Rakyat garda depan pemberantasan korupsi

Karolyn Sohaga

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Rakyat garda depan pemberantasan korupsi

AFP

KPK berwacana buka cabang di daerah, sebuah langkah besar anti-korupsi sampai ke akarnya. Apa saja tantangannya?

Seluruh dunia telah menyaksikan wujud sejati dari sebuah kekuatan rakyat saat pemilihan presiden Juli lalu berlangsung.

Masih pula terekam di ingatan setiap kita bahwa mungkin tidak ada yang pernah menyangka bahwa calon presiden nomor dua—sekarang Presiden Indonesia—Joko “Jokowi” Widodo mampu mengalahkan seorang calon presiden dari kalangan militer dan memiliki koneksi luas dengan elit atas (yang sama seperti calon-calon presiden sebelumnya). 

Namun Jokowi membuktikan bahwa sebuah “pertarungan” dapat dimulai dari tingkat yang paling bawah. Ia adalah wakil rakyat yang berasal dari rakyat yang mendengarkan rakyat dan bekerja untuk rakyat. 

Begitu juga dengan upaya memerangi korupsi.

Majalah Tempo baru-baru ini melaporkan bahwa jauh di relung-relung negeri kita, “rakyat biasa” telah menjadi “penyidik” korupsi dimana beberapa di antaranya bahkan berhasil menjebloskan pejabat publik ke dalam jeruji sel karena menyalahgunakan jabatannya demi sebuah gratifikasi (baca: keserakahan). 

Nyemas Maisaroh, 31, adalah seorang perempuan yang berhasil menemukan sistem untuk menghindari adanya praktik korupsi di kampungnya, Desa Mempawah Hilir, Kalimantan Barat. Ia menemukan “buku infrastruktur” dimana orang-orang harus menulis secara mendetil setiap pengeluaran untuk pembangunan desa setiap bulannya. Dengan cara ini setiap elemen dari proyek pembangunan di desa tersebut dapat termonitor dengan baik dan masing-masing pribadi menahan diri untuk tidak korupsi.  

”Kekuatan rakyat tidak dapat dipandang enteng lagi oleh pejabat-pejabat gendut berdasi bermobil mewah”

Lain lagi dengan Muhammad Syarif Abadi, direktur dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lampung. Pada tahun 2006, Syarif mencetuskan sebuah ide untuk melatih penduduk lokal agar dapat melek hukum untuk menghindari penyalahgunaan dana desa. Hingga tahun yang lalu, LBH Lampung telah melatih lebih dari 10.000 peserta.

Bahkan salah satu peserta bernama Fajarullah dari Desa Sidomulyo, Kabupaten Mesuji, Lampung, berhasil mengidentifikasi seorang pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi. 

Coba bayangkan jika 10.000 peserta ini dapat melacak kasus korupsi. Tentu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan sangat terbantu dan korupsi di daerah tidak merajalela lagi. Kekuatan rakyat tidak dapat dipandang enteng lagi oleh pejabat-pejabat gendut berdasi bermobil mewah.

Tidak dapat dipungkiri, meskipun telah berhasil menyingkap beberapa kasus gratifikasi berskala besar, lembaga anti-rasuah tersebut ‘dianggap’ terbatas dalam pemantauan hingga ke area terjauh dari khatulistiwa ini. Kesadaran segelintir orang untuk memerangi pejabat yang seringkali menggunakan uang negara untuk kepentingannya semata dapat dimanfaatkan oleh KPK sebagai ‘agen’ untuk mengawasi setiap keganjalan atau indikasi rekening gendut para birokrat daerah.

TERBUKTI BERSALAH. Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dijatuhi hukuman 8 tahun penjara atas tindak pidana korupsi dan pencucian uang (24/9). Foto oleh AFP

Dan seolah menyambut semangat rakyat dalam mengeliminasi korupsi, komisi anti-rasuah itu pun kembali menyodorkan permohonan untuk membuka cabang di daerah seperti Medan, Balikpapan, dan Makassar.

Meskipun sebagai uji coba dengan Medan sebagai kota pertama, namun langkah ini adalah sebuah langkah yang besar yang dibuat oleh KPK, terlepas dari beberapa tantangan yang menghadang di depan mata seperti rekrutmen anggota dan fungsi cabang KPK itu sendiri. Satu lagi, tentu saja jika para pembuat kebijakan meloloskan permohonan ini. 

Terwujud atau tidak pembukaan cabang tersebut, KPK harus menjadi yang terdepan dalam memerangi penjahat kas negara di negeri ini. Meskipun banyak pula upaya yang berniat melemahkan lembaga tersebut, saya berharap KPK dapat terus melangkah dalam menumpas oknum-oknum tidak bertanggungjawab yang memakan uang rakyat. 

Kami sudah terlalu bosan melihat koruptor merajalela dan melambaikan tangan dengan senyum manis ke kamera media. 

Sebab, seperti kue kering yang gosong yang dibiarkan menjamur berhari-hari di toples kaca, tidak ada seorang pun yang menginginkan pejabat berhati gosong untuk memimpin dan menggerogoti fisik dan pikiran seluruh elemen di NKRI ini. —Rappler.com

Karolyn Sohaga adalah seorang aktivis sosial yang memiliki minat pada sastra, isu perempuan, dan hak asasi manusia.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!