Menteri Perdagangan luncurkan gerakan ‘Bangga Menyeduh Kopi Papua’

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Menteri Perdagangan luncurkan gerakan ‘Bangga Menyeduh Kopi Papua’
Petani perlu mengetahui informasi harga jual kopi agar tidak menjual produknya dengan harga rendah

 

JAKARTA, Indonesia — Setelah sukses mempromosikan kopi Indonesia di tingkat global melalui ajang Specialty Coffee Association of America (SCAA) Expo 2016, Menteri Perdagangan Thomas Lembong  mengajak pemerhati kopi dan masyarakat dunia untuk lebih dekat dengan kopi Papua melalui program “Dengan Bangga Menyeduh Kopi Papua”. 

Peluncuran program “Dengan Bangga Menyeduh Kopi Papua” dilakukan di Kabupaten Dogiyai, Papua, pada Sabtu, 11 Juni, akhir pekan lalu. Peluncuran ini menjadi bagian dari “Gerakan Papua Bekerja dan Unggul” yang merupakan program milik Kelompok Kerja Papua yang mendapat dukungan sepenuhnya oleh Kementerian Perdagangan. 

“Provinsi Papua menyimpan potensi kopi berkelas dunia. Papua menjadi salah satu daerah penghasil kopi di Indonesia yang sangat diminati, selain kopi Gayo, Mandailing, Jawa, Toraja, Sumatra, dan Sulawesi,”kata Tom Lembong. 

(BACA: Indonesia promosikan 17 kopi terbaik di ajang SCAA di Atlanta) 

Dinas Perkebunan Provinsi Papua mencatat terdapat 16 petani kopi di Papua yang tersebar di Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Pegunungan Bintang, dan Kabupaten Dogiyai. 

Sejumlah pemerhati kopi di Jakarta turut serta dalam kampanye ini. Bersama pemerintah pusat, mereka diajak memberikan edukasi mengenai teknik budi daya, pengolahan pasca panen, dan pemasaran

“Kegiatan pemberdayaan dan edukasi ini bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan petani agar lebih optimal. Kita tahu bahwa konsumen rela membayar mahal untuk kopi yang nikmat, namun sayangnya petani kurang mengetahui harga jual kopi di pasaran,”kata Tom. 

Kabupaten Dogiyai memiliki 10 kecamatan yang keseluruhannya menyimpan potensi kopi, namun belum maksimal produksinya. Saat ini, proses pengolahan kopi di Dogiyai masih tradisional. Mesin-mesin seperti mesin penumbuk yang digunakan pun masih sisa peninggalan Belanda dan belum ada peremajaan. Proses penjemuran dan pengupasan kulit masih manual, serta kopi disangrai dengan kompor dan ditumbuk. 

Perkebunan kopi di Kabupaten Dogiyai merupakan perkebunan peninggalan misionaris Belanda di tahun 1890-an. Pada era tersebut, sebagian besar masyarakat Dogiyai adalah petani kopi. Seiring perubahan zaman, masyarakat mulai jarang menanam kopi dan beralih profesi menjadi buruh bangunan untuk mendapatkan uang lebih cepat. 

Edukasi petani kopi penting

Petani menjemur biji kopi arabika yang dijual seharga Rp 20 ribu per kilogram dan diekspor ke sejumlah negara seperti Amerika Serikat dan Australia. Foto oleh Ivan Pramana Putra/Antara

Kepala Pusat Penanganan Isu Strategis Kemendag, Ni Made Ayu Marthini, menggarisbawahi pentingnya edukasi dan dukungan sarana dan prasarana bagi petani kopi.  

“Para petani kopi di Indonesia juga harus mengetahui harga kopi di pasaran agar nilai jualnya tinggi sehingga petani dapat lebih sejahtera,” kata Made. 

Menurutnya, banyak petani kopi lokal yang tidak mengetahui harga jual kopi di pasaran. Harga coffee cherries-nya jarang dibicarakan, padahal banyak petani yang dibayar dalam bentuk buah cherries untuk produk kopinya. 

Selain itu, petani juga seharusnya mengetahui bahwa rasio yang dihasilkan pemrosesan coffee cherries menjadi green beans adalah 7 banding 1. Artinya, 7 kilogram coffee cherries setelah diproses hanya bisa menghasilkan 1 kilogram coffee green beans

Harga buah (coffee cherries) dan biji kopi yang dijual oleh para petani kopi saat ini terbilang masih rendah. 

Made mencontohkan, di Kabupaten Dogiyai, para petani tidak menjual kopi dalam bentuk cherries atau buah. Kopi yang dijual yaitu dalam bentuk biji yang sudah disangrai atau bubuk dengan harga Rp 30.000-35.000 per kilogram. 

Sedangkan ada petani di Jawa Barat yang menjual coffee cherries hasil panennya seharga Rp 7.000-8.000 per kilogram, atau di bagian Jawa lainnya ada yang menjual coffee cherries hasil panennya Rp 6.000-8.000 per kilogram.

“Sudah sepantasnya petani kopi memperoleh harga yang lebih tinggi untuk memberi nilai ekonomi yang baik bagi petani,” kata Made. 

Kabupaten Dogiyai juga memiliki lima Usaha Kecil dan Menengah kopi yang salah satunya dibina Pastor Gereja. 

Selain kebun peninggalan Belanda, di Kabupaten Dogiyai juga terdapat kebun kopi SMP Yayasan Pendidikan Persekolahan Katolik (YPPK) seluas 1 hektare. Sekolah ini menyelipkan pendidikan mengenai kopi pada kurikulum ajarnya sehingga murid-murid diajarkan memetik dan mengolah kopi di sekolah. 

“Kami mengharapkan, kopi Papua bisa menembus pasar ekspor dalam tiga tahun ke depan dan dapat disajikan pada Pekan Olahraga Nasional (PON) di Papua tahun 2020,” kata Made. –Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!