Di sudut kamp pengungsian Rohingya

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Di sudut kamp pengungsian Rohingya
Mereka harus rela tinggal di kamp yang sederhana selama setahun ke depan. Namun kondisi kamp tidak memadai. Seperti apa kondisinya?

KUALA CANGKOI, Indonesia — Bau menyengat dari belatung sapi tercium saat Rappler menginjakkan kaki di kamp pengungsi Rohingya di Kuala Cangkoi, Aceh Utara. 

Kuala Cangkoi terletak pesisir di utara Lhoksukon, Lhoksumawe. Untuk masuk ke area ini, Rappler harus menempuh 2,5 jam perjalanan dari kamp pengungsi Kuala Langsa. 

Bukan hanya jalan aspal berbatu dan berlubang yang akan menjadi penghalang kendaraan yang akan masuk ke Kuala Cangkoi, tapi juga sapi-sapi peliharaan milik warga yang dilepas. 

Saat sampai di area kamp, sejauh mata memandang, hanya padang rumput kuning yang kering mendominasi.  Sangat kontras dengan angin pantai yang bertiup kencang.  

Ada 5 bangunan utama di area ini. Dua bangunan adalah gudang kosong. Dua lainnya adalah tempat singgah warga. Dan satu bangunan untuk tempat tinggal pengungsi perempuan dan anak-anak etnis Rohingya.  

Di sekitar area juga terdapat tenda-tenda milik tentara, Kementerian Sosial, dan beberapa organisasi kemanusiaan.  

Ada sedikit perbedaan antara kamp Kuala Langsa dan Kuala Cangkoi. Pertama, udara di kamp ini lebih menyengat. 

Persediaan air bersih cukup memadai, tapi warga harus antri, meski cuma mencuci tangan. 

Dapur umum dipusatkan di satu gedung. Masakan dari dapur umum akan dijajar di satu meja, dan sekali lagi, pengungsi harus rela untuk mengantri untuk mendapatkan jatah makan. Termasuk anak-anak, mereka harus mengantri bersama orang-orang dewasa. 

Lalu di mana mereka makan? Para pengungsi perempuan akan kembali ke rumah penampungan sementara, sedangkan pengungsi laki-laki makan bersama di tenda. 

Yang paling tak peduli dengan tempat makan adalah anak-anak. Mereka bebas makan di mana saja. Duduk manis di atas batu atau di rerumputan.

Jika berjalan ke belakang dapur umum, akan didapati gunungan baju sumbangan dari warga. Sama seperti di Kuala Langsa, para pengungsi ini tak punya tas, apalagi almari untuk menyimpan baju. 

Jadi tontonan warga  

Di Kuala Langsa, tak sembarang orang boleh masuk. Polisi dan militer melakukan pengamanan ketat. Berbeda dengan Kuala Cangkoi, di sini warga bebas keluar masuk area pengungsian, termasuk pedagang kaki lima. 

Bahkan warga sekitar pun bebas untuk bertamu di halaman rumah penampungan. Rappler sampai tak bisa membedakan, mana warga, mana pengungsi. 

Tak ada jarak antara para pengungsi dan warga. Tak ada ruang privasi bagi mereka. Bahkan warga bebas melongok di jendela kamar penampungan. 

Sampai kapan pengungsi tinggal di barak? 

Juru bicara Mitra Salima Suryono sedang berbincang dengan Fatimah, 18 tahun, salah satu pengungsi Rohingya di Kuala Cangkoi dan dua anaknya. Fatimah nekad ikut rombongan maut ke Malaysia karena suaminya tewas dibunuh. Foto oleh Febriana Firdaus/Rappler Indonesia

Juru Bicara Komisi Tinggi PBB Untuk Pengungsi (UNHCR) Mitra Salima Suryono mengatakan para pengungsi Rohingnya akan menempati Kuala Cangkoi sampai lembaga ini menemukan ‘rumah’ yang permanen. 

Selama proses itu, mereka akan diberikan bantuan oleh UNHCR. “Dananya dari NGO (Lembaga swadaya masyarakat) dan funding yang lain,” katanya pada Rappler pekan kemarin. 

Namun selama itu juga mereka tidak dapat melakukan kegiatan ekonomi atau mencari pekerjaan. Anak-anak mereka pun tak bisa sekolah. “Bisa sekolah, tapi biasanya tak bisa dapat ijazah,” katanya. 

Namun sampai kapan para pengungsi tinggal di barak? Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, Indonesia siap menampung pengungsi Rohingya dan juga pengungsi dari Bangladesh selama maksimal hanya satu tahun.

Keputusan itu diambil setelah Indonesia dan Malaysia melakukan pembicaraan bilateral. Lalu bagaimana setelah tahun berikutnya? Tak ada kepastian. 

Paling tidak, dalam setahun ini mereka punya tempat untuk berlindung dari panas dan hujan di barak yang sederhana ini —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!