Pemerintah terbitkan sertifikat tanah untuk PKL, efektifkah?

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pemerintah terbitkan sertifikat tanah untuk PKL, efektifkah?
Perbankan diminta untuk mengubah cara pandangnya tentang PKL

 

JAKARTA, Indonesia—Pemerintah Indonesia baru saja meluncurkan paket kebijakan ekonomi ke-tujuh, Jumat, 4 Desember. Paket ini dibagi dalam dua pendekatan. 

Pertama dan kedua, berkaitan dengan industri padat karya. Ketiga terkait masalah agraria tentang percepatan kemudahan dalam penerbitan sertifikat tanah, terutama untuk Pedagang Kaki Lima (PKL).

Sertifikat tanah PKL untuk agunan

Poin mengenai sertifikat Hak Guna Banguna (HGB) ini sebelumnya sudah dikemukakan oleh Menteri Perdagangan Tom Lembong saat acara Ngobrol di Pasar bersama Rappler pada Jumat, 16 Oktober lalu. 

Tom mengungkap dalam rapat kabinet sebelum paket kebijakan jilid 4 diumumkan, Menteri Keuangan Darmin Nasution mengatakan saat ini pelaku UKM kesulitan mendapatkan kredit karena kredit risikonya yang tinggi. UKM juga tak punya agunan resmi untuk dijaminkan.

Kemudian jajaran menteri menggagas pemberian agunan berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan pada UKM agar bisa mendapatkan kredit dengan mudah di bank.

Apa alasan pemerintah mengeluarkan HGB untuk PKL? “Kredit UKM itu memang kecil, debitur pertama, tapi seiring dengan waktu dia bisa pinjam lebih banyak. Bukan kuantitasnya tapi keterampilannya,” kata Tom.

(Baca selengkapnya: 3 Poin penting ngobrol di Pasar Santa bersama Menteri Perdagangan

Pemerintah yakin dengan kemampuan dan keuletan UKM, sehingga perlu diberi kepercayaan untuk memperoleh kredit di bank lewat sertifikat HGB. 

Dalam konferensi pers di Istana Negara kemarin, Menteri Darmin kembali menjelaskan tentang penerbitan sertifikat tanah untuk PKL ini lebih teknis.

“Ini akan dimulai nanti dari yang paling sederhana, pedagang kaki lima, baru kemudian petani dan sebagainya. Kementerian Agraria akan mencetak juru-juru ukur dan asisten juru ukur,” katanya.  

Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan menimpali, “Seluruh PKL yang ada di kawasan penataan Pemda, setelah keluar izin penempatan, kami datang,” katanya.

“Setelah izin dikeluar untuk kiosnya dan kita keluarkan sertifikat hak gunan bangunan yang bisa dijadikan agunan untuk Kredit Usaha Rakyat masuk ke sana,” katanya lagi. 

Ferry menyebutnya dengan pendayagunaan tanah negara untuk PKL. 

Tapi benarkah ini efektif? 

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution saat memberikan pernyataan pers paket kebijakan ekonomi jilid dua di Istana Negara, 29 September 2015. Foto dari setkab.go.id

Direktur eksekutif The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan penerbitan sertifikasi tanah untuk PKL memang dapat membantu dalam mengakses pembiayaan di bank.

Tapi apakah perbankan siap untuk menerima PKL dan mengubah cara berpandang dalam pembiayaan perbankan untuk usaha mikro?

Selama ini, kata Enny, perbankan terikat dengan prinsip prudential atau kehati-hatian dalam memberikan kredit usaha mikro pada PKL.  

Untuk menengahi, Enny mengusulkan agar perbankan punya sebuah alat yang mengukur faktor risiko pemberian kredit pada PKL selain agunan berupa sertifikat tanah. Misalkan kemampuan mereka dalam usaha. 

“Karena kalau sekedar punya agunan (sertifikat tanah) tapi tidak punya usaha yang produktif dan kemudian dibiayai kan percuma,” katanya pada Rappler, Sabtu, 5 Desember. 

Perbankan, katanya, harus memikirkan pendekatan lainnya yang lebih memungkinkan mereka benar-benar melihat kemampuan usaha PKL. 

Bagaimana caranya? Libatkan kepala daerah. Misal melalui PT Penjaminan Kredit di daerah, tanggung renteng, atau ada instansi di pemerintah daerah yang ikut membina PKL. “Perlu didukung Pemda, Dinas,” katanya. 

Bank-bank bisa bekerja sama dengan lembaga-lembaga di tingkat lokal tersebut untuk memantau dan memberi penilaian yang lebih menyeluruh, bukan hanya agunan sertifikasi tanah, pada PKL. 

“Misalnya kepala desa bisa menjamin bahwa mereka punya usaha yang merupakan salah satu bentuk kata dari agunan,” katanya. 

Selama ini, kata dia, baru Bank Rakyat Indonesia yang notabene memang fokus pada kredit Unit Usaha Kecil dan Mikro (UMKM). 

Pengamat Ekonomi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam juga mengapresiasi langkah pemerintah. Tapi kendalanya, sama dengan Enny, cara pandang perbankan yang harus diubah tentang agunan.

Sertifikasi tanah memang bisa jadi agunan, tapi produktifitas PKL juga penting untuk menjadi bagan pertimbangan.  

“Tapi mereka juga terbentur dari micro prudential (prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit mikro) dari Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia,” kata Latif. Karena itu, “Harus diikuti pelonggaran atau apapun namanya dari OJK dan BI,” katanya.

Efektifitas dari penerbitan sertifikat ini, kata Enny maupun Latif, tergantung baik pada pemerintahan daerah atau otoritas keuangan di pusat.—Rappler.com

BACA JUGA

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!