Tukang parkir lulusan SD dirikan sekolah gratis buat yang tak mampu

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Tukang parkir lulusan SD dirikan sekolah gratis buat yang tak mampu
“Niatnya beribadah. Sebelum meninggal ada kebaikan yang ditinggalkan untuk keluarga maupun orang lain."

 

BANDUNG, Indonesia — Lantunan ayat suci Al Quran mengalun di sebuah rumah kecil di Kampung Babakan Loa, Desa Rancaekek Kulon Kecamatan Rancakek Kabupaten Bandung, Minggu 13 September 2015, selepas Maghrib.

Seorang lelaki dewasa tampak memimpin pengajian yang diikuti sekitar 20 orang anak. Undang Suryaman, dikenal dengan nama Jack, adalah tukang parkir di Universitas Padjajaran, Jatinangor, Sumedang. 

Kepeduliannya pada anak-anak membuat dia membanting setir, mendirikan taman kanak-kanak yang gratis bagi mayoritas murid yang datang dari keluarga tidak mampu. Yang mampu saja yang diharapkan membayar. 

“Awalnya saya prihatin dengan kondisi di lingkungan sekitar saya.  Lingkungan saya banyak orang yang gak bisa membiayai anaknya sekolah,” kata Jack pada Rappler.

“Karena di sini kebanyakan keluarga tidak mampu, ada yang pedagang keliling, buruh harian. Mereka pengen anaknya sekolah TK tapi enggak ada biaya karena biayanya lebih gede dari SMP. Saya jadi teringat sama nasib saya dulu yang gak bisa melanjutkan sekolah karena masalah biaya.”

Jack, yang hanya lulus sekolah dasar, mendirikan TK Raudlatul Jannah pada 2011. Ia dibantu istrinya, Yani Novitasari, yang pernah menjadi guru TK. 

Saat itu, Jack memanfaatkan ruang Masjid Raudlatul Jannah untuk mengajar 18 orang muridnya. Ia mengabaikan kondisi keuangannya yang sangat terbatas. Sebagai seorang juru parkir, ia hanya bisa membawa pulang Rp 50 ribu per harinya.

“Walaupun gak didukung biaya, saya nekat aja bikin sekolah. Kadang-kadang saya juga gak bisa bayar biaya ujian anak, karena ada yang harus dibayar buat keperluan sekolah (TK),” kata pria 39 tahun itu. 

“Kadang-kadang suka kepikiran, saya ini sok-sokan bikin sekolah. Tapi kalau yakin nanti ada rejekinya, saya jadi santai. Kalau untuk berbagi nunggu kaya, siapa yang jamin saya bakal kaya. Kalau ditakdirkan saya kaya, apakah saya ingat janji saya untuk berbagi? Jangan-jangan saya malah lupa.”

Jack tidak memungkiri banyak orang  mencibir usahanya mendirikan sekolah. Tapi bagi Jack hal itu adalah “pupuk” bagi dirinya untuk terus berbagi melalui tindakan yang bisa dilakukannya. 

“Biasanya kan yang punya sekolah didukung ilmu, tapi saya mah gak ada, cuma lulusan SD. Banyak orang bilang saya gila, tapi saya terima. Kalau artis mah ada haters lah, kayak gitu,” ujarnya sambil tertawa. 

“Banyak juga yang bilang, jangan sekolahin anak di situ. Itu mah TK boongan, TK anyang-anyangan (mainan),” kata Yani, yang sekarang juga merangkap sebagai kepala sekolah. 

Di tengah kritik, Jack dan Yani tidak berhenti. Sekolahnya bertahan dan bahkan berkembang. Sudah tiga angkatan lulus. 

Saat ini, sebanyak 130 orang anak tercatat sebagai murid Jack dan Yani. Murid TK sebanyak 50 orang, sedangkan sisanya menjadi murid Taman Pendidikan Al Quran (TPA) yang belajarnya setiap hari selepas Maghrib.

Bagi Sukaenah, orangtua dari salah seorang murid sekolah tersebut dan juga guru TK itu, keberadaan TK dan TPA Raudlatul Jannah sangat membantu pendidikan bagi tiga anaknya. Suaminya, Cece Hidayat, hanya seorang buruh harian yang kadang kerja, kadang menganggur. 

“Alhamdulillah biaya tidak terlalu berat, gak kayak TK yang lain. Malahan gratis untuk yang tidak mampu, asal betul tidak mampu,” kata ibu 44 tahun itu.

Tidak hanya merasa terbantu dalam menyekolahkan anaknya, Sukaenah juga terdorong untuk ikut mengajar.

