Politik kenaikan BBM era Jokowi-JK

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Menaikkan harga BBM bukan sekedar keputusan ekonomi. Nuansa politik sangat kental. PDI-P juga pernah menolak kenaikan harga BBM

Seorang demonstran memprotes kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi pada tahun 2012. Foto oleh AFP

Awal pekan ini Presiden Joko “Jokowi” Widodo meluncurkan tiga kartu “sakti” untuk orang miskin, yakni Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Tak dapat dihindari, pro dan kontra terjadi. Yang menonjol adalah kritik pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra yang mengatakan bahwa penggunaan dana tanggung jawab sosial badan usaha milik negara (BUMN) untuk mencetak kartu-kartu itu melanggar aturan dan tidak punya payung hukum. 

Kritik Yusril tertuju kepada Menteri Koordinator Bidang Kebudayaan dan Pembangunan Manusia, Puan Maharani. Menko Puan lah yang mengkoordinasikan eksekusi lapangan atas salah janji kampanye Presiden Jokowi. 

Ketika saya kontak via saluran komunikasi WhatsApp, Menko Puan mengatakan, “Memang nggak pakai CSR BUMN. Payung hukumnya APBN 2014. Dananya dari APBN 2014. KIS menggantikan istilah JKN, hanya mengganti dan memperluas cakupan dan manfaat JKN. KIP sebelumnya adalah BSM. Begitu singkatnya, tx.”  

JKN adalah Jaminan Kesehatan Nasional yang produk dari berlakunya UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. BSM adalah Bantuan Siswa Miskin yang sudah dijalankan Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. 

Peluncuran ketiga kartu andalan ini dipandang sebagai sinyal kuat bahwa pemerintahan Presiden Jokowi-JK akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). 

Resep Ala JK

“Kalau menaikkan harga BBM, umumkan tengah malam. Pilih hari libur atau akhir pekan. Ini bisa meminimalisir jumlah demonstran.” Resep mujarab ini datang dari Wakil Presiden Jusuf Kalla.  

Ketika Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden JK menaikkan harga BBM pada Maret tahun 2005, Menko Perekonomian Aburizal Bakrie mengumumkannya Jumat malam, berlaku pukul 00:00 WIB. Tak ada demonstrasi dalam jumlah masif. Tidak juga terstruktur dan sistematis.

Pekan sebelumnya, Wapres JK mengundang pemimpin redaksi ke rumah dinas di Jalan Diponegoro. Secara detil, JK menguraikan alasan mengapa harga BBM harus naik. Mengurangi beban subsidi yang harus ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah alasan utama.  

Tanggapan dari media saat itu adalah meminta pemerintah memastikan semua persiapan dilakukan dengan seksama. Ini termasuk program jaminan sosial bagi warga yang terdampak kenaikan harga, sampai data akurat soal orang miskin yang harus dapat bantuan langsung tunai.

Ketika SBY menaikkan harga BBM di tahun 2008, JK diminta nasihatnya. Sejak awal posisi JK atas kenaikan harga BBM untuk menyunat alokasi subsidi dalam bujet sangat jelas: Ia mendukungnya. Saat bertemu dengannya di acara buka puasa bersama di rumah Menteri Perekonomian Chairul Tanjung tahun ini, Pak JK secara tegas mengatakan, “Kenaikan BBM itu wajib. Kalau tidak anggaran jebol.”  

Saat ini masih ada diskusi tiga skenario kenaikan harga BBM. Skenario pertama, kenaikan harga dilakukan sepenuhnya oleh pemerintahan SBY. Skenario kedua, harga BBM naik secara bertahap, 50 persen dilakukan di era SBY, sisanya dilakukan di era pemerintahan Jokowi-JK.  Tentu ada skenario ketiga, yakni kenaikan harga dilakukan sepenuhnya oleh pemerintahan baru, dan dilakukan di bulan November tahun 2014.

Kita tahu, bahwa akhirnya skenario ketiga yang bakal dieksekusi. SBY menolak menaikkan BBM. Dalam wawancara di saluran YouTube Partai Demokrat, ia mengatakan, “Kalau alasan menaikkan BBM untuk kurangi defisit, kan saya sudah menaikkan harga tahun lalu. Tahun ini menaikkan tarif listrik dan gas. Harus diingat bahwa setiap pemerintah menaikkan harga BBM, ada kalangan di DPR, fraksi-fraksi yang secara keras menolak.”

Yang dimaksud SBY adalah fraksi PDI-P yang  melakukan aksi walk-out saat membahas anggaran yang implikasinya menyerahkan harga BBM ke mekanisme pasar. Wawancara lengkap SBY dapat disimak di tautan ini. 

