Filipino bands

Diduga palsukan surat pencekalan Setya Novanto, dua pimpinan KPK disidik polisi

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Diduga palsukan surat pencekalan Setya Novanto, dua pimpinan KPK disidik polisi
Saut Situmorang dan Agus Rahardjo diduga meneken surat pencekalan Setya Novanto ke luar negeri

JAKARTA, Indonesia – Kepolisian rupanya terus menindak lanjuti pelaporan terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tuduhan membuat surat palsu terkait Ketua DPR Setya Novanto. Mereka telah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus tersebut dengan terlapor dua pimpinan lembaga anti rasuah yakni Saut Situmorang dan Agus Rahardjo.

Kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi pada Rabu, 8 November mendatangi Bareskrim Mabes Polri untuk mengambil SPDP tersebut. Di surat itu tertulis bahwa penyelidikan terhadap Saut dan Agus telah dimulai.

“Ini sudah ada SPDP, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan. Terlapornya siapa di sini bisa dilihat sendiri. Maksudnya, diduga siapa bisa dilihat,” ujar Fredrich yang ditemui di Bareskrim kemarin.

Ia mengatakan SPDP itu sudah diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sehingga, kedua pihak sudah sama-sama terinformasikan. Fredrich pun mengucapkan terima kasih kepada pihak kepolisian lantaran terus mengusut laporannya.

“Dengan demikian kami juga mengucapkan terima kasih sama Direktorat Tindak Pidana Umum, Pak Direktur, seluruh Kasubdit, Kanit maupun penyidiknya. Karena mereka telah begitu serius dan profesional untuk mencoba mendalami laporan polisi. Kini statusnya sudah penyidikan dengan diduga dilakukan oleh Saut Situmorang dan Agus Rahardjo,” kata dia.

Fredrich berharap dalam waktu yang tidak terlalu lama, berkas kasus tersebut bisa dilimpahkan ke Kejaksaan dan segera disidangkan. Saat ditanya tindak pemalsuan apa yang dilaporkan, ia menyebut terkait surat permohonan pencegahan bepergian ke luar negeri ke pihak imigrasi dan SPDP dari KPK.

Namun, ia enggan menjelaskan lebih jauh alasan penyidik di kepolisian terus memproses laporannya. Ia meminta media agar menanyakan kepada penyidiknya.

“Surat yang ke imigrasi. Sprindiknya maupun daripada SPDP (terkait dengan kasus Setnov). Oh, ya jelas semuanya, bukan pencegahan dan semua suratnya banyak yang tidak benar, karena saya yakin penyidik sudah mendapatkan bukti otentik semua,” tuturnya.

Saat ditanya mengapa hanya dua pimpinan yang dilaporkan, ia menjelaskan karena Saut dan Agus yang meneken surat yang dipermasalahkan oleh pihaknya.

“Karena yang tanda tangan mereka. Masa saya membabi buta 1.600 (pegawai KPK) dilaporkan semua. Enggak masuk akal lah. Kami kan profesional,” katanya.

Hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian terkait klaim dari Fredrich. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Herry Rudolf malah meminta agar menanyakan kasus tersebut dikonfirmasi kepada Kadiv Humas.

“Silakan konfirmasi ke Kadiv Humas ya,” ujar Herry.

Sementara, ketika ditanyakan kepada Kadiv Humas Irjen (Pol) Setyo Wasisto, ia belum memberikan jawaban. Pelaporan disampaikan Fredrich pada 9 Oktober lalu. Namun, di dalam laporan polisi, justru salah satu pengacara di tempat Fredrich yakni Sandi Kurniawan yang tercantum sebagai pelapor.

Sebelumnya, Fredrich pernah menyampaikan ancaman akan melaporkan Agus seandainya KPK kembali menerbitkan surat perintah penyidikan yang baru terhadap kliennya, Setya Novanto. Ketua Umum Partai Golkar itu sudah sempat memenangkan gugatan pra peradilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi KTP Elektronik. 

