
JAKARTA, Indonesia — Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Rabu, 4 Maret, berkumpul di gedung lembaga anti-rasuah. Mereka tak sekedar berkunjung, tapi membawa agenda untuk menanggapi kisruh di lembaga tersebut terkait kasus dugaan korupsi mantan calon Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Komisaris Jenderal Budi Gunawan.
Mereka mengoreksi kebijakan KPK, dan memberikan rekomendasi-rekomendasi penting. (BACA: KPK tetapkan calon Kapolri Budi Gunawan sebagai tersangka rekening gendut)
Apa saja poin-poin penting itu?
Segera ajukan Peninjauan Kembali
Penasihat KPK periode 2005-2013 Abdullah Hehamahua menyatakan para mantan pimpinan KPK meminta agar lembaga penegak hukum tersebut mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap kasus dugaan tindak pidana korupsi Budi Gunawan.
“Semua sudah setuju, tapi keputusan ada di pimpinan, mereka akan rapat pimpinan di mana semua hadirin mengusulkan PK dan kemudian pimpinan akan memutuskan,” kata Abdullah, Rabu.
Abdullah menyampaikan hal itu seusai bertemu dengan pimpinan dan mantan pimpinan serta penasihat KPK antara lain Busyro Muqoddas (pimpinan 2010-2014), Erry Riyana Hardjapamekas (pimpinan 2003-2007), Haryono Umar (pimpinan 2007-2011), Tumpak Hatorangan Panggabean (pimpinan 2003-2007 dan plt pimpinan 2009-2010), dan Said Zainal Abidin (penasihat 2009-2013).
“Semua alumni setuju untuk PK alasannya bahwa itu satu upaya hukum, karena korupsi itu kejahatan luar biasa. Kalau praperadilan itu disahkan itu jadi problem besar di seluruh hukum di Indonesia,” tambah Abdullah. (BACA: Sidang peraperadilan: Penetapan Budi Gunawan tersangka oleh KPK tidak sah)
Namun usulan PK tersebut tergantung pada keputusan pimpinan KPK. “Tadi Pak (Plt Ketua KPK Taufiqurahman) Ruki mengatakan, semua yang disampaikan alumni akan ditampung nanti semua diambil keputusan oleh KPK,” ungkap Abdullah.
Meski dilimpahkan, KPK wajib supervisi kasus Budi Gunawan

Pimpinan KPK periode 2007-2011 Haryono Umar menyatakan, KPK harus tetap melakukan supervisi, meski kasus Budi Gunawan sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung RI. (BACA: Ruki: Saya hadir di KPK untuk padamkan bara api)
“KPK kan punya kewenagan untuk korsup (koordinasi supervisi). Nah sekarang, korsup itu harus ditingkatkan. Dengan menanyakan, melihat, bagaimana perkembangannya dan juga yang penting menyampaikan ke publik prosesnya bagaimana,” kata Haryono di kesempatan yang sama.
Haryono mengatakan, mekanisme koordinasi supervisi harus diperbaiki. “Makanya salah satu tugasnya Pak Ruki cs ini ialah memperbaiki itu. Pertama, memperbaiki secara internal, kemudian bagaimana bisa menjadi lebih baik. Kemudian, koordinasi dengan penegak hukum lain supaya tidak lagi terjadi hal-hal seperti demikian terutama untuk penguatan payung hukum,” kata Haryono.
Aturan internal yang harus ditegaskan misalnya adalah asal instansi penyidik KPK dan asas kolektif kolegial putusan pimpinan.
Mengoreksi kebijakan KPK: Sebelum pelimpahan seharusnya ada gelar perkara
Mantan pimpinan KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menilai bahwa pelimpahan suatu kasus di KPK kepada lembaga penegak hukum lain harus didahului dengan gelar perkara, termasuk dalam kasus Budi Gunawan. (BACA: Ruki dan indikasi pelemahan KPK)
“Sebelum dilimpahkan ke sana, harus pertama-tama dilakukan gelar bersama dulu mengenai kasus itu, begitu,” kata Tumpak juga masih dalam kesempatan yang sama.
“Saya kira belum (gelar perkara) karena penyerahannya juga belum, toh,” ujar Tumpak. (BACA: Ratusan karyawan KPK tolak pelimpahan kasus Budi Gunawan)
Sebelumnya, putusan pimpinan KPK untuk melimpahkan kasus Budi Gunawan ke Kejaksaan, menuai protes. Bukan hanya dari Indonesia Corruption Watch, tapi juga dari pegawai internal mereka. —Rappler.com
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.