Cerita Hari Ibu: Lulus master cum laude dengan 12 anak

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Cerita Hari Ibu: Lulus master cum laude dengan 12 anak
Bagi Intan Rosmadewi, ungkapan ‘banyak anak banyak rezeki’ bukan lagi sebuah slogan, tapi telah ia buktikan

BANDUNG, Indonesia — Pada zaman seperti sekarang ini, banyak orangtua yang berpikir ulang memiliki anak banyak.  Alasannya tentu saja biaya pendidikan yang tinggi, harga sandang pangan papan yang terus merangkak naik, juga semakin sempitnya lahan dan lapangan pekerjaan.

Ditambah lagi, gencarnya kampanye program Keluarga Berencana (KB) yang digalakkan pemerintah. Pemeo “banyak anak banyak rezeki” pun sudah dilupakan.  Orangtua kemudian lebih memilih memiliki anak kurang dari lima atau bahkan dua, sesuai anjuran pemerintah, “Dua anak lebih baik.” 

Dari sisi perempuan, memiliki banyak anak berarti menuntut tanggung jawab yang lebih. Itu juga berarti, si ibu harus siap menghadapi berbagai risiko, misalnya, risiko kesulitan meniti karir, meraih pendidikan tinggi, atau risiko dari sisi medis. Alasan pragmatis juga seringkali membuat perempuan enggan memiliki anak banyak.

Tapi tidak demikian dengan Intan Rosmadewi. Perempuan berusia 55 tahun ini telah mengandung dan melahirkan 12 orang anak. Meski demikian, Intan mampu membuktikan, memiliki anak banyak tidak menghalangi langkahnya dalam berkarir dan berkarya, bahkan dengan prestasi yang memuaskan.

“Rasulullah pernah bersabda bahwa Baginda akan bahagia saat nanti di Padang Mahsyar berjumpa dengan umatnya yang banyak [berkualitas] dari keturunan saleh dan salehah. Jadi kekuatan aqidah yang melandasinya.”

Di tengah kesibukan mengurus ke-12 anaknya, Intan tetap bisa menyelesaikan pendidikan di jenjang master, malah berhasil lulus dengan predikat cum laude. Ia juga masih bisa menjalani karirnya sebagai seorang guru sekolah menengah pertama di Kota Bandung. 

Tentu semua itu tidak mudah dijalaninya. Intan, yang biasa dipanggil bunda ini, tidak memungkiri ada drama dan air mata dalam perjalanan membesarkan kedua belas anaknya. Tapi Intan menyakini, di setiap kesulitan, pasti datang kemudahan. Lebih-lebih, ada kekompakan dan doa di dalamnya.

“Kami sekeluarga memang guyub dan saling tolong menolong. Pak suami almarhum sabar, tabah, setia, dan bertanggung jawab membantu Bunda,” katanya pada Rabu, 20 Desember, sambil mengenang suami yang telah wafat dua tahun lalu.

“Bunda yakin doa seluruh keluarga besar kami bisa mengantar Bunda ke arah mewujudkan cita-cita membina anak-anak. Insya Allah mereka adalah pejuang tangguh,” ujarnya.

Menikah dengan Muhammad Eko Slamet Riyadi pada 1982, mereka berdua sepakat memiliki anak banyak.  Padahal waktu itu, Presiden Soeharto sedang menggalakkan program KB untuk menekan laju pertumbuhan pendudukan Indonesia. Bukan bermaksud menentang program itu, namun Intan dan Eko meyakini anak adalah aset bagi keluarga, masyarakat, dan negara, sesuai dengan pandangan Islam, agama yang dianutnya. 

“Rasulullah pernah bersabda bahwa Baginda akan bahagia saat nanti di Padang Mahsyar berjumpa dengan umatnya yang banyak [berkualitas] dari keturunan saleh dan salehah. Jadi kekuatan aqidah yang melandasinya,” jawab Intan saat ditanya Rappler mengenai alasan memiliki anak banyak. 

Intan melahirkan anak pertama pada 1983 yang diberi nama Berlian Ritchie Ramadhan. Anak kedua lahir setahun kemudian. Anak-anaknya lahir dengan jarak yang cukup berdekatan antara satu hingga dua tahun.  Semuanya dilahirkan dalam kondisi sehat dan normal tanpa melalui operasi caesar.  

