Sidang Ahok: Debat alot dengan saksi Irena Handono

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Sidang Ahok: Debat alot dengan saksi Irena Handono

ANTARA FOTO

Irena mengatakan, Ahok ‘kecentilan. Bukan agama Islam kenapa tiba-tiba ngomong Al-Maidah’?

 

JAKARTA, Indonesia — Tim penasihat hukum Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama berdebat cukup alot dengan saksi kedua dalam lanjutan sidang dugaan penistaan agama, Irena Handono, pada Selasa, 10 Januari. 

Beberapa kali Irena membalikkan pertanyaan, atau melawan permintaan tim kuasa hukum Ahok.

Salah satu contohnya, ketika penasehat hukum menanyakan ihwal tahap tabayyun (verifikasi) kepada Ahok sebelum melaporkan ia atas dugaan penistaan agama. Irena dua kali menanyakan apakah tim penasihat hukum siap mendengar jawabannya.

Setelah mendapat jawaban positif, Irena langsung berkata, “Tabayyun adalah hukum di dalam Islam, NKRI itu negara hukum. Kalau Indonesia ini hukum Islam, terdakwa sudah diusir. Di sini saya menjalankan proses hukum sesuai ketentuan negara”.

Ustadzah ini juga menolak klarifikasi langsung ke Ahok lantaran merasa sudah dapat cukup info dari temannya.

Jawabannya mendapat decak kagum dari pengunjung. Ia juga berdalih saat ditanya soal tahap klarifikasi dengan mengatakan hal tersebut “bukan tugasnya”.

Tak hanya itu, ketika diminta membaca lengkap 5 alinea dari halaman 40 buku karangan Ahok Merubah Indonesia, ia langsung menolak. “Saya keberatan jadi tukang baca di sini,” kata Irena.

Akhirnya, tim penasihat hukumlah yang membacakan cuplikan buku Ahok tersebut.

Saat penasihat hukum mulai menanyakan latar belakang pribadinya, Irena cepat berkelit. “Ini tim penasihat hukum kehabisan data?” katanya.

‘Kredibilitas dan bukti lemah’

Meski demikian, anggota tim penasihat hukum Ahok, Sirra Prayuna, mendapat sebuah kesempatan  ketika mengorek soal pendidikan Irena. Ia mengaku sebagai lulusan sebuah sekolah tinggi filsafat teologi di Bandung, dengan gelar D3.

Meski demikian, saat dikonfrontasi oleh Sirra soal keberadaan program D3 pada periode kelulusannya yakni 1974/1975, ia tak bisa memberi jawaban jelas.

“Pendidikan saya 3 tahun atau setingkat D3,” kata Irena.

Tampak betul usaha tim kuasa hukum untuk membongkar kredibilitas Irena lewat investigasi masa lalunya. Hakim Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Dwiarso, mengakui ada potensi keterangan saksi bisa tidak kredibel karena latar belakangnya bohong. Meski demikian, bukan berarti laporannya otomatis gugur.

Tim kuasa hukum juga menyerang bukti yang ia ajukan berupa 1.232 identitas yang diklaim “merasa Al-Maidah dinistakan”  oleh ucapan Ahok. Identitas berupa KTP yang ia ajukan tidak disertai keterangan apapun, sehingga patut dipertanyakan.

Irena sendiri mengaku bukti tersebut disampaikan secara personal kepadanya dari berbagai daerah di Indonesia, lewat aplikasi WhatsApp. 

“Mereka lapor ke saya, data disampaikan lewat teknologi dan tinggal dicetak,” katanya.

Kuasa hukum Ahok menilai bukti ini tidak kuat karena tanpa keterangan yang jelas dan mengikat. “Tak ada bukti kalau orang-orang ini memang tersinggung atau merasa Al-Maidah dinistakan,” kata Sirra.