“Ikut ngajar Iqra. Saya ingin ikut berbagi.  Walaupun cuma bisa Iqra satu, tapi saya ingin bermanfaat bagi orang lain,” ungkapnya.

Semangat berbagi itulah yang ingin ditularkan Jack kepada orang-orang di sekitarnya. Melalui sekolah yang didirikannya, Jack menerapkan subsidi silang di mana orang tua siswa yang mampu membantu siswa yang tidak mampu. Para guru yang terlibat pun adalah mereka yang memiliki niat untuk berbagi. Ada tujuh guru yang mengajar di sekolahnya. 

“Kalau ada yang mau ngajar satu visi misi sama saya, saya terima. Mereka biasanya dapat honor kalau ada uang lebih dari iuran sekolah. Kalau gak ada, ya gak dibayar,” kata Jack.

“Niatnya ini mah untuk ibadah. Gak kepikiran sekarang ini banyak wartawan datang meliput, masuk TV, masuk koran. Kita sih ngalir aja,” tambah Yani sambil tersenyum.

PERPUSTAKAAN MINI. Dengan buku sedikit, Jack membuat taman bacaan bagi murid-murid TK-nya. Foto oleh Yuli Saputra/Rappler

Memajukan pemuda desa

Wileu Hujaefah, staf RW 12 di daerah TK tersebut, mengapresiasi upaya Jack mendirikan sekolah meski dengan segala keterbatasannya.

“Secara pribadi, saya mengucapkan terima kasih banyak karena Jack telah mendorong dan memajukan pemuda di Babakan Loa dengan mengajarkan baca tulis Al Quran,” katanya.

Pujian juga dilontarkan Ketua Dewan Keluarga Masjid (DKM) Raudlatul Jannah, Ujen Jaelani. Kakek 70 tahun itu mengatakan kemauan keras Jack telah membuahkan hasil.

“Positif untuk lingkungan sini. Antusias anak-anak luar biasa. Maunya masyarakat ke sini sekolahnya, walaupun banyak sekolah di daerah ini,” ungkap Ujen.

Meski diakui manfaatnya, namun dengan segala keterbatasan yang ada, sekolah Jack belum pernah mendapat bantuan dari pemerintah desa setempat. 

“Kita gak pernah dapat bantuan karena bantuan desa harus ada NPWP. Kita tidak menyalahkan pemerintah karena kita belum memenuhi syarat. Tapi katanya mau ada bantuan buat PAUD, mudah-mudahan dapat,” harap Yani.

Yani sudah berusaha melegalkan sekolahnya dengan mencoba mendaftar ke dinas pendidikan setempat. Namun ketika hendak meminta informasi lebih jauh ke pihak terkait, ia mendapat respon yang kurang simpatik.

“Ketika saya bertanya, petugasnya balik nanya, posisi ibu di masyarakat sebagai apa? Saya heran kok ditanya seperti itu, apa sebagai masyarakat biasa saya tidak boleh bertanya,” keluh Yani.

Hingga kini, TK Raudlatul Jannah baru mengantongi nomor registrasi dari Ikatan Guru Taman Kanak-kanak (IGTK). Setidaknya, sekolah Jack bisa mendapat bocoran kurikulum dari organisasi guru TK tersebut. 

Selain masalah izin, sekolahnya juga masih mengalami banyak kekurangan seperti belum memiliki alat peraga edukasi dan fasilitas pendidikan yang lain. 

“Tempat pun kami masih berpindah-pindah. Sebelumnya kan di masjid, tapi karena sudah tidak tertampung, kami ngontrak rumah dengan bantuan seorang teman. Kontrakannya habis, sekarang pindah ke rumah mertua dengan kondisi seadanya,” ungkap Jack.

Dengan segala keterbatasan yang ada, Jack  bertekad untuk terus berbagi melalui sekolah yang didirikannya. Ia berharap ada hal baik yang bisa ditinggalkan selama di dunia. 

“Niatnya beribadah. Sebelum meninggal ada kebaikan yang ditinggalkan untuk keluarga maupun orang lain,” ucap bapak empat anak itu.

 Jack masih membutuhkan alat peraga edukasi, seperti balok, lego, dan puzzle sebagai sarana mengajar di sekolahnya. Jack juga menerima sumbangan buku untuk taman bacaan yang akan segera dibukanya. Yuk, bantu Jack berbagi!

BELAJAR AGAMA. Tak hanya TK, Jack juga memiliki TPA bagi anak-anak di desanya untuk belajar Al Quran. Foto oleh Yuli Saputra/Rappler

 

— Rappler.com

BACA JUGA: 

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!