SPDP terhadap Setya bocor ke media pada Senin, 6 November di hari yang sama ia dipanggil ke KPK untuk diperiksa sebagai saksi. Namun, lagi-lagi Setya mangkir.

Kali ini Setya menggunakan amunisi keputusan Mahkamah Konstitusi, bahwa setiap anggota DPR yang akan diperiksa KPK harus memperoleh izin dari Presiden. Namun, alasan Setya itu dibantah Wakil Presiden Jusuf “JK” Kalla yang menyebut tidak butuh izin Presiden untuk memeriksa Ketua DPR. 

“Kalau KPK tidak butuh (izin Presiden). Lain hal dengan polisi yang memang membutuhkan izin. KPK kan memiliki UU tersendiri yakni UU Tipikor itu, tentu tidak perlu izin Presiden. Ini penting juga untuk diketahui seperti itu bahwa sebelumnya (Setya) Novanto juga dipanggil dan diperiksa,” kata JK di Istana Wapres pada Selasa, 7 November seperti dikutip media.

Ia juga meminta agar Setya mematuhi aturan hukum yang dibuat sendiri oleh DPR dengan hadir ketika dipanggil oleh KPK. 

“Sebagai negarawan, sebagai Pimpinan DPR, harus taat kepada hukum yang dibuat oleh DPR sendiri. Contohnya ya harus taat hukum. Harus mengikuti,”kata dia. 

Belum jadi tersangka

DILAPORKAN. Kuasa hukum Setya Novanto Fredrich Yunadi menunjukkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap dua pimpinan KPK dengan dugaan telah memalsukan surat terhadap kliennya. Foto: istimewa

Sementara, juru bicara KPK Febri Diansyah menegaskan bahwa status dua pimpinan belum ditetapkan sebagai tersangka. Berdasarkan SPDP yang ia terima, posisi Agus dan Saut masih sebagai terlapor.

“Pada Rabu sore kami sudah terima SPDP. Ada kemungkinan KPK sebagai pihak terlapor. Perlu ditegaskan di sini, bahwa pihak KPK sebagai pihak terlapor tentu akan dipelajari lebih lanjut termasuk apa yang dipersoalkan di sana karena di surat itu tidak tercantum,” ujar Febri yang ditemui di kantor KPK pada Rabu malam kemarin.

Lalu, apakah ini merupakan bentuk kriminalisasi terhadap pimpinan KPK oleh pihak Setya Novanto? Febri mengaku tidak ingin terburu-buru menyimpulkan hingga sejauh itu. Tetapi, ia tidak menepis jika ini bukan kali pertama pimpinan lembaga anti rasuah itu dilaporkan ke institusi penegak hukum saat tengah mengusut kasus besar.

Febri pun yakin bahwa pihak kepolisian akan secara profesional menangani kasus tersebut.

“Kalau itu trekant penanganan tugas di KPK misalnya dalam proses penanganan perkara, tentu kita ingat pasal 25 UU Tipikor yang mengatur bahwa proses penyidikan, penuntutan dan persidangan kasus tindak pidana korupsi (TPK) didahulukan dibanding perkara yang lain,” kata dia.

KPK pun, kata Febri, tidak akan berhenti mengusut kasus korupsi KTP Elektronik. Jika memang dua pimpinan KPK itu diperkarakan ke polisi karena kasus itu, menurut Febri, aturannya jelas, sebagai sesama institusi penegak hukum antara KPK dan polisi dapat berkoordinasi lebih lanjut agar upaya penanganan kasus korupsi dapat ditangani bersama dan secara lebih maksimal.

Mantan pegiat di Indonesia Corruption Watch (ICW) itu mengaku tidak ingin berandai-andai jika status kedua pimpinan ditingkatkan menjadi tersangka. Mereka memilih untuk fokus dalam pemberian bantuan hukum dan menangani kasus tersebut. – dengan laporan Santi Dewi/Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!