Menlu Retno: Militer Indonesia belum masuk wilayah Filipina

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Menlu Retno: Militer Indonesia belum masuk wilayah Filipina

OIC-ES2016

Indonesia sudah menyiapkan pasukan reaksi cepat di wilayah Tarakan jika dibutuhkan.

JAKARTA, Indonesia – [UPDATED] Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pasukan TNI hingga saat ini belum dapat memasuki wilayah Filipina akibat terbentur dengan konstitusi di negara tersebut.

“Mereka punya konstitusi yang istilahnya begini, saya coba ingat Bahasa Inggrisnya, pelibatan angkatan bersenjata asing di dalam wilayah Filipina diatur oleh sebuah perjanjian. Itu adalah mandat konstitusi mereka yang tak mungkin mereka langgar,” ujar Retno usai menggelar rapat koordinasi di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan di Jakarta pada Senin, 4 April.

Dalam rapat koordinasi tersebut, Retno menjelaskan sudah ada beberapa opsi untuk membebaskan 10 WNI yang kini masih disandera oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina selatan. Pada Sabtu, 2 April, Retno berkunjung ke Filipina untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri Jose Almendras dan Presiden Benigno Aquino.

Ketika itu Retno menyebutkan terus melakukan komunikasi intensif dengan Pemerintah Filipina.

“Saya diutus Presiden berkomunikasi dan sebagainya. Komitmen Pemerintah Filipina sangat jelas dalam rangka membantu pembebasan 10 WNI yang disandera. Kami terus melakukan langkah koordinasi,” kata mantan Duta Besar Indonesia untuk Belanda itu.

Menteri Luar Negeri Filipina, Jose Almendras ketika bertemu dengan Menlu Retno Marsudi pada Jumat, 3 April di Manila untuk membahas mengenai upaya penyelamatan 10 WNI yang tengah disandera kelompok Abu Sayyaf. Foto oleh Kemlu RI

Lalu, apa saja opsi penyelamatan yang dibahas dalam rapat itu? Retno enggan menyampaikan dengan alasan demi menjaga keselamatan 10 WNI yang saat ini masih disandera.

“Tetapi, opsi akan kami kaji terus. Rapat koordinasi ini untuk memilih atau mengelola opsi yang ada,” tutur dia.

Sementara itu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengatakan opsi dialog akan tetap didahulukan untuk bisa menyelamatkan nyawa 10 WNI yang masih disandera. Kendati demikian, Indonesia juga telah menyiapkan pasukan reaksi cepat di Tarakan, Kalimantan Utara.

Bahkan, Jokowi juga mengatakan dirinya terus memantau persiapan pasukan reaksi cepat itu.

“Tapi, untuk masuk ke wilayah negara lain harus ada izin dan memang kemarin dilaporkan dari Menteri Luar Negeri harus ada izinnya dari parlemen. Nah, ini yang masih belum (bisa dilakukan),” ujar Jokowi di stadion Gelora Bung Karno pada Minggu, 4 April.

Dalam rekaman video yang diunggah ke media sosial, kelompok Abu Sayyaf menetapkan tenggat waktu pembayaran uang tebusan bagi ke-10 WNI yakni pada Jumat, 8 April. Abu Sayyaf menuntut uang tebusan sebesar 50 juta Peso atau setara Rp 14,2 miliar.

Perusahaan siap bayar uang tebusan

Sementara, Menteri Koordinator Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Panjaitan mengatakan perusahaan pemilik kapal Brahma 12 dan Anand 12 sudah siap membayar uang tebusan yang diminta sebesar Rp 14,2 miliar. Kendati begitu, belum diperoleh kepastian opsi apa yang akan diambil oleh Pemerintah Indonesia.

“Sekarang yang masih dikerjakan adalah dari perusahaan dengan yang menyandera, mereka (perusahaan) siap membayar itu,” ujar Luhut yang ditemui di kantornya pada hari ini.

Pernyataan Luhut ini, justru bertentangan dengan kalimat Sekretaris Kabinet, Pramono Anung yang sebelumnya menegaskan Pemerintah Indonesia tidak akan tunduk terhadap pihak mana pun dan memenuhi tuntutan kelompok Abu Sayyaf yang meminta uang tebusan.– dengan laporan Antara/Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!