Latin America

Road to final Atletico Madrid: Gerilya “Che Guevara” melawan Tiqui Taca

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Metode Il Cholismo mencari bukti paling meyakinkan: juara Liga Champions.

Pelatih Atletico Madrid Diego Simeone memberi instruksi. Foto: Peter Kneffel/EPA

JAKARTA, Indonesia – Koran olahraga Italia La Gazzetta dello Sport edisi 29 April lalu memasang wajah entrenador (pelatih) Atletico Madrid, Diego Simeone. Wajahnya dipermak dengan rekayasa digital agar mirip gerilyawan kiri Che Guevara.

Kebetulan, dua tokoh tersebut sama-sama dari Argentina.

Harian olahraga terbesar di negeri pisa itu memberi judul: Il Cholismo E La Rivolta Contro Il Tuqi Taca. Kurang lebih artinya, revolusi Il Cholismo melawan tiki taka.

Halaman depan harian olahraga Italia La Gazzetta dello Sport edisi 29 April. Sumber: Gazetta World

Il Cholismo adalah metode yang lekat dengan mantan pemain Lazio dan Inter Milan tersebut. Istilah tersebut diambil dari sebutannya: El Cholo.

Metode tersebut mendasarkan filosofinya tidak hanya pada kerja kolektif anak buahnya. Tapi juga upaya yang mati-matian. Tampil ngotot dan sangat fisikal. “Usaha keras adalah sesuatu yang tak bisa ditawar-tawar,” katanya seperti dikutip World Soccer.

Simeone juga menambahkan, kolektivitas harus berada di atas individu. Para pemain meraih kemenangan demi tim. Bukan personal glory. “Kolektivitas berada di atas segalanya,” ungkapnya.

Filosofi tersebut sejatinya sudah dia usung sejak melatih di Argentina, kampung halamannya. Mulai dari Racing Club, Estudiantes, River Plate, hingga San Lorenzo. Kolektivitas itu diterapkan dengan menyerang habis-habisan. Sebanyak mungkin mencetak gol.

Tapi, Il Cholisimo berevolusi seiring dengan pengalaman Simeone. Terutama saat pelatih 46 tahun itu menyelamatkan Catania dari ancaman terperosok ke Serie B, kasta kedua Liga Italia.

Alasannya memilih Catania juga bukan karena ingin merintis karir di Eropa. Saat itu dia merasa belum waktunya. Dia sengaja menerima pinangan klub kecil itu karena ingin kembali belajar kultur sepak bola Italia.

Maklum, sebelum memasuki dunia kepelatihan, Simeone pernah memperkuat dua klub top negara tersebut, Inter Milan dan Lazio. “Saya pergi ke sini karena ingin bertumbuh,” katanya.

Benar saja. Il Cholisimo pun “disempurnakan”.

El Cholo tidak lagi berpikir tim harus membombardir lawan dengan banyak gol. Tim yang baik adalah tim dengan pertahanan solid. Simeone pun mulai berpikir lebih konservatif dan defensif.

Padahal, dunia sepak bola saat itu sedang demam passing game alias possession football. Mereka terbuai dengan permainan indah Barcelona dengan tiki taka.

Namun, Simeone tak tergiur dengan permainan yang saat itu dikomandani Josep “Pep” Guardiola. Dia justru menahbiskan dirinya sebagai antitesis pelatih yang kini menangani Bayern Muenchen itu.

“Saya lebih suka tim bermain baik daripada bermain atraktif,” katanya.

Tim yang terus mengejar lawan

Koke, Gabi, dan Antoine Griezmann merayakan lolosnya Atletico Madrid ke final Liga Champions setelah pertandingan berakhir 1-2. Foto: Daniel Karmann/EPA

Meskipun begitu, Simeone baru mendapat kesempatan untuk benar-benar head to head dengan Pep pada 2011 saat dia meneken kerjasama untuk melatih Los Rojiblancos—julukan Atletico.

Mantan klub saat dia masih aktif bermain itu memanggilnya “pulang”. Rumahnya terancam tak bisa berkembang. Mereka hanya finis di posisi kesembilan di akhir musim 2009-2010 itu dan hanya berselisih empat angka dari zona degradasi.

“Saya ingin tim yang penuh komitmen,” katanya saat mengungkapkan apa visi dia untuk Atleti—sebutan Atletico.

“Tim yang bermain dengan terus berlari, berlatih, menghargai lawan, dan melihat dengan cerdas pertandingan,” jelasnya.

Tak lama, komitmen tersebut plus il Cholismo yang disempurnakan pun menjadi blue print Atleti baru.

Hanya semusim, Simeone langsung mengembalikan kewibawaan Atleti. Mereka finish di lima besar. Semusim berikutnya, mereka sempat memimpin klasemen sebelum akhirnya berada di posisi ketiga.

Puncaknya, di musim 2013-2014, Atleti juara Primera Division untuk kali pertama sejak 1995-1996 atau sejak 18 tahun lalu. Dua musim sejak kedatangan Simeone pula, Atleti tak pernah absen di Liga Champions. Bahkan, mereka selalu mampu lolos ke perempat final.

Setelah juara Primera Division, El Cholo cuma penasaran dengan satu gelar lagi. Apalagi kalau bukan Si Kuping Besar, piala Liga Champions. Dua tahun lalu, dia tinggal selangkah lagi dengan piala itu sebelum kandas di tangan Real Madrid dengan skor telak 4-1.

Musim ini, mereka tak boleh mengulangi tragedi yang sama.

Dua tim tiki taka hancur

Meski menjadi antitesis tiki taka, Simeone tidak selalu bisa menaklukan mereka. Bahkan, catatan pertemuan mereka masih didominasi kemenangan Barcelona. Musim ini, di Primera Division, dua kali mereka dipecundangi Barcelona dengan skor sama-sama 2-1.

Namun, situasi di level domestik itu tidak menular ke Liga Champions. Justru ajang tersebut menjadi balas dendam mereka.

Dua kali mereka mengusir Barcelona pulang kandang. Pertama di musim 2013-2014 dan kedua musim ini dengan skor agregat 3-2 (1-2, 2-0).

Kesuksesan Il Cholismo tak berhenti di sana. Simeone juga mampu mengandaskan tim dengan filosofi tiki taka lainnya, Bayern Muenchen. Tim asuhan Josep “Pep” Guardiola itu dikirim pulang dengan agregat gol 2-2 (1-0, 1-2).

Namun, menjungkalkan dua raksasa itu belum cukup bagi Atleti. Masih ada satu momok lagi. Dia adalah Real Madrid. Tim itu pula yang mengandaskan mimpi juara mereka di laga final terakhir di Liga Champions. Mereka masih akan menghadapi Manchester City di Santiago Bernabeu, Kamis, 5 Mei, dini hari.

Tentu saja, jika bisa memilih, Simeone pasti lebih suka bertemu Manchester City. Apalagi, tipe permainan pasukan Manuel Pellegrini itu sama-sama mengandalkan penguasaan bola seperti Bayern dan Barca.

“Kami sudah mengalahkan dua dari tiga tim terbaik Eropa. Sekarang kami berada di final dan kami ingin memenanginya,” katanya.—Rappler.com

BACA JUGA:

 

 

 

 

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!