Satu lagi anak meninggal diduga karena asap di Riau

Denni Risman

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Satu lagi anak meninggal diduga karena asap di Riau
Ramadhani Lutfi Aeril meninggal setelah sesak nafas. Dokter mengatakan ada penyempitan di paru-parunya

 

PEKANBARU, Indonesia (UPDATED)  — Asap kembali meminta korban di Pekanbaru, Riau. Seorang pelajar berusia 9 tahun bernama Ramadhani Lutfi Aeril meninggal dunia setelah sesak nafas diduga karena kabut asap. 

“Dokter menyebutkan anak saya kekurangan oksigen,” kata Ery Wirya, orangtua Lutfi, Rabu, 21 Oktober. “Ada penyempitan di paru-parunya.”

Lutfi dibawa ke rumah sakit oleh orangtuanya karena sesak nafas dan demam, Rabu dini hari. Dokter jaga sempat memberikan oksigen kepada korban. 

“Lutfi tak pernah sakit selama ini. Dia anak yang kuat. Cuma selama dua hari belakangan, dia demam tinggi,” kata Lili, ibunda Lutfi.

Sebelum masuk rumah sakit Selasa malam, Lutfi sempat minta dibelikan nasi goreng.  Hanya baru beberapa suap, dia muntah.

“Dia muntah dan kejang-kejang dan pingsan. Firasat saya sudah tidak enak saat itu. Saya istighfar banyak-banyak,” ujar Lili. “Dia sempat bilang bunda-bunda, terus diam. Demi Allah saya tak kuasa menyaksikannya.”

Murid kelas 3 madrasah negeri di Pekanbaru ini akhirnya meninggal di Rumah Sakit Santa Maria setelah empat jam dirawat, pada Rabu pagi, 21 Oktober. 

“Selama ini anak saya tidak punya penyakit lain. Dia hanya mengeluh sesak nafas sebelum dibawa ke rumah sakit,” kata Ery. 

RS Santa Maria menolak mengonfirmasi bahwa kematian Lutfi bisa jadi dipicu oleh kabut asap. 

“Namun secara garis besar kalau kejang-kejang seperti itu sebenarnya banyak faktor. Bisa jadi kondisi kronis kabut asap bisa jadi pemicunya. Ini perlu dianalisa lagi,” ucap Manajer Pelayanan Medik Santa Maria dokter Yuliarni.

Ramadhani Lutfi diduga adalah korban kelima di Pekanbaru yang meninggal akibat kabut asap yang sudah berlangsung  tiga bulan lamanya. Korban sebelumnya adalah Muhanum Anggriawati, usia 12 tahun, Nafiza 1,9 tahun, Umaryanta, 45 tahun dan Iqbal Ali, 31 tahun.

MASALAH PARU. Orangtua Luti menunjukkan hasil rontgen yang menunjukkan masalah paru-paru anaknya, ditengarai karena kabut asap. Foto oleh Denni Risman/Rappler

Posko bayi dan balita

Seiring dengan bertambahnya korban sakit akibat kabut asap, Pemerintah Kota Pekanbaru, Riau, membuka posko evakuasi bayi dan balita di tiga Puskesmas. 

“Wali Kota Pekanbaru, Firdaus, mengintruksikan Badan Penanggulangan Bencana Daerah membuka posko evakuasi bayi dan balita di Puskesmas rawat Inap Sidomulyo, Puskesmas Rumbai, dan Puskesmas Tenayan Raya,” kata Kepala BPBD Damkar Pekanbaru, Burhan Gurning, di Pekanbaru, Rabu, 21 Oktober. 

Perintah ini diterima Selasa setelah tiga hari berturut-turut indeks standar pencemaran udara (ISPU) berada pada level berbahaya. 

Dibukanya di Puskesmas menurut Gurning, agar lebih memaksimalkan pelayanan dan langsung ke sumber evakuasi. Bisa lebih dekat menyasar bayi dan balita dari keluarga kurang mampu.

Wali Kota Pekanbaru Firdaus mengatakan bahwa selain di tiga Puskesmas itu, ada 17 Puskesmas dan puluhan Puskesmas pembantu (Pustu) yang siap melayani masyarakat yang sakit karena terpapar kabut asap. 

