Jokowi serukan reformasi PBB dalam pidato KAA

Adelia Putri

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Jokowi serukan reformasi PBB dalam pidato KAA
Salah satu hal utama yang menjadi fokus Indonesia adalah sistem keterwakilan di Dewan Keamanan PBB, di mana hanya Tiongkok yang saat ini menjadi perwakilan Asia.

JAKARTA, Indonesia —  Presiden Joko “Jokowi” Widodo dalam pidato pembukaan peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60 menyinggung pentingnya reformasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Rabu pagi, 22 April, di Jakarta. 

Jokowi membuka Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di KAA dengan beberapa poin kuat, salah satunya mengenai dorongan untuk reformasi PBB.

Ia membeberkan ketimpangan yang dihadapi oleh negara-negara di Asia dan Afrika saat ini. Salah satunya adalah negara-negara maju dan kaya, yang hanya sekitar 20% dari jumlah penduduk dunia, bisa menghabiskan hampir 70% sumber daya alam.

Selain itu, perbedaan kesejahteraan yang semakin jomplang, di mana negara-negara di bagian utara hidup kaya sedangkan 1,2 miliar orang di bagian selatan dunia hidup dengan penghasilan kurang dari 2 dolar AS per hari.

Hal ini, menurut Jokowi, diperparah oleh ketidakberdayaan PBB untuk menyelesaikan ketidakseimbangan global dan membiarkan sekelompok negara kaya mengubah dunia secara sepihak.

Aksi-aksi kekerasan tanpa mandat PBB, seperti kita saksikan, telah menafikan keberadaan badan dunia yang kita miliki bersama itu. Kita, bangsa-bangsa di Asia-Afrika, mendesak reformasi PBB agar berfungsi secara optimal sebagai badan dunia yang utamakan keadilan bagi kita semua, bagi semua bangsa,” seru Jokowi dalam pidatonya.

Tidak ada maksud menentang atau menyinggung

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir menjelaskan bahwa tak ada maksud menentang PBB dari pidato Jokowi tersebut.

“Kalau masalah reformasi PBB, itu kan suatu proses yang telah dilakukan, Indonesia dan hampir seluruh negara merasakan perlunya adanya reformasi di PBB, baik dalam konteks dewan keamanan, maupun dalam keseluruhan. Ini untuk membuat PBB lebih efisien, lebih efektif,” ujar Arrmanatha.

“Itu bukan masalah keras atau tidak keras, tapi masalah posisi kita yang memang menginginkan adanya reformasi di badan-badan internasional dan itu bukan suatu hal yang baru.”

Dorongan reformasi itu, menurut Arrmanatha, memang sudah terdengar di dalam PBB sejak tahun 2000an, dan makin terasa sejak krisis 2008, terutama mengenai Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank).

Reformasi yang dimaksud ada di dalam berbagai bidang, mulai dari tata cara pengambilan suara, hak suara, hingga hak masing-masing negara yang tidak seimbang. Salah satu hal utama yang menjadi fokus Indonesia adalah sistem keterwakilan di Dewan Keamanan PBB.

“Afrika belum terwakili. Asia pun baru hanya Tiongkok, kan? Kita lihat Asia sebagai engine of global growth, sedangkan hanya satu negara yang terwakili untuk anggota Dewan Keamanan. Kita harus ingat, sistem saat ini dibangun pasca-perang dunia II tahun ’45, dan dunia itu sudah berubah pada saat ini,” ujar Arrmanatha.

“(Perubahan) itu sudah (mulai dilakukan), (pidato) ini mendorong agar proses reformasi itu dilakukan lebih cepat lagi,” lanjutnya. 

“Jangan diliat yang negatif ya. Itu suatu dorongan atas reformasi yang telah disepakati oleh 193 negara anggota PBB untuk dipercepat. Saya yakin tidak ada maksud menyinggung negara yang hadir di situ,” pungkasnya.—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!