5 hal tentang Philipp Lahm

Nadia Vetta Hamid

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

5 hal tentang Philipp Lahm
Kapten Bayern Munich ini menutup kariernya sebagai pemain sepak bola dengan pencapaian yang gemilang

JAKARTA, Indonesia — Kapten klub Jerman FC Bayern Munich, Philipp Lahm, akhirnya memutuskan untuk gantung sepatu. Keputusan ini mengagetkan banyak pihak ketika Lahm mengumumkannya pada bulan Februari lalu, mengingat ia pernah menyebut baru akan pensiun pada 2018. 

Usianya belum terlalu tua untuk ukuran pemain bola, 33 tahun, bahkan banyak yang meramalkannya untuk tetap bermain dalam kondisi prima hingga akhir usia 30an.

Dalam kariernya sepanjang 22 tahun, ia telah meraih segala penghargaan yang mungkin diraih oleh seorang pemain bola. Lahm juga merupakan salah satu bek terbaik di dunia, bahkan ia mendapat julukan “Magic Dwarf” karena kemampuannya bermain di beberapa posisi dan juga karena postur tubuhnya yang pendek.

Berikut lima hal yang perlu kamu ketahui tentang Philipp Lahm:

One-club man


Pemain kelahiran Munich, 11 November 1983 ini tumbuh sebagai penggemar klub yang ia bela sepanjang karier sepak bolanya. Lahm pernah menjadi ball boy di stadion lama Bayern, Olympiastadion München. Dari klub lokalnya FT Gern München, Lahm bergabung ke tim junior Bayern di tahun 1995.

Di usianya yang masih dini, 11 tahun, ia sudah dinilai sangat berbakat. Mantan pelatih tim amatirnya yang juga baru saja mengakhiri kariernya di Bayern, Hermann Gerland, menilai Lahm sebagai pemain paling berbakat yang pernah ia latih.

Lahm melakoni debut di tim utama Bayern sebagai pemain pengganti di menit ke-92 pada pertandingan Liga Champions melawan RC Lens, 13 November 2002. Namun, karena Willy Sagnol dan Bixente Lizarazu menempati spot pemain full-back utama di tim, Lahm “terdepak” dan dipinjamkan ke VfB Stuttgart pada musim 2003/2004 dan 2004/2005. Sejak kembali dari Stuttgart, ia tak pernah pergi dari Munich dan menggantikan Mark van Bommel sebagai kapten di tahun 2011. And the rest is history.

Jenius

Lazim dimainkan sebagai bek kanan, ternyata Lahm juga pernah bermain di berbagai posisi, antara lain: bek kiri, gelandang bertahan, dan gelandang kanan.

Sebagai seorang pemain serba bisa, Lahm mendapat sanjungan dari sesama pemain maupun mereka yang pernah melatihnya. Baru-baru ini, pelatih Bayern Munich Carlo Ancelotti menyebut bahwa ia menginginkan “20 Philipp Lahm” dalam timnya. “Lahm adalah contoh yang sangat baik bagi pemain lainnya. Ia adalah pemain paling profesional yang pernah saya latih. Kalau saya punya 20 Philipp Lahm, saya tidak akan menemui masalah,” puji Ancelotti. 

Mantan pelatih Bayern yang kini melatih Manchester City, Pep Guardiola, menyebut bahwa Philipp Lahm adalah “orang yang spesial” dalam hidupnya. “Sepak bola akan kehilangan salah satu pemain terbaik yang pernah saya lihat. Lahm dapat bermain dalam 10 posisi tanpa masalah karena ia mengerti olahraga ini dengan sempurna.

“Saya tahu ketika saya kembali ke Munich untuk bertemu dengan teman-teman saya, dia akan di sana, dan itu adalah salah satu hadiah paling berharga bagi seorang pelatih. Sebuah kehormatan besar bagi saya untuk menjadi manajernya,” ungkap Guardiola.