“Bagi keluarga bayi dari keluarga miskin yang ingin dievakuasi cukup melapor ke Puskesmas atau Pustu terdekat, selanjutnya petugas akan menjemput atau mengantar ke Posko evakuasi dengan menggunakan mobil ambulans puskesmas atau mobil tim Satkorlak yang memang sudah dipersiapkan,” kata Firdaus.

KABUT PEKAT. Tugu Zapin di depan kantor gubernur Riau di jalan Sudirman tampak kabur di tengah kabut asap pekat yang menyelimuti provinsi ini pada Rabu, 21 Oktober. Foto oleh Denni Risman/Rappler
foto diambil pukul 11.00 WIB

Kabut asap pekat

Kondisi cuaca di Pekanbaru terus memburuk. Sampai Rabu siang, 21 Oktober, pukul 14.00 WIB, jarak pandang hanya 300 meter. Selain itu, polutan sudah naik mencapai angka 601psi.

Dari situs Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), sejak pagi hingga sore pukul 15.00, partikulat di Pekanbaru terus naik dari angkar 360 psi hingga 600 psi. Status berbahaya pun bertahan dari pagi hingga sore hari.

Seorang warga Jalan Pangeran Hidayat Kecamatan Pekanbaru Kota, Erma, 42 tahun, mengaku tenggorokan cepat kering dan gatal-gatal.

“Kalau banyak berada di luar, nafas mulai sesak. Anak-anak juga sudah mulai batuk-batuk,” kata Erma yang berprofesi jualan makanan di kawasan Pangeran Hidayat.

Kabut asap yang tebal juga telah membuat aktifitas Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru terhenti.

“Sejak pagi tidak ada penerbangan. Jarak pandang terus menurun dari 600 meter hingga 300 meter pada siang,” kata Airport Duty Manager Bandara SSK II, Hasnan.

Menurut Hasnan, sampai pukul 14.00 WIB, dari 78 penerbangan terjadwal, sudah 60 batal. 

“Sisanya 18 penerbangan masih melihat kondisi jarak pandang.”

Dengan ditutupnya Bandara SSK II, berarti sudah tiga hari tidak ada penerbangan di bandara tersebut.

Jumlah titik panas di Sumatera memang masih tinggi. Pada Selasa, 20 Oktober, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Pekanbaru mendeteksi sebanyak 633 titik panas yang tersebar di tujuh provinsi di Sumatera. 

“Titik panas terbanyak terpantau di Sumatera Selatan dengan 462 titik,” kata Kepala BMKG Stasiun Pekanbaru Sugarin di Pekanbaru.

Provinsi dengan titik panas terbanyak lainnya yang terpantau Satelit Terra dan Aqua pada Selasa pukul 05.00 WIB adalah Jambi dengan 70 titik, Lampung 23 titik, Bangka Belitung 28 titik, Bengkulu 19 titik, Riau 25 titik dan Sumatera Barat enam titik.

Di Riau sendiri dari 25 titik panas yang terdeteksi, 22 di antaranya dipastikan titik api yang mengindikasikan adanya kebakaran lahan dan hutan dengan tingkat kepercayaan di atas 70 persen.

“Titik api itu tersebar di Meranti dengan tiga titik, Indragiri Hili 12 titik serta Indragiri Hulu tujuh titik,” jelasnya.

Ratusan titik api yang terdeteksi di Pulau Sumatera mengakibatkan kabut asap tebal masih terus menyelimuti sejumlah wilayah Riau.

Memadamkan kebakaran hutan bukan perkara yang mudah. Upaya berbulan-bulan untuk melakukannya terus menghadapi banyak kendala. 

Rabu pagi, 21 Oktober, dua helikopter yang dioperasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Riau tidak bisa melakukan pengeboman air, karena kabut asap yang pekat. 

“Dua heli kita sudah standby dari pagi tadi namun jarak pandang masih berkisar 500 meter dan tidak memungkinkan untuk terbang,” kata Kepala BPBD Riau Edwar Sanger, Rabu. 

Kedua helikopter itu, kata Edwar baru dapat terbang apabila jarak pandang mencapai 1.500 meter. — Laporan dari Antara/Rappler

 BACA JUGA:

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!