Juhanda mengendarai motor milik warga Demak yang tewas berjihad di Suriah

Fariz Fardianto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Juhanda mengendarai motor milik warga Demak yang tewas berjihad di Suriah

ANTARA FOTO

AD berangkat ke Suriah dengan menggunakan visa umroh ke Turki tahun 2014 lalu

SEMARANG, Indonesia – Identitas pemilik sepeda motor Honda hitam dengan nomor polisi H 2372 PE dan dikendarai pelempar bom molotov di Gereja Ouikumene, Samarinda, Kalimantan Timur, akhirnya berhasil diungkap oleh polisi. Motor itu diketahui milik seorang warga dari Kabupaten Demak, Jawa Tengah dengan inisial AD.

Kapolres Demak, AKBP Heru Sutopo mengatakan AD meminjamkan motornya kepada tersangka beberapa tahun lalu. Setelah ditelusuri oleh petugas, diperoleh informasi AD ternyata sudah meninggal saat berjihad di Suriah pada tahun 2015.

“Pada tahun 2011, dia ngajak istrinya pindah ke Samarinda untuk membuka usaha. Dia tinggal di rumah mertuanya. Motor merk Honda Kharisma itu juga ikut dibawa ke sana,” ujar Heru ketika dikonfirmasi Rappler pada Selasa pagi, 15 November.

Pihak kepolisian, kata Heru, telah melacak rumah AD di salah satu dusun di Demak. Bahkan, Heru memerintahkan anggota dari Satuan Intelkam Polres Demak untuk memperdalam temuan mengenai AD ke beberapa saksi.

“AD juga pernah tinggal di Kecamatan Demak dan berkuliah di Yogyakarta. AD lalu menikah dan menetap di Imogiri, selama medio 2005 silam,” katanya lagi.

Heru menjelaskan, sebelum ke Suriah, AD pernah mengatakan jika motornya dipinjam seorang teman. Lalu, apa hubungan antara Juhanda dengan AD yang tewas diduga akibat berperang bersama kelompok Negara Irak Islam dan Suriah (ISIS)? Polisi mengaku masih terus menelusuri, termasuk siapa yang membawa motor milik AD ke Samarinda.

Perilaku AD yang janggal

Kepada pihak kepolisian, keluarga mengaku sempat melihat ada kejanggalan dalam perilaku dan pemahaman AD mengenai isu agama, khususnya soal pengertian jihad. AD menemui keluarganya di Demak terakhir kali pada tahun 2014 ketika mengurus penjualan rumah orang tuanya.

Keluarga memperoleh informasi jika AD berangkat ke Suriah dengan menggunakan paspor umroh melewati Turki. Setahun kemudian, keluarga terkejut ketika mendapati kabar AD telah tewas di Suriah.

Cerita mengenai juga dituturkan oleh seorang tetangga AD bernama Tini. Dia mengatakan dirinya pernah memergoki segerombolan orang berpakaian jubah besar dan sempat menyambangi rumah AD.

“Saat salat di mesjid itu agak aneh. Berbeda dengan yang dilakukan umat Islam pada umumnya,” kata Tini.

Warga lainnya, Utami juga berpendapat yang sama. Dia melihat sosok AD sebagai pribadi yang pendiam dan jarang bersosialisasi dengan warga kampung.

“Anaknya dilarang bermain ke luar rumah,” kata dia.

Kecam pelemparan bom molotov

Di sisi lain, umat Katolik di Semarang mengecam aksi pelemparan bom molotov di Gereja Ouikumene, Keluarahan Sengkotek, Samarinda. Keuskupan Agung Semarang menyesalkan peristiwa tersebut, karena telah menewaskan seorang balita bernama Intan Olivia yang berada di luar gereja.

Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Agung Semarang, Aloys Budi Purnomo menyebut upaya teror yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab secara terus-menerus telah mengejutkan berbagai pihak. Kejadian itu juga menimbulkan rasa trauma di kalangan umat Nasrani yang beribadah di dalam gereja.

“Sungguh, kita tak merasa dinista oleh sikap bejat dan sadis itu. Aku yakin, kamu, Intan Olivia, mendoakan ia yang telah menyebabkan jiwa kamu direnggut saat kamu di gereja bersama keluarga kamu,” ujar Romo Budi.

Tindakan pelemparan bom molotov, menurutnya adalah perbuatan yang sangat biadab. Sebab, pelaku dikuasai rasa dendam dan benci sehingga tega menghabisi sesama umat manusia.

Aksi solidaritas

AKSI SOLIDARITAS. Para aktivis perlindungan perempuan dan anak menaburkan bunga serta menyalakan lilin untuk mengenang korban tewas bom molotov di Samarinda, Intan Olivia pada Selasa malam, 15 November. Foto oleh Fariz Fardianto/Rappler

Sementara, di tempat terpisah, aktivis perlindungan perempuan dan anak pada Senin malam, 13 November menggelar aksi solidaritas sebagai ungkapan duka bagi Intan Olivia. Satu demi satu para aktivis menyalakan beberapa lilin, lalu meletakannya di Taman KB di ujung Jalan Menteri Supeno.

Beberapa orang ikut menuliskan ungkapan keprihatinan atas meninggalnya Intan.

“Kami prihatin dengan pelemparan bom molotov di Samarinda. Itu adalah sebuah tragedi yang telah merenggut seorang nyawa anak kecil yang tak berdosam” ujar pegiat Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Seruni, Ninik Jumoenita. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!