Radikalisme marak, BNPT desak revisi UU Terorisme

Yuli Saputra, Zulhefi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Radikalisme marak, BNPT desak revisi UU Terorisme

AFP

BNPT ingin memperpanjang masa penahanan tersangka terorisme dari 7 hari menjadi 1 bulan. Apa lagi usulan BNPT terhadap revisi UU Terorisme?

BANDUNG/JAKARTA, Indonesia — Desakan untuk merevisi Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di tengah meningkatnya radikalisme makin menguat. 

“Perlu perbaikan payung hukum untuk menangkal terorisme. Itu kasihan orang harus menunggu bom dulu baru dia bertindak padahal sudah tahu kapan dia mau ngebom,” kata anggota Dewan Pertimbangan Presiden Hasyim Muzadi, Kamis, 9 April 2015. 

Undang-undangnya sebenarnya sudah ada, namun tak cukup memadai untuk mengantisipasi teror. 

 

BNPT kesulitan tangani radikalisme dan ISIS

Undang-undang yang ada tak cukup mengatur berbagai hal terkait radikalisme, seperti penyebaran paham radikal.  

“Iya, seperti mengajak melawan negara, atau mengatakan Pancasila salah, bisa dihukum? Enggak. Atau misalnya latihan militer membawa senjata di sekolah, di pondok pesantren, gak ada yang bisa melarang,” kata Direktur Pembinaan Kemampuan Badan nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Rudy Sufahriadi saat menghadiri Deklarasi Tolak ISIS di Bandung, Kamis, 9 April. 

“Undang-undangnya gak ada. Menanam kebencian pada negara juga gak ada undang-undangnya, gak ada.”

Rudy mengatakan dulu tindakan seperti itu bisa dihukum dengan menggunakan Undang-Undang Subversif yang telah dicabut saat era reformasi. Dia mengakui karena tidak ada payung hukum, BNPT tak bisa berbuat banyak, misalnya terhadap orang-orang yang kembali ke Indonesia setelah berperang di negara lain. 

“Kita hanya bisa ketemu, diskusi sampai gitu aja, akhirnya hanya imbauan,” katanya. 

Ini membuat warga Indonesia yang mengikuti ISIS di luar negeri, tak bisa ditindak sekembalinya ke Indonesia. 

 

BNPT sudah usulkan revisi pada DPR

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Saud Usman Nasution dalam rapat dengan Komisi III DPR, Rabu, 8 April, mengatakan bahwa ada beberapa hal yang belum tercakup dalam UU Terorisme, antara lain:

  • Mengenai pemidanaan terhadap perbuatan yang mendukung tindak pidana terorisme.
  • Perbuatan penyebaran kebencian dan permusuhan.
  • Masuknya seseorang ke dalam organisasi terorisme.
  • Masalah rehabilitasi.

Dalam rapat kerja yang dipimpin Ketua Komisi Hukum Azis Syamsuddin itu, BNPT juga mengusulkan perubahan masa penahanan dari 7 hari menjadi 1 bulan, dan perubahan masa penahanan penyidikan dari 4 bulan menjadi 6 bulan. 

Menurut Saud, selama ini, penyidik tidak memiliki cukup waktu untuk berkomunikasi dengan para tersangka dan mengungkap latar belakang kasus terorisme yang dilakukan oleh mereka. 

“Terorisme sekarang ini merupakan jaringan global. Artinya, butuh waktu untuk melaksanakan sosialisasi untuk bisa berkomunikasi efektif dengan para teroris untuk mengungkap kasusnya secara lengkap,” kata Saud seperti dikutip dari Antara

 

DPR masih menanti naskah akademik dari pemerintah

Ketua Komisi Hukum DPR RI Aziz Syamsuddin mengaku belum menerima naskah akademis usulan perubahan itu dari pemerintah. Menurut Aziz, usulan itu akan ditindaklanjuti jika naskah akademisnya sudah masuk. 

“Kami kan enggak bisa berbuat lebih banyak jika naskah akademik belum masuk,” katanya pada Rappler, Kamis, 9 April. Draf usulan revisi dijadwalkan masuk pada Maret lalu, tapi hingga hari ini belum masuk. 

Dia juga berpendapat sanksi untuk tindak pidana terorisme perlu diperberat. 

“Secara umum perlu, tinggal penerapan perlu tidaknya itu harus dilihat, apakah substansi itu membawa dampak positif yang lebih besar atau tidak,” kata Aziz. 

Anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) Abdul Kadir Karding menyatakan sepakat.

“Pada prinsipnya, dengan semakin luas dan intensifnya gerakan radikal, ekstrem, dan terorisme, maka UU yang ada memang perlu direvisi,” katanya pada Antara. 

Karding pun sepakat ada penambahan waktu penahanan bagi pelaku terorisme untuk memberi keleluasaan aparat keamanan dalam mengungkap kasus dan jaringan pelaku. Namun, untuk lama penahanan yang diusulkan BNPT, menurut Karding perlu didiskusikan lebih lanjut.

“Saya kira perlu (penambahan waktu penahanan) walau tidak terlalu lama, dan yang terpenting pemeriksaan harus lebih transparan,” kata Sekretaris Jenderal DPP PKB itu. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!