Bagaimana cara universitas dan perusahaan bersinergi untuk mencari tenaga kerja?

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Bagaimana cara universitas dan perusahaan bersinergi untuk mencari tenaga kerja?
Saat ini banyak lulusan universitas yang pintar, tetapi tidak memiliki kemampuan sosial dan cenderung sok tahu saat timbul permasalahan di kantor.

TANGERANG, Indonesia – Banyak orang yang bingung mengenai karirnya setelah menyelesaikan jenjang pendidikan di universitas. Beruntung bagi mereka yang sudah mengetahui akan bekerja di mana setelah lulus. 

Tetapi, pada kenyataannya, tak sedikit juga yang harus menunggu lama sebelum akhirnya memperoleh pekerjaan pertama. Alasan perusahaan sendiri untuk menolak seorang pelamar kerja juga beragam. Mulai dari kurang pengalaman, hingga ketidaksesuaian latar belakang pendidikan dengan bidang pekerjaan yang dilamar.

Menurut Quality Assurance Specialist USAID Higher Education Leadership and Management Project (HELM), Abdul Rahman mengatakan pengalaman sebenarnya tak bisa dijadikan alasan.

“Sebab perusahaan itu juga sering licik. Mereka punya kewajiban untuk memberi magang perusahaan (bagi pekerja baru), tetapi sedikit yang menjalankan,” kata dia kepada Rappler pada Selasa, 24 Mei 2016. Kalau kebijakan ini dijalankan semua perusahaan, tentu pengalaman yang kurang dinilai tidak terlalu berarti. 

Permintaan perusahaan

Dengan meningkatnya intensitas persaingan bisnis saat ini, tentu perusahaan juga meningkatkan tuntutan kualitas tenaga kerja. Apa saja kualifikasi yang dibutuhkan oleh perusahaan saat ini? 

“Saat ini kami butuh orang dengan kemampuan interdisipliner tinggi,” kata Yasrof Mahardhiko, District Sales Manager dan National Instruments dalam diskusi simposium akreditasi perguruan tinggi nasional di Tangerang, pada Selasa, 24 Mei 2016.

Kemampuan tersebut melingkupi leadership dan penyampaian presentasi. Selain itu, diharapkan karyawan mampu berkontribusi juga dalam hal inovasi, dan menjadi pemain tim yang baik. Yasrof melihat, saat ini, terutama di bidang teknik yang dia geluti, banyak individual yang pintar.

Sayang tak dibarengi dengan kemampuan sosial yang baik. Ia mencontohkan, saat ada masalah kerja, orang-orang ini cenderung menjadi sok tahu. “Mereka tak berdiskusi dengan tim, seolah paling benar saja,” kata dia.

Etos kerja juga menjadi hal yang penting. “Kami butuh pekerja keras yang bisa terus berinovasi, juga seorang pemain tim yang baik” kata Syamril dari Kalla Group Makassar.

Sementara Samuel Harris, Business Development Executive Amazon Web Services mengatakan tenaga kerja sekarang harus fasih menggunakan teknologi. “Karena semuanya sekarang berbasis aplikasi dan internet,” kata dia.

Pelatihan kerja

Untuk menyediakan tenaga kerja berkualitas, perlu ada kerjasama antara universitas dan perusahaan. Mereka dapat menyumbang dalam bentuk pelatihan ataupun workshop dengan mahasiswa, hingga kesempatan magang.

Amazon Web Services memiliki cara tersendiri, yaitu dengan memberikan pelatihan berbasis internet. “Kami menyediakan platform untuk pelatihan-pelatihan lewat internet, tentu dengan sertifikasi juga,” kata Harris.

Dengan cara ini, pemberian materi tak terbatas oleh tempat dan bisa diakses dari siapa pun di mana pun. Sejauh ini, sudah ada 500 universitas di seluruh dunia yang memanfaatkan platform ini. Di Indonesia, menurut Harris, sudah ada 3 universitas yang menerapkan hal serupa.

Yasrof dan Syarif juga mengatakan perusahaan mereka masing-masing memiliki program CSR yang mencakup bidang ini. Mereka juga mengaku terbuka dengan universitas manapun yang hendak mengajukan kerjasama di bidang pendidikan dan pelatihan tenaga kerja.

“Banyak yang mengirim proposal bertemu dan kami sanggupi, kami dengarkan apa yang diminta,” kata Yasrof.

Akreditasi membantu

Selain masalah kemampuan individual, lulusan universitas yang sudah terakreditasi juga terbukti lebih mudah mendapat kerja. Hal ini dibuktikan Rektor Binus ASO School of Engineering, Ho Hwi Chie.

“Setelah fakultas teknik kami terakreditasi nasional, sudah ada peningkatan jumlah alumni yang langsung mendapat kerja,” kata dia.

Peningkatan tersebut cukup drastis, dari 40 persen di 2014 hingga menjadi 90 persen di 2015. 

Universitas yang terakreditasi harus secara terus-menerus melakukan evaluasi dan menjaga mutu pendidikan. Mereka juga harus melengkapi fasilitas dan persyaratan dokumen untuk mendapatkan akreditasi nasional ataupun internasional.

Apalagi dengan mulainya Masyarakat Ekonomi ASEAN, universitas yang memiliki kredibilitas internasional tentu lebih mudah dalam menjalankan bisnis. “Karena artinya universitas tersebut sudah memiliki standar yang diakui dunia,” kata Titi Savitri Prihaningsih, anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 

Menurut informasi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) saat ini masih terdapat 3.738 program studi, baik dari universitas negeri maupun swasta yang belum terakreditasi. Sementara untuk institusi sendiri, dari 800 universitas, baru 163 yang terakreditasi.

Untuk itu, akademisi seperti rektor maupun dekan universitas harus mulai mengarahkan universitas maupun program studinya untuk memperoleh akreditasi. Dengan demikian, masa depan lulusan mereka dapat lebih terjamin saat menghadapi persaingan dunia kerja yang semakin kompetitif. -Rappler.com

BACA JUGA: 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!