PDI-P pernah menolak kenaikan harga BBM

Menteri Perekonomian Sofyan Djalil memastikan akan menaikkan harga BBM bersubsidi sebelum tahun 2014 berakhir, secepatnya bulan November ini. Foto oleh AFP

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pernah membagi-bagikan buku putih yang isinya menolak kenaikan BBM dan usulan opsi untuk kurangi defisit anggaran. Informasinya dapat dibaca di tautan ini

Menaikkan harga BBM bukan sekedar keputusan ekonomi. Nuansa politik sangat kental. Bahkan konsekuensi keamanan. Ketika Pemerintahan SBY-JK menaikkan harga BBM tahun 2005, disiapkan BLT bagi keluarga miskin dan setengah miskin yang jumlahnya 19,1 juta rumah tangga. Menteri Pendidikan menyiapkan bantuan pendidikan. Menteri Kesehatan menyiapkan bantuan kesehatan.  

Sebuah majalah membuat judul sampul “Selalu Bimbang Ya”, sebagai akronim yang oleh SBY dianggap sebagai olok-olok karena dianggap ragu memutuskan kenaikan BBM. Yang muncul ke publik adalah duet Wapres JK dan Menko Perekonomian Aburizal Bakrie yang mendukung kebijakan kurangi subsidi. 

Kini, JK kembali menjadi wapres. Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan bicara kepada publik memaparkan bahaya jika subsidi BBM terus bebani anggaran. Angka subsidi  selama lima tahun terakhir, kata Jokowi, tercatat Rp 714 triliun.  

“Anggaran kesehatan Rp 202 trilyun. Infrastruktur senilai Rp 577 trilyun. Jadi, masih kalah dengan subsidi BBM,” kata Jokowi.   

Dalam pidato di depan Musyawarah Nasional Alumni Universitas Gadjah Mada, Jokowi menyatakan siap untuk tidak populer dalam keputusan soal mengurangi subsidi. Artinya, dia siap menaikkan harga BBM. Kapan dan berapa kenaikan, ini yang sedang ditunggu publik. Angka yang beredar sekitar Rp 2.000-3.000 per liter.

Menko Perekonomian Sofyan Djalil menyatakan, semua kesiapan kenaikkan BBM sudah dilakukan. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin menyarankan pemerintah sekaligus menaikan Rp 3.000/liter agar tidak perlu menaikkan lagi tahun depan. Menurutnya, sebagaimana dikutip detikcom, kenaikan BBM akan menimbulkan dampak inflasi yang sifatnya sementara, sebesar 1,7 persen. Itu jika kenaikan dilakukan awal November.

Menurut Suryamin, dampak tidak langsung kenaikan BBM menambah inflasi 1-2 persen, akan terjadi secara bertahap dalam 6-7 bulan ke depan. “Misalnya ke sektor transportasi. Naiknya bertahap sehingga menyebar jadi seperenam,” ujar Suryamin.

Wapres JK mengamini keterangan Menko Puan. Dia mengatakan kartu-kartu ini tak berbeda nyata dengan fasilitas jaminan serupa yang sudah ada, termasuk Kartu Jaminan Sehat, yang sudah diatur oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.  

Menko Chairul Tanjung dalam acara pamitan dengan pemimpin redaksi, sehari sebelum pelantikan Presiden Jokowi mengatakan pihaknya sudah menyiapkan semua data dan perangkat lunak untuk mendukung kenaikan BBM. “Sudah beres. Tinggal yang naikin SBY atau Jokowi,” kata CT yang juga pengusaha.

Kalau melihat dukungan data dan kebutuhan mendesak pemerintahan Jokowi untuk merealisasikan pengalihan subsidi ke proyek infrastruktur dan pembangunan bagi orang miskin, jelas kenaikan BBM tidak terelakkan. Yang harus dikelola Jokowi (dan PDI-P) adalah dukungan atas pemerintahannya yang baru berjalan dua bulan dan masih merasakan bulan madu.  

Jokowi punya waktu panjang sebelum Pemilu 2019 untuk menjaga, atau menaikkan kembali popularitas itu jika berhasil mengelola beragam kepentingan, terutama yang datang dari PDI-P dan pendukungnya. —Rappler.com

Uni Lubis, mantan pemimpin redaksi ANTV, nge-blog tentang 100 Hari Pemerintahan Jokowi. Follow Twitter-nya @unilubis dan baca blog pribadinya di unilubis.com.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!