Selama bertahun-tahun, kiper Juventus Gianluigi Buffon telah bertemu dengan Bayern Munich dan Philipp Lahm beberapa kali. Tentunya, ada rasa hormat di antara kedua legenda ini. Dalam pesannya, Buffon bercanda bahwa Lahm hanya pensiun setelah “memenangkan semua trofi dalam kariernya”. “Sebuah kehormatan besar untuk bermain melawanmu karena kamu adalah pemain yang bertekad besar dan juga adil,” kata Buffon dalam video di atas.

Prestasi gemilang, pensiun dini

Dalam 22 tahun kariernya, dapat dikatakan bahwa Lahm telah memenangkan semua piala yang dapat diraih oleh seorang pemain bola. Di level klub, ia telah mengangkat Meisterschale Bundesliga sebanyak delapan kali, enam kali memenangkan Piala Jerman (DFB-Pokal), satu kali menjuarai Liga Champions, serta masing-masing satu UEFA Super Cup dan Club World Cup.

WELTMEISTER. Mantan kapten timnas Jerman Philipp Lahm menjuarai Piala Dunia 2014. Foto dari Twitter/FCBayernEN

Lahm melakoni debutnya untuk tim nasional Jerman tahun 2004, di usia 20 tahun. Sejak Euro 2004, ia terus mendapat tempat di timnas senior meskipun sempat melewatkan satu tahun karena cedera. Ia mendapat ban kapten sejak Piala Dunia 2010 akibat cederanya Michael Ballack, menjadi kapten termuda sepanjang sejarah timnas Jerman di turnamen ini.

Setelah berulang kali kalah dan tereliminasi di ajang sepak bola internasional, Lahm bersama timnas Jerman berhasil memenangkan Piala Dunia di tahun 2014. Tak lama setelah kembali dari Brasil, secara mengejutkan Lahm mengumumkan untuk pensiun dari timnas di usia 30 tahun. Kini, Lahm pensiun sepenuhnya sebagai pemain di usia 33 tahun.

Terlihat dari pola ini, Lahm lebih memilih untuk pensiun di puncak kariernya. Pada pertandingan terakhirnya pada Sabtu, 20 Mei, Bayern mengumumkan bahwa nama Lahm masuk ke dalam Hall of Fame. Pemain terakhir yang mendapat penghargaan ini adalah Oliver Kahn di tahun 2008.

Fair play

Tahukah kamu, Philipp Lahm tidak pernah mendapat satupun kartu merah sepanjang kariernya? Namun, ia “hanya” mengantongi 27 kartu kuning.

Kehidupan di luar sepak bola

Tak banyak yang diketahui mengenai Philipp Lahm di luar sepak bola. Ia memang sosok yang tidak banyak mengumbar kehidupan pribadinya. Bersama istrinya, Claudia Lahm dan putranya Julian, hingga artikel ini ditulis mereka sedang menanti kehadiran anak kedua, seorang bayi perempuan.

Lahm banyak terlibat dalam kampanye amal. Ia mengunjungi Afrika Selatan sebelum Piala Dunia 2010, dan pernah menjadi Duta Hari AIDS Sedunia tahun 2007-2009. Kini, ia memiliki yayasannya sendiri, Philipp Lahm-Stiftung, untuk mendukung anak-anak kurang mampu. Tak hanya itu, Lahm juga pernah berpartisipasi dalam kampanye melawan penyiksaan anak dan mengebut di jalan raya.

Lahm meraih penghargaan Tolerantia-Preis tahun 2008 atas kontribusinya melawan intoleransi dan homofobia di dunia olahraga. Saat berusia 27 tahun di tahun 2011, Lahm merilis autobiografinya, Der feine Unterschied: Wie man heute Spitzenfußballer wird (Perbedaan yang Halus – Bagaimana Caranya untuk Menjadi Pesepak Bola Top). Buku yang menceritakan karier Lahm dan analisa terhadap mantan pelatihnya tersebut meraih predikat best seller. Karena buku ini juga, Rudi Völler dan Ottmar Hitzfeld secara terang-terangan mengkritik Lahm. 

Danke, Philipp Lahm! — Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!