Philippine economy

MK: Penghayat kepercayaan bisa isi kolom agama di KTP

Bernadinus Adi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

MK: Penghayat kepercayaan bisa isi kolom agama di KTP
Selama ini para penganut kepercayaan telah mendapatkan perlakuan yang tidak adil karena mereka tidak boleh mengisi kolom agama di KTP

JAKARTA, Indonesia — Mahkamah Konstitusi memutuskan para penghayat kepercayaan memiliki hak untuk menuliskan keyakinan atau kepercayan mereka di kolom agama yang terdapat pada Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Keputusan tersebut disampaikan dalam sidang putusan terhadap uji materi pasal 61 ayat 1 dan pasal 64 ayat 1 UU Administrasi pada Selasa siang, 7 November 2017. MK menilai pasal tersebut bertentangan dengan konstitusi.

Menyatakan kata ‘agama’ dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-undang Nomor 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 24/2013 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 232 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5475) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk ‘kepercayaan’,” kata Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan putusan.  

Arief juga menilai selama ini para penganut kepercayaan telah mendapatkan perlakuan yang tidak adil karena mereka tidak boleh mengisi kolom agama di KTP. “Menyebabkan munculnya perlakuan yang tidak adil terhadap warga negara penghayat kepercayaan,” kata Arief.

Arief mengatakan para penghayat kepercayaan tidak perlu menuliskan kepercayaan mereka secara detil pada kolom KTP. “Sebagai contoh, bila ada warga menganut kepercayaan ‘A’ namun di KTP tak perlu ditulis ‘A’, melainkan cukup ditulis ‘Penghayat Kepercayaan’,” katanya.

Tak perlu menuliskan jenis kepercayaan karena banyaknya kepercayaan yang dianut masyarakat di Indonesia. “Agar tertib administrasi bisa terwujud,” katanya.

Seperti diketahui, gugatan terhadap pasal 61 ayat 1 dan pasal 64 ayat 1 UU Administrasi ini diajukan oleh Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnold Purba dkk.

Arnold Purba menuturkan bahwa dirinya senang lantaran MK mengabulkan permohonan yang ia ajukan bersama 3 orang lainnya. Arnold berharap tidak akan ada diskriminasi lagi setelah terkabulnya permohonan ini.

“Kami sangat senang, telah tercapainya bahwa kepercayaan itu telah diakui oleh pemerintah dan ruang lingkupnya untuk pekerjaan anak-anak saya itu terbuka jadinya,” ujar Arnold Purba. 

 —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!