Deretan kisah nestapa pasien melarat

Ananda Nabila Setyani

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Deretan kisah nestapa pasien melarat
Kasus tragis meninggalnya bayi Debora menambah panjang perlakuan minim bagi warga miskin

JAKARTA, Indonesia – “Orang miskin dilarang sakit”. Kalimat getir ini kembali bergema satu pekan belakangan setelah terungkapnya kematian bayi Tiara Debora Simanjorang gara-gara perawatan medis yang tidak memadai. Debora yang baru berusia 4 bulan, putri kelima pasangan Rudianto dan Henny Silalahi itu kembali ke pangkuanNya pada Minggu, 3 September.   

Debora yang alami batuk-batuk berdahak tak berhenti, dilarikan ke Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres. Pihak manajemen rumah sakit menolak merawat bayi Debora di ruang perawatan intensif anak (PICU), dengan alasan kurang biaya.  

RS Mitra Keluarga Kalideres mengenakan biaya Rp 19,8 juta untuk perawatan di PICU dan bisa dicicil dengan uang muka Rp 11 juta. Orang tua Debora tak punya dana sebanyak itu dan mengatakan bahwa mereka peserta BPJS. (BACA: Menkes: Pasien tidak boleh ditolak karena alasan biaya)

Setelah ramai diberitakan di media massa, Komisi IX DPR RI meminta agar Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek mencabut izin RS Mitra Keluarga Kalideres yang dianggap lalai memberikan perawatan medis untuk bayi Debora. Kisah tragis yang membuat bayi Debora meninggal dunia, menambah daftar buruknya pelayanan kesehatan yang dialami masyarakat kurang mampu.  Padahal pemerintah membanggakan jaminan kesehatan lewat BPJS bagi semua warga negara.

Berikut 5 kisah tragis perlakuan miris untuk pasien miskin

1. Diusir RSUD Abdoel Moeloek Lampung, Winda dijemput dengan gerobak sampah

Kisah Winda Sari, tunawisma berusia 25 tahun yang meninggal dunia gara-gara ditolak berobat, menjadi viral setelah Winda dijemput suaminya dari rumah sakit menggunakan gerobak sampah. Kaki Winda membusuk gara-gara luka akibat tabrak lari.  

Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek Lampung  (RSUDAM) mengeluarkan Winda setelah dirawat selama enam hari dengan alasan dinyatakan sembuh dan tak punya kartu identitas kependudukan. Meskipun sempat dirawat di RS Immanuel dengan pertolongan relawan, Winda akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya  akibat luka yang membusuk parah, pada 21 Januari 2015.  Winda meninggal dunia di RSUDAM yang menerimanya kembali setelah dihujat publik akibat menolak meneruskan perawatan untuk Winda.

2. Ditolak rumah sakit, Bayi Naila meninggal di depan loket RSU Lasinrang

Naila, bayi berusia dua bulan dari pasangan Mustari dan Nursia menghembuskan nafas terakhirnya di depan loket RSU Lasinrang, Pinrang, Sulawesi Selatan, pada 31 Oktober 2013. Naila meninggal akibat sesak napas yang tidak segera ditangani oleh pihak RSU Lasinrang.

Bayi Naila meninggal saat orang tuanya sedang berdebat dengan petugas loket RSU yang bersikeras agar Naila harus mengantri di tengah 115 pasien. Padahal kondisi Naila terus menurun. RSU Lasinrang bersikeran meminta syarat administrasi berupa kartu tanda kelahiran Naila dan keterangan warga miskin.  

Jarak yang cukup jauh dari rumah ke RSU membuat Mustari meminta agar perawatan didahulukan, sementara dia mengurus surat keterangan warga miskin. Setelah Naila meninggal, RSU Lasinrang hanya memberikan fasilitas mobil ambulans untuk membawa bayi malang ini ke pemakaman

3. Alasan ruangan ICU Penuh, RSUD Kota Bekasi tolak Tilarsih 

Tilarsih yang berusia 48 tahun meninggal dunia tak lama setelah dirinya ditolak untuk masuk ke ruangan Intensive Care Unit (ICU) RSUD Kota Bekasi pada Minggu, 4 Oktober 2015. Sebagai pemegang Kartu Bekasi Sehat, Tilarsih sudah dirujuk olek klinik terdekat untuk melakukan perawatan ICU ke RSUD Kota Bekasi. Namun sesampainya disana, RSUD Kota Bekasi menolak Tilarsih dan berdalih bahwa ruangan saat itu penuh.

