Sampai kapan aksi mogok makan dukung PRT berlanjut?

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Sampai kapan aksi mogok makan dukung PRT berlanjut?
Sejumlah aktivis yang mendukung disahkannya RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga melakukan mogok makan tuntut RUU itu disahkan. Pemerintahan Jokowi diharapkan tidak ulangi kegagalan SBY.

Pagi ini saya mendapat kiriman gambar di grup WhatsApp Eisenhower Fellowship. Pengirimnya adalah Tri Mumpuni, Direktur Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA). Puni, yang juga Fellow EF, dikenal sebagai socio-preneur. Dia memfasilitasi membangun listrik tenaga air (micro-hydro), di lebih dari 60 desa. Hari ini, Jumat, 13 Maret, Puni ikut mogok makan mendukung agar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT) segera disahkan.  

“Saya, Tri Mumpuni, IBEKA, Jakarta, tanggal 13 dan 14 Maret 2015 MOGOK MAKAN, mendukung #MOGOKMAKANPRT menuntut (1) Pengesahan RUU Perlindungan PRT dan (2) Ratifikasi KILO 189,” begitu bunyi pesan Puni.

Gerakan mogok makan mendukung dua tuntutan diluncurkan pekan lalu, seiring dengan peringatan Hari Perempuan Sedunia yang jatuh tanggal 8 Maret. Sekitar 100 aktivis melakukan aksi mogok makan secara bergantian sampai tuntutan mereka dipenuhi.

“Hingga saat ini yang telah mendaftar dan menyatakan untuk ikut aksi rally mogok makan ini sudah ada sekitar 125 orang,” kata Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) Lita Anggraini di sela-sela acara Peluncuran Rally 100 Perempuan Mogok Makan untuk Pekerja Rumah Tangga di Gedung Komnas Perempuan, Jakarta, Sabtu pekan lalu, 7 Maret.

KILO 189 adalah Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO), nomor 189 soal Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga, yang lahir 16 Juni 2011. Tahun lalu, dalam laman petisi mendukung KILO 189 dan Pengesahan RUU Perlindungan PRT, para insiator mengingatkan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah berjanji Pemerintah RI akan menjadikan konvensi ini sebagai acuan peraturan perundangan untuk perlindungan PRT di dalam negeri juga perlindungan  PRT Migran.  

Konvensi ini penting untuk menjadi acuan UU Perlindungan PRT dan amandemen UU No. 39 Tahun 2004  Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri atau UU Perlindungan Pekerja Migran yang baru.  

Sampai hari ini, ketika pemerintahan sudah berganti, begitu juga jajaran wakil rakyat di Senayan juga sudah berganti, belum ada titik terang kapan RUU PRT ini akan dibahas secara serius lalu menjadi prioritas legislasi nasional untuk disahkan dan diberlakukan.

Menurut Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran yang menginisiasi pengumpulan petisi di laman change.org, tinggal dua langkah lagi bagi Indonesia, yakni yang pertama, pemerintah dan DPR harus meratifikasi Konvensi Kerja Layak PRT.

Langkah kedua, ratifikasi KILO 189 dijadikan acuan lahirnya UU Perlindungan PRT. Rancangannya sudah ada, yaitu RUU PRT yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2004. Enam tahun kemudian, menjadi RUU PRT menjadi prioritas Prolegnas.   

Bahkan Komisi IX DPR RI periode lalu telah melakukan pembahasan hingga studi banding ke Afrika Selatan dan Argentina pada 27-31 Agustus 2012. 

RUU PRT juga telah diperdengarkan kepada masyarakat (uji publik) pada 27 Februari 2013. Empat bulan kemudian, masuk tahap harmonisasi di Badan Legislatif. Ini artinya sudah ada kemajuan.

