Paket ekonomi jilid 2 belum jawab ancaman PHK

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Paket ekonomi jilid 2 belum jawab ancaman PHK
Pengusaha sambut baik kemudahan prosedur izin. Tapi itu efeknya jangka menengah dan panjang. Yang dibutuhkan adalah solusi mendesak untuk kelangsungan usaha saat ini.

JAKARTA, Indonesia — Pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo meluncurkan paket ekonomi jilid 2 yang bertujuan mendorong pemulihan ekonomi, Selasa, 29 September.

Ada lima poin penting dalam paket yang diumumkan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, yang intinya bertujuan menggenjot investasi melalui kemudahan perizinan dan insentif pajak.

“Izin lingkungan di kawasan industri sudah diberikan kepada kawasannya, sehingga untuk investasi di dalamnya tidak perlu izin lagi. Dengan demikian, waktu untuk mengurus izin investasi di kawasan industri menjadi jauh lebih cepat, sekitar tiga jam saja,” kata Darmin dalam pernyataan persnya di Istana Negara.

Di sektor kehutanan, pemerintah juga siap untuk menempuh langkah serupa.

“Izin pinjam pakai kawasan hutan akan jadi dua belas sampai lima belas hari dari tadinya dua hingga lima tahun. Rekomendasi kepala daerah juga tidak akan lebih dari 4 hari. Berbagai izin yang selama ini lama akan dibuat lebih singkat,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.

Namun, kebijakan ini tak disambut antusias dari kalangan industri.

“Masalah mendasar dari paket-paket ekonomi yang diluncurkan oleh Presiden Jokowi ini, belum dilengkapi dengan peraturan presiden atau aturan pelaksanaan lain. Ibaratnya, selain cukup telat meluncurkannya, dampaknya tidak langsung terasa untuk atasi problem mendesak saat ini,” kata Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Yani Motik kepada Rappler Rabu pagi, 30 September.

“Paketnya masih harus diikuti dengan aturan di level menko, menteri, bahkan daerah. Bagaimana mau langsung kerja?” kata Yani, yang juga merupakan seorang pengusaha.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Biji Besi Indonesia (APB3I), Erry Sofyan, mengatakan bahwa paket ekonomi jilid 1 dan 2 tidak ada efeknya ke industri mineral. Di lingkungan industri bauksit alias alumina, sejak 2014 sudah terjadi pemutusan hubungan kerja terhadap 40.000 karyawan.  

“Kami, pebisnis alumina, praktis mencari pendapatan dari bisnis yang lain, karena bisnis alumina praktis berhenti ketika ekspor dilarang,” kata Erry, saat bertemu dengan media, di kantor APB3I, Selasa.

Pengusaha pertambangan bauksit sebenarnya berharap pemerintah memberikan solusi untuk saat ini, guna mencegah PHK dan berhentinya kegiatan industri, yang pada ujungnya bakal mengurangi penerimaan pajak. Usulan pernah disampaikan saat bertemu dengan Jokowi pada April 2015.  Namun sampai saat ini belum ada sinyal positif.  

“Saat itu kami juga menyampaikan agar kebijakan perizinan industri tidak simpang siur. Kalau sifatnya industri, ya di Kementerian Perindustrian,” kata Erry.  

Saat itu Jokowi meminta agar Menteri Ekonomi dan Sumber Daya Mineral segera mengkaji mana perizinan yang sebaiknya diserahkan kepada pihak Kementerian Perindustrian, dan bukan di Kementerian ESDM.

Usulan dari APB3I termasuk di antaranya, mengizinkan ekspor bauksit sebesar 40-50 juta ton per tahun dengan harga 40 dolar AS per ton, sesuai harga pasar, dan bukannya 20 dolar AS per ton sebagaimana ditetapkan saat ini.  

Jika itu dilakukan, maka kontribusi terhadap penerimaan negara berupa devisa sekitar 1,6 miliar – 2 miliar dolar AS, serta pajak dan penerimaan bukan pajak senilai 480 juta dolar AS.

Dalam Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara No 4/2009, setiap hasil tambang harus diolah di dalam negeri.

Pemerintah mendorong pengusaha membangun smelter, industri pemurnian dan pengolahan tambang di dalam negeri.

Bahkan raksasa tambang Freeport, Februari lalu terancam gagal membangun smelter karena alasan ketersediaan lahan. Sampai saat ini smelter belum dibangun.

Martiono Hadianto yang baru saja meletakkan jabatan sebagai Direktur Utama Newmont Nusatenggara, perusahaan pertambangan emas dan tembaga di Sumbawa, menyambut baik paket menyangkut penyederhanaan prosedur perizinan.  

“Masalah yang dihadapi para investor mengakibatkan mereka ragu untuk melakukan investasi besar,” kata Martiono ketika ditanyai via akun Facebook, Rabu pagi.

Martiono mengingatkan bahwa perusahaan konsultan bisnis Pricewaterhouse Coopers pernah merilis 15 masalah yang dihadapi investor di Indonesia. Penyederhanaan prosedur dan perizinan hanya satu di antaranya.  

Dalam bidang properti misalnya, menurut PwC, problem krusial adalah pembebasan lahan dan kepastian hukum. Sulit mencari lahan yang bebas dari sengketa hukum.

Kelompok Sinar Mas Group mengatakan tidak memerlukan insentif pengurangan pajak bunga deposito bagi pengusaha yang menyimpan devisa hasil ekspor (DHE) di sistem perbankan lokal. Upaya ini dilakukan untuk menarik DHE yang selama ini oleh eksportir disimpan di luar negeri.

Menurut Managing Director Sinar Mas Group Gandhi Sulistyanto, tidak semua pengusaha butuh insentif itu. Sinar Mas Group mengaku tidak menyimpan DHE dalam bentuk deposito di dalam negeri, juga tidak menyimpan DHE terlalu lama di sistem perbankan.  

“Semuanya terus diputar untuk biaya operasional,” kata Gandhi ketika dikontak Rappler.

Kalangan perbankan mengamini sinyalemen Sinar Mas.  

“Kebanyakan yang menaruh duit dalam bentuk dolar di luar negeri, karena mereka membutuhkannya untuk bisnis di luar negeri. Misalnya untuk impor bahan baku,” kata seorang bankir.

Yani Motik mengingatkan bahwa pemerintah seyogyanya memberikan insentif pajak juga bagi pengusaha dalam negeri yang selama ini bersusah-payah untuk mempertahankan usahanya.  

“Jangan hanya fokus mengundang investor asing, dengan insentif fiskal, tapi yang di dalam negeri tidak dipikirkan. Misalnya, bagaimana insentif mencegah PHK?” kata Yani.

Yani merujuk kepada insentif tax holiday dan tax allowance untuk menarik investasi.

Rusmin Lawin, pengusaha properti berbasis di Medan, mengatakan bahwa prosedur perizinan yang lebih cepat dan mudah di tingkat pusat, adalah awal yang bagus.  

“Masalahnya, investor tetap akan dapat kesulitan untuk mendapatkan izin  dari raja-raja kecil di daerah,” kata Rusmin yang juga pengurus Real Estate Indonesia.  

“Mestinya, untuk Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Domestik Nasional jika sudah ada izin dari pusat, tidak perlu lagi aplikasi izin di daerah. Cukup mendaftarkan,” kata Rusmin.  

Ada pandangan yang berbeda yang masih mengganjal, ketika pusat memandang izin sebagai fungsi kontrol sedangkan daerah menganggap izin sebagai sumber pendapatan asli daerah. Ini masalah klasik yang belum ada solusinya. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!