Tenggelamnya Wihan Sejahtera: Terbentur karang atau nakhoda curang?

Amir Tedjo

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Tenggelamnya Wihan Sejahtera: Terbentur karang atau nakhoda curang?

ANTARA FOTO

Ada dugaan sonar bawah laut KM Wihan Sejahtera tak berfungsi, tapi kenapa kapal masih bisa melaut?

SURABAYA, Indonesia — Memakai kemeja putih bergaris-garis coklat yang dipadukan dengan celana jeans warna hitam dan sandal jepit, Asep Hartono memasuki ruang tunggu eksekutif di Terminal Gapura Surya Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. 

Wibawa sebagai seorang nakhoda sebuah kapal besar tak nampak sama sekali. Sikapnya malah lebih mirip seorang terdakwa yang akan memasuki ruang sidang. Apalagi kedatangannya sambil diapit oleh dua orang petugas Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) yang berbadan tegap.

Asep adalah nakhoda kapal motor Wihan Sejahtera yang pada Senin, 16 November lalu, tenggelam di perairan Teluk Lamong. Rabu sore, 18 November, Asep bukan akan menghadapi sidang, namun ia dihadirkan untuk menceritakan kronologi tenggelamnya kapal yang dinakhodainya di hadapan Komisi V DPR RI yang sedang berkunjung.

Di hadapan anggota Komisi V dengan lancar dan detil, Asep bercerita. Kata dia, pagi itu sebelum berangkat dia sudah memeriksa semua dokumen dan menjalankan semua prosedur sebelum kapal berlayar. “Kondisi kapal saat itu sudah siap dan posisi kapal dalam kondisi steady,” ujarnya.

Lalu sekitar pukul 08:36, ia perintahkan kepada anak buah kapal agar menghubungi agen untuk meminta kapal pandu. Tujuannya untuk memandu kapal keluar dari pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. KM Wihan Sejahtera pun akhirnya mulai berlayar. 

Namun sekitar 45 menit berlayar, di sekitar perairan Teluk Lamong, Asep melihat ada kapal lain di depannya. Kapal itu berada tak jauh dari bangkai kapal Tanto Hari yang tenggelam pada 31 Januari 2014 silam.

“Saya melihat ada kapal lain di depan. Sepertinya sedang melakukan aktivitas di area bangkai kapal Tanto, karena ada buih-buih. Saya menduga mungkin ada penyelaman,” ungkapnya.

Teluk Lamong yang masuk dalam Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) memiliki lebar sekitar 150 meter dengan kedalaman sekitar 13 meter. Karena keberadaan kapal itu dan jalur yang sempit, Asep merasa alurnya terganggu.

Ia kemudian coba menghubungi kapal pandu melalui komunikasi radio. Berulang-ulang Asep menghubungi kapal pandu untuk mengonfirmasi keberadaan kapal di depannya itu, namun tak juga mendapatkan jawaban dari kapal pandu.

Di tengah kebingungannya itu, Asep akhirnya memutuskan keluar dari jalur semestinya. Asep khawatir jika tetap melewati jalur biasanya, akan menganggu kapal di depannya yang sedang ada aktivitas. 

Naasnya, keputusan Asep ini salah. Setelah keluar jalur semestinya, sekitar pukul 09:45 dia mendengar sebuah dentuman keras yang kemudian disusul dua dentuman lainnya. Akibat dentuman itu kapal menjadi miring ke kanan sekitar tiga derajat.

“Saat miring itu, saya perintahkan kepada anak buah kapal untuk cikar kanan (istilah nahkoda untuk belok kanan, -red), agar kapal kembali stabil. Namun usaha itu tak membantu,” kata dia. Kapal pun oleng ke kanan dan akhirnya tenggelam.

Asep menduga kapalnya menabrak obyek asing yang belum diketahui, di bawah permukaan air. Obyek asing itu bisa jadi karang atau bangkai kapal. Tabrakan inilah menyebabkan lambung kapal menjadi robek dan akhirnya tenggelam.

Banyak kemungkinan kapal tenggelam

Petugas berperahu motor mencari korban KM Wihan Sejahtera yang tenggelam di perairan dekat Dermaga Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur, 16 November 2015. Foto oleh Didik Suhartono/Antara

Saut Gurning, pengamat maritim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, mengatakan banyak kemungkinan penyebab kapal Wihan Sejahtera tenggelam. “Fakta di lapangan, sebenarnya masih ada 27 bangkai kapal yang belum dibersihkan dari perairan APBS,” ujar Gurning saat dihubungi rappler.

Menurutnya, bangkai-bangkai kapal ini bisa jadi mengganggu alur pelayaran karena menjadi sempit dan membahayakan kapal untuk berlayar. Kata dia, kewajiban pemerintah untuk mengangkat semua bangkai kapal itu agar alur pelayaran aman. 

“Pendapatan Negara Bukan Pajak dari sektor pelabuhan sudah diambil pusat. Jadi sudah sewajarnya jika pusat punya kewajiban untuk membersihkan bangkai-bangkai kapal itu,” kata Gurning.

Tentu saja, kemungkinan ini dibantah oleh Pelindo, selaku pengelola APBS. “Kondisi APBS aman untuk keluar masuk kapal karena alur telah kami dalamkan dengan minus 13 LWS (low water spring) dan kami lebarkan hingga 150 meter sehingga kecil kemungkinan kapal Wihan Sejahtera menabrak bangkai kapal,” kata General Manager PT Pelindo III Cabang Tanjung Perak Eko Harijadi.

