Filipino bands

Charlie Hebdo dan mimpi kebebasan yang dibunuh

Arman Dhani

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Charlie Hebdo dan mimpi kebebasan yang dibunuh

ANDY RAIN

Charlie Hebdo boleh jadi sedang mempertahankan kebebasan berekspresi, tapi kebebasan itu mesti dibayar sangat mahal.

 

Apa yang dilakukan Charlie Hebdo kepada Nabi Muhammad bukanlah hal baru. Perkara membuat hal-hal satire terhadap keyakinan orang lain, Prancis telah lama melakukan itu. Tidak hanya pada Islam, tapi juga seluruh agama samawi yang ada di dunia.

Jauh sebelumnya, filsuf Prancis, Voltaire, telah membuat naskah satire drama lima babak berjudul Mahomet. Naskah ini ia susun pada 1736, dibuat Voltaire sebagai kritik terhadap kaum fundamentalis yang anti kritik dan memelihara kebencian.

“Written in opposition to the founder of a false and barbarous sect to whom could I with more propriety inscribe a satire on the cruelty and errors of a false prophet,” kata Voltaire.

Satire dan kebebasan berekspresi di Prancis telah ada jauh sebelum Negara Islam, atau ISIS, muncul. Bagi orang-orang Prancis, kebebasan berpendapat dan berekspresi adalah yang membuat Prancis menjadi Prancis. Sebuah kebanggaan karena mereka bisa mentolerir setiap kritik, dan menertawakan satire terhadap diri mereka sendiri. Satire ini pula yang membuat 12 orang tewas terbunuh dalam insiden yang dilakukan kelompok fundamentalis pada tabloid Charlie Hebdo.

Penyerangan itu menewaskan Stéphane Charbonnier (“Charb”), pemimpin redaksi Charlie Hebdo, juga Jean Cabut, Bernard Velhac, Georges Wolinski — ketiganya adalah kartunis di Charlie Hebdo — dan Bernard Maris, penulis Charlie Hebdo. Menariknya dalam insiden itu pula, terdapat satu petugas kepolisian yang diduga Muslim bernama Ahmed Merabet, yang ikut tewas dalam penyerangan tersebut.

Penerbit dan pemimpin redaksi tabloid Charlie Hebdo, Stephane Charbonnier, berpose di depan karya komiknya di Paris, pada 27 Desember 2012. Charbonnier tewas pada 7 Januari 2015 saat kantornya diserang. Foto oleh AFP

Tapi siapakah sebenarnya Charlie Hebdo itu? Charlie Hebdo adalah sebuah tabloid satire yang terbit setiap hari Rabu. Berdiri pada 1969, tabloid ini pernah berhenti terbit antara 1981 sampai 1992. Charlie Hebdo dikenal sebagai tabloid yang memiliki gambar-gambar provokatif yang menyerang segala bentuk otoritas, baik politisi, agama, sampai dengan militer.

Pada edisi Desember ke-20, Charlie Hebdo pernah membuat kartun yang menggambarkan Bunda Maria melahirkan Yesus berwajah babi.

Secara ideologis, Charlie Hebdo adalah media kiri dengan tendensi ateisme. Agama adalah salah satu target provokasinya yang paling sering dipilih.

Apakah tabloid ini anti islam? Tentu saja tidak, pada edisi Desember ke 20, Charlie Hebdo pernah memuat kartun yang menggambarkan Bunda Maria melahirkan Yesus berwajah babi. Juga pada Shoah (holocaust) Hebdo, ketika majalah ini menghina kaum Yahudi karena membiarkan Palestina dibantai. Sesuatu yang mustahil dituliskan Republika.

Pertikaian paling penting yang memulai kebencian kaum Muslim dengan tabloid ini adalah ketika pada 2005, Jyllands-Posten, sebuah majalah di Denmark memuat gambar karikatur  Nabi Muhammad. Setahun kemudian Charlie Hebdo memuat ulang gambar itu, serta karikatur yang menggambarkan Nabi Muhammad menangis dengan tulisan “Sulit sekali dicintai oleh orang idiot”. Gambar ini dianggap menghina Nabi Muhammad. Protes resmi lantas dilayangkan oleh Masjid Agung Paris dan persatuan organisasi-organisasi Islam di Prancis, tapi pengadilan tinggi Prancis membebaskan Charlie Hebdo.

Banyak intelektual Muslim dan pemuka agama Islam di dunia mengecam tindakan ini. Mereka menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh kelompok ekstremis ini bukanlah Islam. Namun Azis Anwar Fachrudin, intelektual Muslim muda Indonesia, sedikit memberikan pandangan berbeda. Menurut Azis akar kekerasan terkait penghinaan kepada Nabi Muhammad memiliki dasar yang kuat dalam Islam.

Ibn Taimiyah pernah menulis kitab berjudul “as-Sharim al-Maslul ‘ala Syatim ar-Rasul” yang kira kira artinya Pedang Terhunus bagi Penghina Rasul.

