SUMMARY
This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

JAKARTA, Indonesia— Pemimpin Redaksi Majalah Lentera Bima Satria Putra mengatakan butuh tiga bulan bagi awak redaksinya untuk melakukan reportase mendalam mengenai pembantaian simpatisan Partai Komunis Indonesia pada 1 Oktober 1965 lalu.
Bersama awak redaksi yang seangkatan dengannya (2013) di Fakultas Universitas Kristen Satya Wacana, ia melakukan riset di Perpustakaan Arsip Daerah Salatiga bersama rekan-rekannya.
Bima dan rekan redaksi lainnya mengaku cukup antusias dengan pilihan tema kali ini.
“Karena data mengenai Pembantaian Salatiga itu masih minim sekali, karena itu kami ingin menjawab dengan reportase mendalam,” katanya pada Rappler, Kamis, 22 Oktober.
Ia kemudian menggabungkan hasil risetnya di Perpusda dengan rekomendasi dari peneliti senior Singgih Nugroho yang nanti juga menulis di kolom Lentera.
Selanjutnya anggota redaksi memutuskan untuk mencari sendiri sumber-sumber mereka yang anggap mampu menghidupkan tulisan-tulisan mereka.
Sehingga terungkaplah nama-nama seperti mantan Walikota Salatiga Bakrie Wahab yang dianggap pro komunis, saksi mata pembantaian Haji Sarwi, penggali lubang eksekusi Kasrowi, dan Kepala Desa Kopeng Mbah Jenggot.
Semua tokoh ini bisa anda baca di Majalah Lentera di bawah ini:
Lalu apa rencana redaksi selanjutnya?
“Kami menyesalkan pemberedelan tersebut, tapi kami tidak ingin menuntut,” katanya lagi.
Tidak ingin Majalah Lentera diedarkan kembali dan dibaca khalayak umum? “Tidak. Teman-teman takut sanksi akademis. Walau sebenarnya tidak rela,” katanya. —Rappler.com
BACA JUGA
- Pembredelan Majalah Lentera: empat hari dalam tekanan aparat
- Joshua Oppenheimer pertanyakan sikap Jokowi terkait tragedi 1965
- Sejarah hubungan partai Islam dan komunis sebelum tragedi 1965
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.