Efek kasus iPhone Lazada, penanggungjawab perdagangan elektronik belum jelas

Haryo Wisanggeni

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Efek kasus iPhone Lazada, penanggungjawab perdagangan elektronik belum jelas
Siapa yang harus disalahkan bila kasus seperti ini terjadi?

JAKARTA, Indonesia — Netizen Indonesia dihebohkan oleh seorang pengguna Twitter yang membeli iPhone di toko online Lazada, tapi menerima sabun di dalam paketnya.

Melalui akun Twitter-nya, Danis Darusman merekam kejadian tersebut saat ia membongkar dus pesanannya awal pekan ini. Belakangan diketahui oleh pengguna forum Kaskus bahwa Danis adalah seorang merchandise manager di Elevenia, sebuah situs perdagangan elektronik pesaing Lazada.

Kamu bisa tonton videonya di jejaring media sosial Path di sini.

 

Tapi siapa yang harus disalahkan bila kasus seperti ini terjadi?  

 

Merujuk pada draf Rancangan Peraturan Perundang-Undangan (RPP) Perdagangan Elektronik yang tengah dipersiapkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag), jawabannya belum jelas. 

(BACA: RPP e-commerce akan dorong bisnis online ke media sosial)

“Dalam matrix RPP saat ini belum ada kejelasan mengenai perbatasan tanggung jawab bila ada dispute dalam delivery barang. Hanya disebutkan para pelaku usaha harus bertanggungjawab,” kata Wakil Ketua Umum bidang kebijakan publik Asosiasi Perdagangan Elektronik Indonesia (idEA) Budi Gandasoebrata, Rabu, 2 Juni.

“Pertanyaannya sekarang siapa itu para pelaku usaha? Kan ada Penyelenggara Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PTPMSE), perantara, dan pedagangnya sendiri,” kata Budi.

Keberatan idEA yang lain

Selain persoalan belum jelasnya pembagian tanggung jawab bila terjadi perselisihan dalam proses transaksi, terdapat 4 substansi lain dalam RPP Perdagangan Elektronik yang menurut idEA harus dievaluasi dan diperjelas, yaitu: 

1. Kesetaraan dalam proses law enforcement (penegakan hukum)

Menurut idEA, jika RPP Perdagangan Elektronik ini nantinya sah dan berlaku, harus ada upaya dari pemerintah untuk memberlakukannya bagi pelaku usaha perdagangan elektronik yang berkedudukan di luar negeri. Jika tidak, kompetisi pasar perdagangan elektronik di Indonesia akan menjadi tidak adil.

2. Kewajiban KYC yang rumit yang bisa menghambat perkembangan pasar

Kewajiban memiliki, mencantumkan, dan menyampaikan identitas subyek hukum (KTP, izin usaha, dan nomor SK Pengesahan Badan Hukum) atau dikenal dengan Know Your Customer (KYC) dinilai akan mempersulit pelaku usaha mikro dan kecil di sektor informal untuk masuk ke platform perdagangan elektronik dan pada akhirnya menghambat pertumbuhan industri.

3. Perizinan berlapis

idEA juga menyoroti berlapisnya proses perizinan bagi pelaku usaha perdagangan elektronik yang meliputi tanda daftar khusus hingga sertifikat keandalan. Hal ini lagi-lagi dinilai berpotensi menghambat pertumbuhan industri. 

4. Pertentangan dengan peraturan hukum lain: 

idEA melihat terdapat pertentangan antara sejumlah poin dalam RPP dengan peraturan hukum lain yang saat ini telah berlaku misalnya dalam hal penyelesaian sengketa. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!