupakan peristiwa sejarah yang langka. Asisten profesor  Rajaratnam School of International Studies (RSIS) di Singapura, Evan Resnick bahkan menyebut, pertemuan tersebut sebagai langkah maju yang patut diapresiasi. Pasalnya, pertemuan semacam itu bahkan dianggap tidak mungkin terjadi beberapa bulan yang lalu. 

“Skenario terburuk ialah pertempuran dalam perang yang tidak perlu melawan Kore Utara yang bakal mengorbakan puluhan atau bahkan ratusan ribu jiwa. Hal lain selain itu ialah hasil yang lebih baik,” ujar Resnick seperti dikutip Al Jazeera. 

Sedikit berbeda, pakar negosiasi di INSEAD Singapura, Horacio Falcao menilai, tuntutan AS tidak bakal mampu dipenuhi Korut. Bahkan, dengan adanya keputusan politik yang tegas, menurut dia, dibutuhkan waktu hingga 15 tahun untuk denuklirasasi secara menyeluruh. 

“Korut tidak mungkin melakukan denuklirisasi secara menyeluruh saat ini dan berharap bisa aman dari seorang presiden yang pernah berkata ‘mereka akan menghujani tanah kalian dengan api dan angkara’. Presiden dari sebuah negara yang selama dua puluh lima tahun terakhir menyebut kalian iblis,” ujarnya. 

Beberapa bulan lalu, Trump memang pernah berkata akan menghancurkan Korut jika tak juga kembali ke meja perundingan. Ia bahkan sempat menyebut Kim sebagai ‘pria roket kecil yang sedang dalam misi bunuh diri’. Di sisi lain, Kim sempat menyebut Trump gila dan ‘siap melawan AS dengan api’.

—dengan laporan dari AFP/Rappler

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!