Philippine economy

Menyoal kebebasan pers di Papua Barat

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Menyoal kebebasan pers di Papua Barat
"Jurnalis Papua umumnya menghadapi ancaman, intimidasi, dan kekerasan."

 

JAKARTA, Indonesia – Saat dunia tengah merayakan hari kebebasan pers, seorang jurnalis media lokal di Papua Barat mengalami pemukulan. Setelah Yance Wenda meliput penangkapan anggota KNPB, ia didatangi anggota Polres Jayapura dan dipukuli tanpa ada penjelasan apapun.

Meski kisah pemukulan ataupun kekerasan terhadap awak media bukanlah cerita asing di Indonesia, namun Papua Barat adalah kasus khusus. Tak hanya jurnalis lokal, bahkan pewarta asing pun kesulitan untuk mengakses, meski Presiden Joko “Jokowi” Widodo sudah menjanjikan akses terbuka bagi media negara lain untuk meliput di Papua Barat.

Dalam laporan Human Rights Watch (HRW), disebutkan kalau wilayah ini masih terbilang sulit. “Jurnalis Papua umumnya menghadapi ancaman, intimidasi, dan kekerasan dari aparat keamanan dan aparat pro-kemerdekaan saat melaporkan korupsi, pelanggaran HAM, perampasan tanah, dan topik sensitif lainnya,” tulis mereka dalam laporan terkait kebebasan pers di Indonesia pada akhir April lalu.

Berdasarkan data dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, sejak 2015 lalu tercatat ada 15 kasus intimidasi terhadap jurnalis lokal di Papua. Bentuknya beragam, mulai dari pelarangan liputan, intimidasi, hingga larangan siaran terhadap sebuah stasiun radio. Penyebabnya pun bisa karena aparat ataupun pemda tidak suka terhadap liputan media atau jurnalis tersebut hingga karena dianggap punya motif tertentu.

Sementara untuk kantor berita asing, bulan lalu dua orang jurnalis asal Perancis dideportasi. Sebelumnya, bahkan setelah Jokowi mengumumkan akses bebas untuk kantor berita asing terakreditasi pada Mei 2015, sejumlah jurnalis pun masih mengalami kesulitan.

Tak hanya itu, 8 situs berita lokal juga ditutup tanpa alasan jelas. “Sejauh ini diduga karena berbau separatis,” kata Ketua LBH Pers Asep Komaruddin pada Selasa, 2 Mei.



Pada Hari Kebebasan Pers Sedunia, Head of Indonesia Amnesty International Usman Hamid menyampaikan kalau upaya pemblokiran sudah berlangsung sejak zaman Presiden Susilo Bambang Yudhyono. Saat itu, sejumlah blog tentang Papua juga tak dapat diakses.

Menurut dia, suara blog ataupun berita lokal soal Papua sangat penting sebagai alat kampanye. Beberapa di antaranya menyajikan langsung kondisi sosial di daratan Cendrawasih yang luput disampaikan kantor-kantor berita besar.

“Sekarang kita bisa lihat di sosial media tentang situasi Papua. Mereka sampaikan langsung tanpa edit. Ini bagian dari hak berinternet,” kata dia dalam acara Free Press in West Papua di Hotel Atlet Century, Jakarta. Pemblokiran, lanjut dia, adalah pelanggaran terhadap hak berinternet seseorang.

Momen hari kebebasan pers sedunia ini menjadi penting lantaran Jokowi sendiri sudah terlebih dahulu menjanjikan hal tersebut.

Terkait pemblokiran sendiri, LBH Pers mendesak supaya Kemenkominfo cepat membuka atau menormalisasi situs-situs yang diblokir tersebut. Juga memulihkan hak-hak dan kerugian yang dialami selama situs tak dapat diakses.

“Juga untuk membuat mekanisme transparan terkait pemblokiran situs yang menghormati prinsip-prinsip hak asasi manusia,” kata Asep. Ke depannya, mereka juga harus berhenti memblokir situs-situs yang berisi konten kritis karena pemblokiran adalah bentuk pelanggaran HAM. 

—Rappler.com


 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!