Real Madrid vs Bayern Muenchen: Mr. Champions League melawan tradisi

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Real Madrid vs Bayern Muenchen: Mr. Champions League melawan tradisi

EPA

Titel Ancelotti sebagai pelatih tersukses di Liga Champions sedang diuji.

JAKARTA, Indonesia — Gelar juara terkadang bersifat genetis. Menempel dalam DNA seseorang. Terkadang memang sulit dijelaskan. Tapi, bagaimanapun upaya seorang manajer mengejarnya, perolehan gelar seperti berjodoh pada satu pelatih tertentu tapi menjauh pada pelatih lainnya. 

Carlo Ancelotti termasuk sedikit pelatih yang begitu intim dengan gelar juara. Musim ini, hanya soal waktu dia akan meraih gelar pertamanya di tanah Jerman bersama Bayern Muenchen. 

Tim Bavaria tersebut mendominasi puncak klasemen dengan selisih 8 angka dari pesaing terdekat RB Leipzig. 

Bandingkan DNA juara Ancelotti tersebut dengan para pelatih top di era ini seperti Josep “Pep” Guardiola, Jose Mourinho, hingga Luis Enrique. Guardiola sudah mengangkat bendera putih di Liga Primer. Sedangkan Mourinho masih berupaya lepas dari kutukan peringkat enam. 

DNA juara Ancelotti itu tak hanya berlaku di kompetisi domestik. Di Liga Champions, tak ada yang bisa menyainginya. 

Di antara para pelatih yang sedang bertarung di Liga Champions musim ini, hanya Carlo Ancelotti yang berada di puncak tertinggi. Sudah tiga piala yang berhasil dia raih. Terbanyak di antara para pelatih yang masih aktif saat ini.

Dalam sejarah panjang Liga Champions, Italiano 57 tahun itu juga masih di posisi teratas. Tiga piala itu membawa namanya sejajar dengan legenda Liverpool Bob Paisley yang sama-sama meraih tiga gelar. 

Mantan pelatih AC Milan dan Chelsea itu bahkan jauh lebih akrab dengan Si Kuping Besar—sebutan piala Liga Champions—dibanding pelatih tersukses asal Spanyol saat ini Pep Guardiola. Pelatih yang kini membesut Manchester City—dan sudah tersingkir di 16 besar itu—baru dua kali meraihnya.  

Tak salah jika Ancelotti juga kerap disebut sebagai “Mr. Champions League”. Itu pula yang menjadi alasan mengapa Real Madrid merekrutnya pada awal musim 2013. Demi meraih La Decima alias gelar Liga Champions kesepuluh. 

Motivasi yang sama juga menjadi alasan Paris Saint-Germain (PSG) dan Bayern Muenchen saat merekrut dia. Di PSG, dia gagal memenuhi ambisi pemilik klub. Bagaimana di Bayern?

Di musim perdananya di tim Bavaria tersebut, jalan terjal mulai dialami Don Carletto. Di fase grup mereka harus susah payah lolos via jalur runner up. Mereka kalah dari Atletico 1-2 dan Hansa Rostov 2-3. Performa buruk di ronde pertama Liga Champions itu dibalas di ronde kedua. FC Hollywood membantai dengan skor agregat 10-2. 

Namun, persoalan Bayern tak lantas selesai. Penampilan buruk di fase grup kembali kambuh di perempat final. Kebetulan, yang dihadapi adalah mantan klub Ancelotti sekaligus juara bertahan: Real Madrid. Melawan Los Blancos, Bayern justru kalah 1-2 di kandang sendiri, Allianz Arena. 

Hasil di leg pertama tersebut jelas menyulitkan peluang Bayern. Mereka minimal harus menang 2-0 jika ingin lolos ke semifinal. Misi tersebut bakal sulit dilakukan. Sebab, musim ini Real tak pernah sekalipun kalah. Rekornya sempurna di Liga Champions. 

Bahkan, setiap kali mengalahkan Bayern, Real langsung bablas juara. Terutama dalam raihan gelar Octava (gelar kedelapan), Novena (kesembilan), dan Decima. 

Di musim 1999-2000, Real yang masih ditangani Vicente del Bosque menang 2-0 di leg pertama semifinal untuk kemudian mengklaim gelar juara dengan mengalahkan Valencia di partai puncak. 

Tak berselisih lama dari gelar kedelapan, di musim 2001-2002 Del Bosque mengandaskan Bayern di perempat final sebelum juara dengan mengalahkan Bayern Leverkusen di partai puncak.

Lebih dari satu dekade kemudian, gelar kesepuluh diraih Real juga setelah mengalahkan Bayern. Mereka mengalahkan Bayern yang saat itu dibesut Pep Guardiola sebelum akhirnya mengalahkan rival sekota Atletico Madrid 4-1 di partai final. 

Ancelotti tahu situasinya sulit bagi timnya. Apalagi jika kesalahan di leg pertama terulang di leg kedua ini. Arturo Vidal yang gagal mengeksekusi tendangan penalti dan kecerobohan lini belakang.

Tapi dia yakin timnya mampu melangkahi Real. Tim tuan rumah itu sedang tak bisa memainkan sayap kanan Gareth Bale dan dua bek tangguhnya, Raphael Varane dan Pepe. 

“Satu-satunya cara untuk mengalahkan mereka adalah dengan memainkan pertandingan yang sempurna. Nol kesalahan. Laga ini harus dihadapi dengan intensitas, keberanian, dan jati diri,” katanya seperti dikutip Mirror.—Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!