Menurut Gurning, menabrak obyek asing di di bawah permukaan air sebenarnya bisa dicegah apabila sonar bawah laut yang wajib dipasang di setiap kapal, berfungsi dengan baik. Sonar ini akan memberikan peringatan kepada nakhoda jika ada obyek asing bawah laut yang membahayakan kapal. 

Lalu pertanyaannya, jika sonar tidak berfungsi semestinya, kenapa kapal Wihan Sejahtera bisa melaut?

“Dalam istilah saya, ada semacam diskresi (pengecualian) yang dilakukan Badan Klasifikasi Indonesia (BKI) dan syahbandar, jika menemukan ada kapal yang tidak laik laut,” ujarnya. BKI adalah sebuah lembaga independen yang mengawasi kelaikan sebuah kapal.

Gurning mengatakan, diskresi ini sengaja diberikan untuk mengejar ketersediaan kapal demi kelancaran arus barang dan penumpang. Karena saat ini jumlah kapal di Indonesia masih dianggap kurang untuk mendukung kelancaran barang dan penumpang. Namun seharusnya, diskresi ini tak mengabaikan faktor keselamatan penumpang.

Fakta paling tampak diskresi itu diberikan bisa dilihat dari proses evakuasi. Saat evakuasi, para penumpang hanya diberikan tali untuk menuruni kapal. Padahal, berdasarkan ketentuan dari International Maritime Organization (IMO), setiap kapal wajib mempunyai evacuation slide layaknya pesawat terbang. Panjangnya disesuaikan dengan ketinggian kapal yang bersangkutan. 

“Ngeri sekali lihat proses evakuasinya. Penumpang hanya diberi tali untuk keluar dari kapal. Bahkan ada yang melompat langsung ke laut,” kata dia.

Praktek curang?

Selain dugaan kapal tenggelam karena menabrak obyek asing, ada juga dugaan karena faktor dari kapalnya sendiri. Dugaan ini berdasarkan data dari Vessel Traffic Control dan keterangan dari petugas pandu dari PT Pelindo III Cabang Tanjung Perak. Kapal Wihan Sejahtera telah miring sejak di depan Terminal Peti Kemas Surabaya (TPS). 

“Pelindo III menduga tenggelamnya KM Wihan murni karena kondisi kapal telah miring sejak awal dan bukan karena menabrak bangkai kapal yang ada di dasar laut,” kata Eko. 

Petugas mengevakuasi korban kapal tenggelam KM Wihan Sejahtera di Mapolair Polda Jatim Surabaya, Jawa Timur, 16 November. Foto olehDidik Suhartono/Antara

Andries Kalumata, seorang nakhoda senior, mengatakan kapal miring tak lama setelah berlayar bisa disebabkan karena sistem keseimbangan kapal (balast) yang sengaja dikosongkan oleh nakhoda kapal. Praktek semacam ini sebenarnya praktek curang nakhoda kapal untuk mengakali agar mendapatkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dari syahbandar, meski kapalnya overload.

Andries menjelaskan, di setiap kapal ada yang disebut sebagai garis draft. Letaknyadi lambung bagian bawah kapal. Garis draft ini secara sederhana bisa dikatakan sebagai garis indikator batas maksimum muatan yang diizinkan diangkut oleh kapal tersebut. Setiap kapal sebelum berangkat, pihak syahbandar sebagai otoritas pelabuhan, akan mengecek garis draft tersebut.  

“Kalau misalnya garis draft itu tenggelam (over draft), biasanya pihak syahbandar akan meminta kru kapal mengurangi muatannya, sampai garis draft itu muncul,” kata Andries.

Namun, bagi nakhoda nakal, over draft itu bisa diakali dengan menguras air dalam sistem keseimbangan kapal. Tujuannya agar kapal mengapung lebih tinggi, sehingga pada saat muatan kapal overload, garis draft akan tetap nampak.

Padahal pengosongan air dalam sistem keseimbangan kapal itu resiko celakanya sangat tinggi. Kapal kena ombak kecil saja bisa langsung oleng karena tak ada sistem keseimbangannya. Biasanya, kata Andries, begitu mendapatkan SPB, sambil berlayar pelan nakhoda akan memerintahkan awak kapal untuk segera mengisi sistem keseimbangan kapalnya. 

“Yang penting SPB sudah keluar, sistem keseimbangan kapal harus diisi kembali. Jangan sampai terlambat. Karena para nakhoda sebenarnya sadar, jika sistem keseimbangan ini sangat vital,” ujar Andries.

Praktek curang semacam ini, sebenarnya bukan tidak diketahui oleh petugas syahbandar. Pengalaman Andries sebagai nakhoda, ada banyak petugas yang sangat detil dalam melakukan pemeriksaan. Mereka tak hanya sekedar melihat garis draft kapal, tapi bahkan sampai sampai pada sistem keseimbangan kapal.  

Andries menambahkan, dengan kemajuan teknologi seperti sekarang ini, tugas nakhoda sudah sangat terbantu sekali. “Ibaratnya, kapal itu berlayar bukan di atas laut tapi di atas selembar peta. Semua kondisi yang ada di laut seperti bangkai kapal atau karang, sudah tergambar di atas peta,” ujar dia.

Tentu saja terlalu dini untuk menyimpulkan penyebab tenggelamnya kapal Wihan Sejahtera. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), selaku pihak yang berwenang untuk melakukan investigasi, masih melakukan tugasnya. 

“Butuh waktu sekitar tiga sampai empat bulan bagi KNKT untuk menghasilkan kesimpulan,” kata Ketua Subkomite Investigasi Kecelakaan Pelayaran Kapten Aldrin Dalimunte. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!