Di awal tahun hingga anak keempat, Intan dan suami mengurus dan merawat anak-anaknya tanpa bantuan asisten. Saat lahir anak kelima, Intan mulai dibantu asisten yang ia panggil Emak. Dengan bantuan Emak, Intan mengasuh anaknya hingga lahir anak keduabelas, yang diberi nama Dzul Afaren Nazreen, yang kini berusia 10 tahun.

Mengurus 12 anak, sambil bekerja dan kuliah pasti tidak mudah, meski dibantu sang asisten. Intan harus jumpalitan mengatur waktu dari mulai bangun tidur hingga kembali tidur. Kunci keberhasilannya adalah tidak menyia-nyiakan waktu.

“Yang penting fokus dulu bereskan satu urusan demikian bertahap. Tidak ada waktu yang disia-siakan. Kadang saya baca buku sambil menyusui, baca text book sambil masak,” ujar penggemar novel JK Rowling ini.

Tapi memiliki anak banyak tidak cukup hanya berbekal niat dan keinginan. Menurut Intan, harus pula disertai dengan ilmu pengetahuan sebagai pijakan dalam membesarkan anak-anaknya.

“Di balik itu, seluruh aspek dan dimensi harus dipersiapkan, terutama ilmu. Misalnya, pemahaman masa kehamilan, perawatan anak, pendidikan, dan skill berkomunikasi dengan pasangan juga lingkungan,” ucap Intan.

Master administrasi pendidikan ini tidak pula merasa khawatir akan mengalami kesulitan finansial dalam membesarkan anak-anaknya, terutama dalam urusan pendidikan yang biayanya seringkali membuat para orangtua kebingungan. Padahal, Intan dan suami hidup sederhana dengan penghasilan sebagai seorang guru dan pekerja di sebuah pesantren di Ciburial Dago, Kota Bandung.

“Bunda landasannya janji Allah kuat. Maka Allah mudahkan beberapa putra-putri kami memperoleh beasiswa.  Bahkan Bunda sendiri ke S3 ada tawaran beasiswa gratis,” tuturnya.

Baginya, ungkapan “banyak anak banyak rezeki” bukan lagi sebuah slogan, tapi memang telah dibuktikan.  Dua belas anak dipahami Intan sebagai duabelas pintu rezeki. Meski, pemahaman rezeki tidak terbatas pada materi kekayaan, tapi memiliki makna luas. Bisa berarti kesehatan, keharmonisan, juga kenikmatan fisik.    

Cobaan terberat dalam membesarkan anak-anaknya dirasakan Intan saat partner hidupnya dipanggil Yang Maha Kuasa pada April 2015. Selama beberapa waktu, alumnus Universitas Pendidikan Indonesia ini merasa kehilangan separuh nyawanya. Ia pun larut dalam duka yang amat dalam.

Namun Intan kemudian bangkit, mengalihkan kesedihannya dengan menulis. Lama kelamaan, guru agama ini merasakan keasyikan di dunia tulis menulis dan ikut aktif dalam berbagai event Blogger Bandung. Sejauh ini, Intan sudah menulis sebanyak 259 karya yang diunggah di Kompasiana, sebuah blog untuk jurnalis warga. Intan juga aktif menulis di blog pribadinya, intanrosmadewi.blogspot.co.id.

Rupanya, bakat menulis telah ada dalam darahnya. Ayahanda, Kyai Muchtar Adam, juga seorang penulis yang telah menghasilkan 62 judul buku. Tak heran, jika anak-anaknya pun mengikuti jejaknya menjadi seorang penulis dan blogger. Empat dari 12 anaknya mulai aktif sebagai blogger dan cukup produktif menghasilkan karya tulis.  Anak kedua belas pun mulai menunjukkan minatnya ke dunia tulis menulis dengan menjadikan blog sebagai “buku” diarinya.

Kini Intan sedikit demi sedikit mulai menikmati waktu luangnya. Beberapa anaknya sudah dewasa dan berkeluarga. Anggota keluarganya pun semakin besar dengan tambahan sembilan orang cucu. Intan berharap, keturunannya bisa melanjutkan estafet kepemimpinan dan cita-cita orangtuanya, juga sebagai amalan yang tak terputus saat ia wafat kelak, yakni doa anak saleh.

“Dan saat kami telah wafat, harapannya mereka semua berkirim doa pada kami ayah bundanya,” kata perempuan asal Padang ini.

Sebagai seorang ibu, Intan menyadari tugas dan tanggung jawab ibu tidaklah mudah. Untuk itu, ia berpesan kepada semua orang untuk menghormati ibu, perempuan yang kasihnya sepanjang masa.     

Selamat Hari Ibu, perempuan Indonesia. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!