Direktur dan Wakil Direktur RSUD Kota Bekasi yang mengatakan, bahwa pihak rumah sakit bukan menolak berdasarkan masalah BPJS dan administrasi lainnya, namun memang kondisi ruangan saat itu sedang penuh.  

Ironisnya tak hanya RSUD Kota Bekasi, Tilarsih sempat dibawa ke beberapa rumah sakit lainnya, yang juga menolak merawatnya.  Pasrah, keluarga memboyong Tilarsih kembali untuk pulang ke rumah.  Tilarsih meninggal di kediamannya,  di Jalan Sersan Marjuki, Margajaya, Bekasi Selatan. 

4. Pengidap kanker otak meninggal akibat ditolak 2 rumah sakit di Depok

Dedi Wahyono, pengidap kanker otak, meninggal di teras RSUD Kota Depok. Dedi yang berusia 20 tahun dan bekerja sebagai petugas kebersihan untuk menafkahi keluarganya sempat ditolak dirawat di RS Harapan Kota Depok, dengan alasan tidak ada alat medis penunjang.

RSUD Depok menolak dengan alasan tidak ada ruangan perawatan. Keluarga mengaku bahwa mereka memiliki biaya yang minim dan tidak memiliki jaminan kesehatan bagi warga miskin. Namun setelah ditemani awak media, Dedi berhasil dipindahkan ke RSUD Kota Depok menggunakan mobil. Sayangnya, nyawa Dedi tidak dapat tertolong ketika sampai di Instalasi Gawat Darurat (IGD).  

5. Tidak ada dokter, Nilawati melahirkan di halaman rumah sakit

Bayi laki-laki yang dilahirkan dari Rahim Nilawati meninggal dunia di halaman Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya, Aceh.  Rumah sakit menolak membantu persalinan Nilawati, ibu berusia 24 tahun itu, dengan alasan tak ada dokter dan ketiadaan obat. 

Nilawati melahirkan di halaman rumah sakit, berbekal bantuan oleh warga sekitar, tanpa bantuan tenaga medis sedikit pun. Diduga karena infeksi pasca melahirkan, Nilawati menyusul anaknya, meninggal dunia usai melahirkan.

Sesudah Nilawati melahirkan dan lemas, pihak RS sempat menyuntikkan anti infeksi, tapi tak menolong. Pihak keluarga kemudian menuntut pihak RSUD Nagan Raya, karena telah melakukan penyuntikan yang diduga menyebabkan kematian Nilawati.

RSUD Nagan Raya mengatakan bayi Nilawati sudah meninggal saat dalam kandungan. Bayi tersebut memang sudah tidak memiliki detak jantung dan dilahirkan dalam kondisi membusuk. Hal ini yang menurut pihak RS menyebabkan sang ibu, Nilawati meninggal dunia.

Belakangan suami Nilawati mengaku pasangan tersebut selalu mengalami penolakan dan tidak pernah mendapatkan pelayanan medis yang baik. Hal ini juga ditandai dengan kedua kalinya bayi mereka meninggal. Bahkan tingkat puskesmas dan bidan saja, menolak untuk memeriksa kondisi kehamilan Nilawati.  

Dalam sejumlah kasus di mana rumah sakit diduga lalai merawat korban dengan alasan miskin, dan memicu kepedulian publik, biasanya aparat keamanan turun-tangan. Begitu juga otoritas di bidang kesehatan.  

Tapi, tak jelas tindak lanjut pemeriksaan yang mereka lakukan. Korban pasien miskin terus berjatuhan.  

Bayi Debora dan pasien melarat lain masih merasakan pahitnya hidup papa di negara Pancasila. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!