Latin America

AJI kecam tindak pemukulan yang dilakukan FPI kepada jurnalis saat meliput

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

AJI kecam tindak pemukulan yang dilakukan FPI kepada jurnalis saat meliput
Jika keberatan terhadap satu pemberitaan, AJI menyerukan agar pihak-pihak itu menempuh mekanisme yang beradab melalui hak jawab

JAKARTA, Indonesia – Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jakarta mengecam keras aksi pemukulan yang diduga dilakukan oleh anggota Front Pembela Islam (FPI) kepada Reja Hidayat, jurnalis Tirto.id pada Rabu, 30 November. Pemukulan terjadi ketika Reja tengah bertugas meliput rapat persiapan aksi 2 Desember di markas FPI di area Petamburan, Jakarta Barat.

Saat itu, Reja juga berniat untuk mewawancarai pemimpin FPI, Rizieq Shihab. Namun, dia tidak diizinkan masuk sehingga hanya bisa berdiri di depan gerbang sambil mencari informasi.

“Usai salat ashar berjemaah, Reja tiba-tiba disambangi oleh seorang laki-laki berseragam Laskar FPI. Lelaki itu menanyakan asal media tempat Reja bekerja,” ujar Koordinator Divisi Advokasi AJI Jakarta, Erick Tanjung melalui keterangan tertulis pada Kamis, 1 Desember.

Lalu, pris itu menghardik Reja untuk menghapus seluruh hasil reportase. Karena Reja belum menulis apa pun, maka dia menjawab tidak ada yang bisa dihapus.

Jawaban itu, kata Erick, rupanya membuat anggota FPI itu marah. Dia kemudian memukuli bahu Reja.

“Reja kemudian diorong masuk ke dalam salah satu rumah di dekat markas FPI. Di sana, laskar FPI itu memukul kepala bagian belakang Reja sambil menghardik untuk menghapus semua laporan liputan,” katanya.

Reja sekali lagi menjawab “tidak ada berita yang ditulis”. Alhasil, wajah Reja ditampar oleh anggota FPI yang semakin marah. Dia kemudian mengusir Reja dari rumah itu. Reja pun ketakutan dan meninggalkan markas FPI.

Di ujung gang, Reja bertemu dengan dua jurnalis lainnya yang bekerja untuk media Gatra dan JPNN. Anggota FPI itu juga mengusir kedua jurnalis itu, agar menjauh dari markas FPI.

Erick menilai apa yang diduga dilakukan oleh anggota FPI itu sudah masuk ke dalam kategori pidana. Seharusnya, pelaku diproses hukum oleh otoritas berwenang.

“Pelaku bisa dijerat dengan Pasal 18 Undang-Undang Pers. Pasal ini dengan jelas menyatakan siapa pun yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat atau menghalang-halangi kemerdekaan pers dan kerja-kerja jurnalistik, maka diancam hukuman dua tahun penjara atau denda Rp 500 juta,” kata Erick.

AJI Jakarta juga menyerukan agar kepolisian segera memproses kasus pemukulan tersebut.

Bukan kasus pertama

Aksi pemukukan yang dilakukan FPI kepada jurnalis bukan peristiwa baru. Saat mereka ikut dalam aksi Bela Islam jilid 2 tanggal 4 November lalu, sejumlah demonstran memukul, mengintimidasi, menghapus gambar dan merampas kartu memori milik jurnalis Kompas TV, Muhammad Guntur yang tengah meliput di dekat Istana Negara. Di saat yang bersamaan di lokasi yang berbeda, seorang jurnalis perempuan dari kompas.com juga diintimidasi saat dia tengah meliput di aksi serupa.

Kasus itu sudah dilaporkan ke kepolisian, namun hingga saat ini polisi belum menetapkan tersangka. Bahkan, belum ada proses hukum lanjutan setelah pelapor diperiksa.

Menjelang aksi 2 Desember, AJI Jakarta mengimbau kepada seluruh lapisan untuk menghormati kebebasan pers dan jurnalis.

“AJI meminta peserta aksi 212 tidak menghalangi dan mengintimidasi jurnalis dari media mana pun yang meliput aksi besok karena kegiatan jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang,” kata Erick lagi.

Bila memang ada keberatan dalam pemberitaan yang dimuat, maka mereka bisa menempuh mekanisme yang beradab melalui hak jawab. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!