Sirra melanjutkan, alasan Irena melapor sendiri juga dipenuhi kontradiksi. Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Irena mengaku mengunduh sendiri video pidato Ahok di Kepulauan Seribu. Namun, di persidangan ia berkata punya tim tersendiri yang “bisa dengan mudah mengunduh”.

Alasannya melapor juga dinilai subyektif. Ia rupanya tidak menonton penuh video pidato tersebut, hanya 47 menit dari total 1 jam 48 menit 33 detik.

Namun, baginya hal tersebut sudah cukup. Ia bahkan menantang tim penasihat hukum untuk menampilkan video utuh.

“Coba tayangkan saja kalau melihat tayangan utuh bisa mengubah pendapat [saya],” kata Irena.

Ia kemudian menjelaskan makna dan tujuan dari kunjungan kerja Ahok tersebut. Baginya, ada agenda kampanye terselubung yang juga menyinggung Al-Maidah.

“Kalau pakai bahasa sekarang saya bisa bilang terdakwa ini kecentilan. Bukan agama Islam kenapa tiba-tiba membahas [Al-Maidah?],” kata Irena.

Ia juga mengatakan warga yang hadir di acara tersebut sebagian besar merupakan bawahan Ahok dan nelayan. Saat ditanyakan apakah dalam 47 menit tersebut ada ekspresi ketersinggungan dari warga setempat, ia berkata kalau tersinggung hanyalah pola berpikir.

“Dengan kesederhanaannya, mungkin juga nelayan yang baru berhasil dapat kerapu, mereka bertepuk tangan,” katanya. Jawaban ini sudah memuaskan tim penasihat hukum.

Sama dengan saksi sebelumnya, ia pun mengajukan permohonan supaya Ahok segera ditahan.

Keberatan Ahok

Atas keterangan Irena, Ahok menyampaikan 14 poin keberatan. Sebagian besar mengklarifikasi tudingan kalau dirinya membenci Islam secara personal.

“Saya keberatan dengan tuduhan penodaan agama di Balai Kota, Partai Nasional Demokrat, dan buku saya,” kata Ahok. Meski demikian, ia mengakui video yang ditonton sebagai benar.

Menurutnya, Irena tidak lengkap dan tuntas membaca bukunya, karena berkata Ahok menghasut supaya tidak mempercayai ulama.

“Saya tidak pernah katakan tidak percaya ulama di situ,” kata Ahok.

Dalam buku yang sama, Ahok juga menuliskan bahwa ia mendapat pencerahan soal tafsir Al-Maidah dari kawan-kawannya. Sementara Irena menuding Ahok menafsirkannya sendiri, dan menurutnya, salah.

Ahok juga tak terima dikatakan membenci Islam. Dalam kesaksiannya, Irena membeberkan bukti seperti saat mantan Bupati Belitung Timur ini meneriaki seorang perempuan tua sebagai maling, hingga merobohkan masjid dan tak lagi membangunnya.

Saat ditanya korelasinya, Irena menjawab kalau perempuan yang diteriaki Ahok itu beragama Islam. Selain itu, ia juga dituding melarang seragam sekolah Muslim, hingga melecehkan iman pegawainya.

Bagi Ahok, semua tudingan tersebut adalah fitnah yang diambil tak sesuai konteks. Persoalan iman tersebut tak dikutip lengkap, padahal Ahok tengah membahas soal korupsi di kalangan pegawai negeri.

Ia juga membantah disebut melakukan kampanye terselubung. “Kalau kampanye itu saya bilang ‘pilih saya’, tidak ada satupun saya bilang seperti itu selama 1 jam 40 menit,” kata Ahok.

Di acara tersebut pun, lanjutnya, bukan melulu diisi anak buah dan nelayan, melainkan ada juga tokoh agama setempat, hingga anggota DPRD.

Akhirnya, ia justru menyebut kalau bukan dirinya dan ucapannya yang menimbulkan perpecahan bangsa. “Pikiran saudara tidak konstitusional dan menggangu keutuhan,” kata Ahok. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!