Bagaimana bertahan setelah keguguran: Cerita 3 wanita

Nuniek Tirta

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Bagaimana bertahan setelah keguguran: Cerita 3 wanita
Cerita 3 wanita yang pernah alami keguguran dan bagaimana mereka bangkit kembali.

Menurut beberapa data statistik, sebanyak 1 dari 5 kehamilan berakhir dengan keguguran. Inilah mengapa kehamilan merupakan momen yang membahagiakan sekaligus mencemaskan. 

Mari kita dengar bagaimana tiga wanita yang pernah keguguran menghadapinya. 

1. Miliki perlindungan finansial

Rina, 36, mengalami keguguran tanpa pernah menyadari bahwa dirinya hamil untuk yang kedua kalinya. Saat itu anaknya masih berusia setahun dan ia masih menyusui eksklusif, sehingga ia tidak menyangka hamil lagi. Ia hanya mengira dirinya sedang mengalami menstruasi biasa, namun terasa janggal karena terjadi kontraksi beberapa menit sekali.

Setelah diperiksa, Rina mengatahui dirinya hamil 2 bulan dan mengalami abortus inkomplit. Artinya, masih ada sisa jaringan tertinggal di dalam uterusnya yang harus dikeluarkan.

“Kantung janinnya sudah pecah, jadi menyebar di rahim dan harus dikuret supaya tidak infeksi atau jadi sel abnormal; calon tumor atau kanker,” kata Rina.

“Biayanya juga hampir sama dengan biaya melahirkan, untung waktu itu ditanggung asuransi kesehatan kantor saya,” katanya.

Pasangan suami-istri sebaiknya mulai menyiapkan anggaran untuk kehamilan dan kelahiran begitu memutuskan untuk mempunyai anak, terutama jika keduanya tidak ditanggung oleh asuransi perusahaan. Anggaran ini harus terpisah dari dana darurat yang sudah dimiliki berdua. 

Bagi yang berniat untuk memiliki asuransi kesehatan individu, ada baiknya memilih yang dilengkapi perlindungan untuk komplikasi saat kehamilan.

2. Tidak menyalahkan diri sendiri

Devina, 26, mengaku sangat terguncang saat mengalami keguguran calon anak pertama yang sudah dinanti-nantikannya selama 2,5 tahun. Saat itu janinnya sudah berusia 3,5 bulan.

Devina bahkan sempat tidak mau menonton TV dan enggan keluar rumah, karena setiap kali melihat anak kecil atau ibu hamil, ia langsung sedih dan bisa menangis.

“Sekitar sebulan saya down, terus-terusan merasa bersalah karena tidak bisa menjaga kandungan. Saya juga ketakutan tidak bisa hamil lagi,” ucap Devina.

Bagi wanita yang mengalami keguguran, perasaan sedih, marah, berduka, bingung dan lelah sering kali bercampur aduk menjadi sesuatu yang bisa berujung pada depresi.

Menurut Devina, yang terpenting dalam proses pemulihan psikis pasca keguguran ialah berhenti menyalahkan diri sendiri. Dalam hal ini, suami dan orang tua Devina juga sangat berperan dengan senantiasa memberikan dukungan moril.

“Saya diingatkan bahwa keguguran bisa dialami siapa saja. Mereka tidak menyalahkan saya, dan saya berhenti menyalahkan diri sendiri,” jelas ibu yang kini tengah menantikan kelahiran putranya dalam beberapa minggu mendatang.

3. Kelilingi diri dengan orang-orang positif

Ketika menghadapi keguguran, istri perlu mengingat bahwa suami juga berduka dengan kehilangan tersebut. Ini saatnya untuk saling terbuka dan mendukung satu sama lain. Hindari orang-orang yang akan membuat Anda mengasihani diri sendiri.

Berbagi cerita dengan mereka yang sudah pernah mengalami keguguran atau menemui konselor juga bisa membantu meringankan beban Anda.

4. Memulihkan kesehatan total

 

Keguguran berulang dialami oleh Wiwiek, 42, selama sepuluh tahun terakhir. Keguguran pertama dialaminya saat ia berusia 29 tahun dan sudah memiliki 2 orang putra. Saat tengah hamil 2 bulan ia mengalami flek, sehingga dokter memberikannya obat penguat kandungan selama sebulan. Namun, flek tersebut semakin banyak dan akhirnya janin tidak dapat dipertahankan sehingga harus dikuret.

Keguguran kedua dan ketiga dialami Wiwiek ketika ia berusia 32 dan 34 tahun; keduanya terjadi saat usia kandungannya memasuki bulan ketiga.

Mengalami tiga kali keguguran tidak membuat Wiwiek kehilangan harapan. Pada usia 39, ia berhasil hamil lagi dan bertekad untuk menjaga sebaik mungkin janin dalam kandungannya, antara lain dengan berkomitmen untuk tidak berhubungan badan selama 5 bulan pertama kehamilan, minum obat penguat kandungan hingga 4 bulan, serta menghentikan semua aktivitas di luar pekerjaannya – termasuk arisan dan acara jalan-jalan. Usahanya tidak sia-sia, karena ia dan suaminya dikarunai anak ketiga yang kini sudah berusia 3 tahun.

“Pemulihan setelah kuret sama seperti setelah melahirkan, perlu istirahat total di rumah selama seminggu. Perlu ada masa nifas 40 hari, tidak boleh capek atau mengangkat yang berat-berat, dan tidak boleh hamil dulu,” Rina menjelaskan.

Siklus menstruasi biasanya akan kembali dalam waktu 4-6 minggu, namun Anda perlu mengembalikan seluruh stamina dan kekuatan tubuh sebelum kembali siap untuk hamil lagi – setidaknya 2-3 bulan. Oleh sebab itu, ada baiknya segera gunakan kontrasepsi setelah keguguran. —Rappler.com

Tips di atas berasal dari LiveOlive, sebuah situs yang membekali perempuan Indonesia dalam hal pengelolaan keuangan pribadi.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!