SUMMARY
This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.
JAKARTA, Indonesia — Menjadi jurnalis mungkin bukan salah satu dari daftar impian saya. Menghadapi hal sulit di lapangan tentunya bukan hal yang ingin saya centang dari daftar hal yang harus saya lakukan sebelum mati. Namun, semua berubah ketika saya melakukan kerja magang di Rappler Indonesia.
Awalnya, saya sekadar memenuhi tuntutan dari universitas agar dapat menyelesaikan kuliah jurnalistik, tapi yang saya dapat lebih dari itu.
Cerita mengenai sulitnya menjadi jurnalis, menghadapi narasumber yang pelit bicara, berlarian di bawah terik matahari, hingga mengejar deadline meski tidak situasi tidak memungkinkan, seolah semua menjadi mudah. Memang benar adanya, namun tidaklah sulit jika Anda memiliki bantuan.
Itulah yang saya rasakan ketika melakukan kerja magang di Rappler. Dari penyunting hingga atasan, semua begitu suportif dan tidak membiarkan saya berada di situasi sulit.
Apa yang saya pelajari ketika magang tidaklah sekadar menulis berita. Tim Rappler Indonesia seringkali mempercayakan saya untuk mewawancarai narasumber, menghadiri peliputan, mencari data, bahkan memotret dan mengambil video.
Saya pun berkesempatan untuk menulis berbagai artikel, mulai dari ibadah haji warga Indonesia, reklamasi pulau di Jakarta, hingga artikel-artikel Olimpiade Rio 2016.
Lebih dari itu, saya berkesempatan menjalani profesi yang sedikit di antara teman-teman kuliah saya alami, yaitu menjadi jurnalis multimedia.
Selain itu, kehangatan di ruang redaksi pun dapat dirasakan oleh anak magang tanpa terkecuali. Sebagai anak magang, saya pun diberi kesempatan berbicara dan mengeluarkan pendapat saat rapat editorial. Menjelang akhir masa magang, saya pun ikut berpartisipasi dalam acara Social Good Summit 2016 yang diselenggarakan Rappler bersama Badan Program Pembangunan PBB (UNDP).
Kini menjadi jurnalis adalah salah satu dari daftar impian saya. Mengapa? Karena yang saya dapatkan dari magang di Rappler Indonesia bukanlah sekadar magang, tetapi pelajaran hidup.
Terdengar klise, namun begitulah adanya; bahwa tidak ada hal yang sulit untuk dilalui ketika Anda memiliki bantuan. Dengan itu, saya menjadi yakin bahwa masih ada media yang benar-benar menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, baik di dalam maupun kepada pihak luar. —Rappler.com
Alif Gusti Mahardhika adalah mahasiswa tingkat akhir Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Serpong.
BACA JUGA:
Add a comment
How does this make you feel?
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.