‘Shopping list’ untuk Rudiantara, Menkominfo baru

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

‘Shopping list’ untuk Rudiantara, Menkominfo baru
Menkominfo Rudiantara punya segudang pekerjaan rumah untuk memperbaiki lembaga penyiaran publik agar kembali menjadi sumber utama informasi

Direksi Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Dewan Pengawasnya, melaporkan kondisi lembaga penyiaran publik itu Kamis siang (5/11). Mulai dari jumlah karyawan, jumlah pemancar, jumlah kantor, jam siaran, karyawan baru yang belum ada alokasi anggaran gaji, hampir separuh pemancar VHF yang rusak total, persiapan digitalisasi, hingga sulitnya TVRI bersaing menggaet pengisi acara (talent) top sekelas Siti Nurhaliza. Kendalanya, bujet dan aturan yang dianggap membelenggu gerak TVRI. Misal, bagaimana mempertanggungjawabkan ongkos premium yang harus dibelanjakan untuk pengisi acara yang dikontrak eksklusif, seperti swasta?

“Saya datang siang ini untuk belajar. Eh, dapat shopping list yang begitu panjang,” ujar Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara, yang mengunjungi kantor TVRI di kawasan Senayan, Jakarta Selatan.

“Saya hitung, ada duapuluhan, nih. Coba kita lihat ya, mana yang bisa didukung oleh kementerian, mana yang saya harapkan direksi memiliki solusi dan kreatifitas sendiri,” katanya saat berkunjung di sela-sela acara Infrastructure Week yang digelar di balai pertemuan JCC.

Rudiantara malang-melintang di dunia telekomunikasi. Dia pernah menjadi top eksekutif di hampir semua operator telekomunikasi di Indonesia. Sempat juga menjadi Wakil Presiden Direktur PT Semen Gresik. Sebagai orang swasta dia terbiasa berpikir dan bertindak efisien dan efektif. (BACA: 9 CEO di Kabinet Kerja Jokowi) 

“Hal yang perlu dipikirkan TVRI adalah mengupayakan agar anggaran belanja untuk produksi kian besar, lebih dari anggaran rutin, ” kata Rudi. Ini juga pesan Presiden Joko “Jokowi” Widodo saat memberikan pengarahan di depan rapat koordinasi dengan para gubernur, Selasa (4/11). Presiden Jokowi meminta ‘revolusi’ dalam alokasi anggaran yang lebih banyak untuk pembangunan. Pidato lengkap dapat dibaca di tautan ini. 

Menurut Undang-Undang Penyiaran No 32/2002, dan Peraturan Pemerintahnya, sejak 2006 TVRI yang mengusung jargon “menjalin persatuan dan kesatuan bangsa” itu beroperasi sebagai lembaga penyiaran publik yang harus independen dan non-partisan. UU juga memberikan hak bagi TVRI untuk mencari pemasukan iklan sebanyak 15 persen dari total durasi siaran — hanya berbeda lima persen dengan lembaga penyiaran swasta. 

Saya berkesempatan mengikuti rapat Menkominfo dengan para pemimpin TVRI. Terasa ada gap antara pola yang dikerjakan TVRI dengan apa yang diharapkan Menteri Rudiantara. Misalnya soal pemilihan medium penyiaran. “Kalau pake satelit mahal. Minta yang pakai kabel laut. Bisa 5 kali lebih murah,” kata Rudi.

Menkominfo juga mempertanyakan, mengapa selama ini ada kesan pemerintah lebih dekat ke swasta? Harusnya lebih dekat ke TVRI kan? Tindakan afirmasi apa yang dibutuhkan TVRI?  Apakah jika afirmasi diberikan akan menjamin keberlangsungan usaha yang sehat?

Cukup banyak poin yang dibahas dalam pertemuan Rabu (4/11) siang. Shopping list bertambah ketika Dewan Pengawas menyodorkan informasi rencana undang-undang inisiatif parlemen era sebelum ini yang ingin menggabungkan TVRI dengan Radio Republik Indonesia (RRI).

Tiga belas tahun bekerja di dua televisi swasta, saya bertemu dengan mantan karyawan televisi yang jago, terutama dalam bidang teknik dan infrastruktur. Ketika industri penyiaran swasta berkembang luar biasa pesat, tenaga TVRI banyak yang pindah. TVRI yang menjadi tumpuan publik sebagai sumber informasi yang harusnya independen dan non-partisan tampak kepayahan. Dikepung oleh internal problems, termasuk kasus dugaan korupsi pengelola sebelumnya, kisruh antara Dewan Pengawas dan Direksi, juga Komisi I DPR RI yang lebih memilih Dewan Pengawas, membuat kiprah TVRI kini tenggelam di balik hiruk pikuk kompetisi bisnis informasi.

Dalam pemilu 2014, RRI mencuat pamornya ketika melakukan hitung cepat yang hasilnya kredibel. Menurut Direktur Utama RRI Niken Widyastuti, hitung cepat itu dilakukan dengan anggaran yang ada. Optimisasi anggaran. Mungkin hal semacam ini yang diharapkan Menteri Rudi, selain kerjasana kemitraan yang berkelanjutan dengan swasta.  

“Semacam public-private partnerships. Tapi kepentingan bangsa dan publik harus didahulukan,” kata Rudi. 

Pekerjaan rumahnya adalah apakah publik masih jadikan TVRI sebagai sumber informasi penting? Di daerah, mungkin iya. Saya berharap TVRI sebagai lembaga penyiaran publik (LPP) tumbuh kuat dan menjadi referensi, seperti LPP di negara lain. Di AS orang kembali ke National Public Radio (NPR) sebagai sumber informasi terpercaya. Di Inggris orang menonton BBC. Di Australia pemerintah PM Tony Abbot  sempat perang dingin dengan pengelola ABC soal berita pencari suaka dan penyadapan ke petinggi Indonesia.

Yang menjadi benang merah dari ketiga lembaga penyiaran publik itu sehingga menjadi rujukan adalah independensi, kualitas, dan kreatifitas program, dan memahami landscape berubahnya pola konsumsi informasi di era digital. Saya tidak bicara soal pemancar digital, ya. Yang saya maksud adalah bagaimana LPP juga memastikan pengembangan dan distribusi konten lewat medium Internet.

ABC Australia 24 versi digital punya program “Kitchen Cabinet” yang digawangi wartawan dan kolumnis politik kondang, Annabel Crabb. Bersama sejumlah kolumnis berkualitas lainnya Annabel, yang sekelas dengan saya saat menjalani Eisenhower Fellowships, melahirkan kolom yang jadi rujukan di “The Drum”. Ini juga pengembangan konten ABC.

Dalam rapat TVRI dengan Menkominfo, saya tidak mendapatkan nuansa itu. Nampaknya problem stasiun TV yang dulu sempat ngetop dengan program “Aneka Ria Safari”, “Keluarga Cemara” dan “Mana Suka Siaran Niaga” itu masih berkutat di persoalan dasar.

Shopping list untuk Menkominfo masih panjang. Silakan tambahkan di sini untuk sektor telekomunikasi, Internet, dan lainnya. —Rappler.com

Uni Lubis, mantan pemimpin redaksi ANTV, nge-blog tentang 100 Hari Pemerintahan Jokowi. Follow Twitter-nya @unilubis dan baca blog pribadinya di unilubis.com.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!