Beri kesaksian palsu, jaksa ajukan agar Miryam S. Haryani segera ditahan

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Beri kesaksian palsu, jaksa ajukan agar Miryam S. Haryani segera ditahan

ANTARA FOTO

Miryam membantah menerima uang dari Sugiharto yang totalnya mencapai US$ 1,2 juta atau setara Rp 15,9 miliar.

JAKARTA, Indonesia – Jaksa Penuntut Umum (JPU), Irene Putri mengajukan kepada Majelis Hakim agar segera menahan anggota Komisi V DPR RI, Miryam S. Haryani karena telah memberikan kesaksian palsu selama proses persidangan kasus korupsi pengadaan KTP Elektronik. Permintaan itu disampaikan oleh Irene usai mendengar pernyataan Miryam yang tetap bergeming dengan kesaksiannya dalam sidang Kamis, 23 Maret.

Sambil berurai air mata, kader Partai Hanura itu mengaku merasa ditekan dan diancam oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat dimintai keterangan. Miryam datang ke kantor KPK sebanyak empat kali yakni pada tanggal 1 Desember 2016, 7 Desember 2016, 14 Desember 2016 dan 24 Januari 2017.

“Saya dipaksa oleh penyidik KPK, Pak. Diancam sama penyidik tiga orang,” ujar Miryam dalam sidang pada Kamis pekan lalu.

Sementara, dalam sidang lanjutan yang digelar hari ini, JPU menghadirkan tiga orang penyidik yang pernah meminta keterangan dari Miryam. Mereka adalah Novel Baswedan, Irwan Santoso dan Ambarita Damanik.

Novel membantah dengan tegas adanya unsur ancaman dan paksaan kepada Miryam agar memberi keterangan terkait kasus korupsi yang telah merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun itu.

“Justru sejak awal datang ke KPK, saudara saksi sudah bercerita bahwa ada uang yang dibagi-bagikan oleh Ketua (Komisi II) Chairuman. Uang tersebut diperoleh dari tersangka Sugiharto. Tetapi, memang belum diperoleh kepastian berapa nominal yang harus dibagikan,” ujar Novel di hadapan Majelis Hakim.

Penyidik yang pernah tersangkut rekayasa kasus itu juga membantah pernah mengancam Miryam. Awal mula dia memanggil perempuan yang sempat duduk di Badan Anggaran Komisi II karena ingin mengetahui bagaimana proses pembagian uang dari Kementerian Dalam Negeri ke anggota Komisi II DPR.

“Soal akan ditangkap sejak tahun 2010, saat itu saya sedang menunjukkan transkrip bukti penyadapan komunikasi terhadap Miryam. Saat itu, dia sering berbicara mengenai uang dan di tahun itu pula terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT). Nama saudara saksi termasuk yang kami target, tapi belum bisa,” tutur Novel.

Kebohongan lain yang dimentahkan oleh Novel yakni adanya tudingan bahwa KPK sengaja mengarahkan agar Miryam membuat Berita Acara Perkara (BAP) sesuai keinginan KPK. Menurut Novel, penyidik sengaja memberikan waktu yang cukup kepada Miryam agar bisa menuliskan keterangannya.

“Kalau pun ada koreksi, kami memberikan waktu lebih agar saksi merasa nyaman untuk mengoreksi keterangannya di BAP. BAP pun selalu dibaca ulang sebelum akhirnya saksi membubuhkan tanda tangan,” kata dia.

Untuk membuktikan tidak adanya unsur paksaan, JPU sengaja memutar cuplikan video yang menunjukkan proses pengambilan keterangan oleh Miryam. (BACA: LIVE UPDATES: Sidang mega korupsi KTP Elektronik)

Sementara, ketika jaksa mencecar Miryam soal adanya seorang pengacara yang memberikan ancaman di kantor Elza Syarief, lagi-lagi Miryam membantahnya. Akibat ancaman pengacara tersebut, Miryam akhirnya mencabut semua keterangan yang sempat ditulis di BAP.

“Seingat saya tidak ada permintaan dari Elza Syarief untuk menjadi justice collaborator dan tidak ada orang yang meminta agar BAP dicabut, Yang Mulia,” kata Miryam.

Keraguan semakin terlihat jelas ketika terdakwa dua, Sugiharto yang sempat menjabat sebagai Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Dukcapil Kemendagri membenarkan ada uang yang diserahkan kepada Miryam sebanyak empat kali. Nominal uang yang diserahkan sebesar Rp 1 miliar, US$ 500 ribu, US$ 100 ribu dan Rp 5 miliar.

“Total uang yang diserahkan kepada saudara saksi mencapai US$ 1,2 juta (setara Rp 15,9 miliar),” ujar Sugiharto di dalam persidangan.

Miryam juga membantah pernyataan tersebut. Melihat Miryam berulang kali membantah pernyataan yang dianggap fakta, JPU pun akhirnya mengajukan agar pengadilan segera menahan perempuan berusia 43 tahun itu.

“Yang Mulia, kami mengajukan agar dilakukan penahanan oleh Majelis Hakim karena telah memberikan keterangan palsu. Hal ini sesuai dengan KUHAP pasal 174 tentang pemberian kesaksian palsu,” ujar JPU, Irene Putri.

Sementara, Ketua Majelis Hakim, John Halasan Butar-Butar mengatakan akan mempertimbangkan hal tersebut. Namun, dia berpesan kepada Miryam untuk tetap hadir ke persidangan seandainya kesaksiannya dibutuhkan.

Dicegah ke luar negeri

Sebelumnya, pada Rabu kemarin, KPK mengatakan telah mengajukan permohonan pencegahan ke Dirjen Imigrasi Kemenkum HAM ke luar negeri atas nama Miryam. Permohonan pencegahan tersebut sudah mulai berlaku sejak 24 Maret 2017 hingga enam bulan ke depan.

Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, pencegahan itu berfungsi untuk memudahkan proses penyidikan yang sedang berjalan. Ini menambah daftar pencegahan individu yang diduga terkait kasus korupsi pengadaan KTP Elektronik. Sebelumnya, pada 28 September 2016, KPK sudah mengirimkan surat ke Dirjen Imigrasi terhadap lima orang. – dengan laporan Adrianus Saerong/Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!