Azis mengatakan ada banyak contoh perihal hukum yang melandasi pembunuhan orang yang menghina nabi. Salah satunya adalah peristiwa Ka’ab bin Al Asyraf. Namun ia menekankan perlunya kajian yang mendalam. “Tak bisa ditutup-tutupi, bahwa dalam khazanah Islam klasik terdapat ketentuan hukuman bunuh bagi penghina Nabi,” katanya.

Tapi apakah itu satu-satunya jalan? Dalam kisah klasik Nabi Muhammad diceritakan selalu memberikan makan Yahudi buta yang tiap hari menghinanya. Si Yahudi ini menyebut Nabi sebagai penyihir dan tukang bohong. Nabi tidak tersinggung, malah menyuapi si Yahudi sampai akhirnya sang Nabi meninggal. Ketika peran Nabi digantikan oleh Abu Bakar, si Yahudi menyadari perubahan itu dan kita tahu akhir kisah ini, si Yahudi masuk Islam.

Menariknya adalah, Charlie Hebdo bukan sebuah tabloid yang suci-suci amat. Pada tahun 2000, salah satu jurnalis Charlie Hebdo, Mona Chollet, dipecat karena melayangkan protes keras kepada Philippe Val, editor tabloid itu. Mona protes karena salah Charlie Hebdo menuliskan orang Palestina sebagai orang barbar. Mona menganggap Val abai terhadap fakta bahwa Palestina adalah warga berdaulat yang sedang mengalami perang.

Mona Chollet jelas bukan orang yang pertama dipecat oleh Val. Sebelumnya, kolumnis Charlie Hebdo Philippe Corcuff juga dipecat karena melakukan protes. Dalam surat yang ia tulis pada 3 Desember 2004, beberapa tahun setelah ia keluar, Corcuff menyatakan bahwa ia tidak setuju kebijakan redaksi Charlie Hebdo yang abai terhadap Islam sebagai agama, Islam sebagai gerakan politik, dan Islam sebagai alasan fundamentalisme.

Sekelompok Islamis melaporkan kartun yang diterbitkan Jakarta Post ke Polisi karena dinilai menghina Islam. Screen shot dari Republika.co.id

Di Indonesia sendiri pasal penistaan agama sudah banyak memakan korban. Ahmadiyah dan Syiah adalah contoh terbaru bagaimana aturan ini digunakan kelompok fundamentalis untuk membunuh dan mengusir. Tapi terkait penghinaan Nabi Muhammad, Indonesia memiliki catatan sejarahnya sendiri.

Majalah Sastra edisi Agustus 1968, sastra Indonesia diguncang dengan penerbitan cerpen profetik yang membikin berang umat Muslim. Cerpen panjang berjudul Langit Makin Mendung bercerita tentang turunnya Nabi Muhammad ke bumi. Dalam kisah itu ada penyosokan Tuhan dan dialog yang dianggap menistakan agama Islam. Kipandjikusmin, hingga hari ini identitasnya masih tidak jelas.

Agustus 1968, sastra Indonesia diguncang dengan penerbitan cerpen profetik yang membikin berang umat Muslim. Cerpen panjang berjudul ‘Langit Makin Mendung’ bercerita tentang turunnya Nabi Muhammad ke bumi.

Lebih dari itu fragmen cerita yang menggambarkan pemuka agama sebagai sosok gila harta dan memuliakan petani komunis yang baik hati. Cerpen ini, pada zamannya, dianggap berusaha mengembalikan paham politik yang dianggap sesat itu. HB Jassin, penanggung jawab majalah Sastra, lantas dijatuhkan hukuman percobaan selama satu tahun karena menolak menyebutkan identitas si penulis.

Kasus terbaru adalah saat pemimpin redaksi Jakarta Post Meidyatama Suryodiningrat dijadikan tersangka dalam kasus penistaan agama. Jakarta Post pada 3 Juli 2014 memuat karikatur ISIS yang dianggap melecehkan umat Islam. Kita tahu ISIS tidak merepresentasikan Islam, dan mengkritik ISIS tidak sama dengan mengkritik Islam. Tapi tentu saja tidak semua orang bisa berpikir demikian.

Charlie Hebdo boleh jadi sedang mempertahankan kebebasan berekspresi, tapi kebebasan itu mesti dibayar sangat mahal. Pada 2006 ketika mereka menyebarkan karikatur Nabi Muhammad, kerusuhan di kalangan umat Muslim merebak. 100 orang tewas, sebagian besar Muslim, di Nigeria karena kebencian sektarian.

Apakah itu harga yang pantas untuk sebuah kebebasan? Ataukah ada cara yang lebih bijak dalam mengemukakan pendapat?

Namun pada akhirnya perlukah kita membunuh untuk menunjukan bahwa kita benar? —Rappler.com

Arman Dhani adalah seorang penulis lepas. Tulisannya bergaya satire penuh sindiran. Ia saat ini aktif menulis di blognya www.kandhani.net. Follow Twitternya, @Arman_Dhani.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!