Tapi, sampai hari ini, ketika pemerintahan sudah berganti, begitu juga jajaran wakil rakyat di Senayan juga sudah berganti, belum ada titik terang kapan RUU PRT ini akan dibahas secara serius lalu menjadi prioritas legislasi nasional untuk disahkan dan diberlakukan. Kita bisa ikut membaca dan mengisi petisinya di sini

Tri Mumpuni mengatakan, UU PRT penting segera diberlakukan agar perjuangan memperbaiki nasib PRT termasuk pekerja migran mempunyai landasan dan kekuatan. “Tak boleh ada lagi upah rendah, dipotong, ditunda, atau tidak dibayar. Tak boleh ada lagi kerja tanpa cuti, libur atau batas jam kerja layak 12-16 jam/hari yang merusak kesehatan. Tak boleh ada lagi yang tewas dianiaya, diperkosa, atau dibunuh,” kata Puni.   

Perbudakan modern harus dihapuskan 

Demonstrator di depan pengadilan di Hong Kong mendukung buruh migran Indonesia Erwiana Sulistyaningsih pada 10 Februari 2015. Foto oleh Philippe Lopez/AFP

Yani Motik, tokoh pengusaha perempuan mendukung upaya ini. Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia yang juga inisiator Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia ini merasa sangat terbantu oleh sejumlah PRT di rumahnya.

Mereka rata-rata sudah bekerja belasan tahun, sebagian memiliki hubungan kekerabatan diantara mereka. “Ada PRT saya yang ajak keluarga atau tetangganya di kampung untuk ikut bekerja, ya saya tampung,” kata Yani.

Dia mengingatkan, agar pengesahan RUU PRT tidak menjadikan pola hubungan antara pihak yang mempekerjakan dengan PRT menjadi pola yang sepenuhnya berdasarkan ikatan bisnis.

“Di masyarakat Indonesia, banyak yang memiliki pola hubungan yang nuansanya kekeluargaan dengan PRT. RUU ini jika disahkan, saya harap menjadi pengingat pola hubungan itu, bukan malah menghapuskan. Kalau kekeluargaan artinya harus kita perlakukan sebagai keluarga. Ada istirahat, bantuan kesehatan, dan jauh dari penyiksaan,” ujar Yani.

Dalam RUU misalnya, ada kewajiban untuk memberikan libur satu hari dalam sepekan bagi PRT. Lembaga Bantuan Hukum Apik, yang ikut mendukung RUU PRT disahkan membuat daftar pertanyaan yang paling sering ditanyakan terkait RUU PRT, yang bisa kita simak di tautan ini

Awal pekan ini, ketika gerakan mendukung pengesahan RUU PRT diluncurkan, puluhan PRT melakukan aksi jalan menuju kantor DPRD Nusa Tenggara Barat di Mataram.

Dalam aksi tersebut, mereka berharap agar DPRD NTB menyampaikan aspirasi mereka kepada DPR RI. Hal ini dipandang penting karena saat ini banyak terjadi kasus kekerasan terhadap PRT. Menurut data, dari 253,60 juta jiwa penduduk Indonesia sebanyak 16,7 juta penduduk di antaranya bekerja sebagai PRT. Sebanyak 10,7 juta di antaranya di dalam negeri, sementara 6 juta sisanya bekerja di luar negeri. 

Pemerintahan SBY selama 10 tahun gagal memenuhi janjinya mengesahkan RUU PRT menjadi produk legislasi yang berkekuatan hukum untuk diberlakukan. Pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo memasukkan aspek perlindungan warga Indonesia di luar negeri termasuk buruh migran sebagai salah satu prioritas kebijakan luar negeri.  

Yang belum ditunjukkan oleh Jokowi dan wakil rakyat di Senayan adalah bukti tidak mengulangi apa yang menjadi kegagalan pemerintahan SBY. 11 tahun adalah waktu yang cukup lama untuk mengesahkan sebuah UU.  

Saya menunggu 8 perempuan di kabinet Presiden Jokowi dan para politisi perempuan di DPR untuk mengambil inisiatif menjadi motor disahkannya RUU PRT. Anda tidak akan mudah berkegiatan di luar rumah tanpa dukungan PRT, bukan? 

Atau, kita akan melihat aksi #MOGOKMAKANPRT berlanjut. —Rappler.com

Uni Lubis adalah mantan pemimpin redaksi ANTV. Follow Twitter-nya @unilubis dan baca blog pribadinya di unilubis.com.

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!