Kejaksaan yakin proyek mobil listrik Dahlan pakai uang negara

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kejaksaan yakin proyek mobil listrik Dahlan pakai uang negara

GATTA DEWABRATA

Kuasa hukum Dahlan mempertanyakan dugaan korupsi dalam kasus mobil listrik, padahal proyek ini tidak memakai dana APBN melainkan dana CSR.

JAKARTA, Indonesia — Kejaksaan Agung menyebut proyek mobil listrik yang menyeret nama mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menggunakan uang negara. Namun kubu Dahlan menyebut proyek itu memakai dana promosi. 

“(Pakai) uang negara. Uang BUMN kan notabene uang negara,” kata juru bicara Kejaksaan Agung Tony Spontana, Rabu, 17 Juni, pada Rappler di kantornya. 

Pernyataan Tony diperkuat oleh Kepala Sub Direktorat Penyidik Tindak Pidana Korupsi Sarjono Turin. 

Menurutnya, BUMN adalah bagian dari milik negara sesuai Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, maupun No. 17 tahun 2013 tentang keuangan negara. “Definisi kepemilikan negara sudah jelas,” kata Sarjono. 

Uang negara yang dipakai untuk membiayai 16 mobil listrik ini mencapai Rp 32 miliar. Namun belakangan hanya 3 mobil yang berhasil terealisasi.

Kuasa hukum: Mobil listrik pakai duit promosi 

Soal uang negara ini, kuasa hukum Dahlan, Yusril Ihza Mahendra, tidak sepakat.

“Tidak dibiayai negara. BUMN itu didirikan dan dibentuk dengan memisahkan sebagian uang negara. Kalau kemudian itu jadi kekayaan negara yang dipisahkan. Salah kalau Anda menyebut dibiayai negara,” katanya pada awak media. 

Biaya untuk pengadaan mobil listrik itu, menurut Yusril, dicairkan dari dana promosi atau sponsorship. “Dengan biaya sponsorship atau promosi itulah dapat dihimpun dana untuk membiayai mobil listrik,” katanya. 

Pihak sponsor yang setuju membiayai adalah Bank Rakyat Indonesia, Perusahaan Gas Negara, dan PT Pertamina. 

Selanjutnya, proyek mobil listrik itu tidak di bawah penanganan BUMN. Tapi dikelola oleh pembuat mobil PT Sarimas Ahmadi Pratama yang berlokasi di kawasan Cilodong, Depok. 

Perusahaan milik Dasep Ahmadi tersebut ditunjuk langsung oleh tiga perusahaan milik negara yang menjadi sponsor di atas. 

“Tidak ada kontrak dengan BUMN. Kontraknya langsung perusahaan dengan Ahmadi langsung,” kata Yusril. 

Namun proyek mobil tersebut tak berjalan mulus. Pihak yang terkait pun saling menyalahkan. “Ahmadi beralasan ini terjadi karena dana dari perusahaan terlambat terus. Tapi versi perusahaan yang kerja yang terlambat,” katanya. 

Akhirnya Ahmadi menandatangani kontrak baru dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dengan maksud mengembangkan mobil listrik tersebut. Mobil tersebut kemudian diserahkan ke Kemenristek dan dipamerkan di acara Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) pada 2013. 

“Jadi kalau dilihat dari segi ini, pendapat saya sebagai PH Pak Dahlan, unsur korupsinya tidak ada,” kata Yusril. 

Perusahaan BUMN akui pakai dana CSR 

Sementara itu, sejumlah BUMN yang terlibat dalam proyek pengadaan 16 mobil listrik pada era Menteri Dahlan mengaku tidak mengalami kerugian. 

Juru bicara Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan proyek itu didanai dari pos anggaran tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR).

“Dana itu yang dikoordinasi oleh Kementerian BUMN,” katanya pada media.  

Kejaksaan yakin ada unsur korupsi

Tony mempersilakan kuasa hukum Dahlan untuk membela kliennya, tapi ia menegaskan bahwa jaksa dan penyidik yakin bahwa kasus mobil listrik mengandung unsur korupsi. 

“Boleh saja kuasa hukum dan tersangka ngomong sesuka dia,” katanya.

Jaksa Agung Prasetyo juga sependapat dengan Tony. “Biarlah bicara sepuas-puasnya nanti yang bicara bukti dan fakta,” kata Prasetyo.

Saat ini penyidik fokus mendalami sejauh mana peranan dan pelaksanaan tugas dan fungsi Dahlan sebagai Menteri BUMN saat itu di dalam proyek ini.

Hingga saat ini, sudah dua nama yang jadi tersangka setelah penyidik melakukan investigasi selama 3 bulan, terhitung sejak maret 2015. Pertama Direktur Utama PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi. Yang kedua adalah Agus Suherman yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Badan Usaha Milik Negara saat itu. 

Sementara itu status Dahlan hingga hari ini masih menjadi saksi. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!