Pengamat prediksi Indonesia akan sukses di MEA

Sakinah Ummu Haniy

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pengamat prediksi Indonesia akan sukses di MEA

ANTARA FOTO

Indonesia sering berhasil melewati situasi “kepepet”

JAKARTA, Indonesia—Siap tidak siap, kini Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah diberlakukan. Kesepakatan ini membuat sepuluh negara anggotanya tergabung ke dalam satu pasar bersatu, yang menaungi 630 juta penduduk.

Konsekuensinya, Indonesia harus membuka pasarnya untuk seluruh negara ASEAN. Tak hanya di sektor barang dan jasa, namun juga tenaga kerja. Oleh karena itu, yang harus bersiap bukan hanya para pelaku industri namun juga masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Meskipun Indonesia masih memiliki banyak kekurangan dalam persiapan menghadapi MEA. “Indonesia ini sering mengalami X-efisiensi kalau kepepet, jadi saya optimis,” ujar Didin saat dihubungi Rappler pada Sabtu, 2 Januari.peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didin S. Damanhuri merasa optimis terhadap perindustrian Indonesia pasca MEA.

Didin mengakui Indonesia masih mengalami ketidaksiapan dalam berbagai sektor, namun hal tersebut juga terjadi di negara MEA lainnya.

“Negara lain di MEA ini ada masing-masing ketidaksiapan. Singapura ada kelemahan, Malaysia ada kelemahan, Indonesia juga sama. Cuma Indonesia masalahnya lebih kompleks menurut saya,” katanya.

Berikut penjelasan Didin terkait kesiapan Indonesia menghadapi MEA dan apa kendala utama yang akan dihadapi Indonesia.

Persiapan untuk MEA belum terkoordinasi dengan baik

Menurut Didin, persiapan untuk MEA belum menyeluruh. Belum ada satu pusat yang mengoordinasikan keseluruhan kesiapan Indonesia, baik dalam menghadapi serbuan barang-barang impor maupun persiapan Indonesia untuk memasarkan barangnya di pasar MEA.

Belum ada komite globalisasi atau semacamnya untuk menghadapi bukan hanya MEA, tapi juga kawasan perdagangan lainnya di masa depan (dengan Tiongkok, Jepang, Eropa, atau Amerika), yang tahu persis apa yang harus dilakukan Indonesia untuk melakukan penetrasi ke pasar global. Pemerintah belum melakukan market intelligence dengan serius.

Di Kementrian Perindustrian mungkin sudah memiliki daftar komoditas yang bisa dipasarkan ke negara-negara MEA, namun Didin menilai daftar tersebut belum sistematis terutama di bidang tenaga terampil. Indonesia harus segera meng-upgrade dengan cepat sekali karena MEA sudah dimulai.

Selain itu, koordinasi yang baik juga belum tercipta di lingkungan birokrasi yang selama ini highcost. Indonesia harus mau mempercepat reformasi birokrasi baik di tingkat pusat maupun daerah, agar dapat bersaing dengan negara lain.

Industri tekstil sudah siap

INDUSTRI TAS HADAPI MEA. Seorang pekerja menyelesikan pembuatan tas di industri rumahan kawasan Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur. Foto oleh Umarul Faruq/ANTARA

Didin menuturkan bahwa industri tekstil dapat menjadi unggulan Indonesia dalam pasar MEA. Selain itu, sektor kuliner, kerajinan tangan, pariwisata, dan maritim juga dianggap akan mampu bersaing dengan sembilan negara lainnya.

Sementara itu, sektor industri finansial, menurut Didin, dikhawatirkan akan mengalami kemunduran. Singapura dan Malaysia sangat agresif dalam sektor industri keuangan ini bahkan sebelum MEA diberlakukan. Salah satunya adalah akuisisi Bank Internasional Indonesia (BII) oleh Maybank (asal Malaysia).

Dalam sektor pasar modal juga dapat terjadi hal yang serupa. Saat ini sudah banyak peranan asing dalam pasar modal Indonesia, dan kemungkinan peranan Indonesia bisa semakin mundur jika kita tidak memiliki persiapan yang baik.

Selain itu, industri manufaktur juga bisa mengalami kemunduran, apabila tidak segera dibenahi dan ditangani oleh pemerintah.

Untuk sektor industri yang dianggap belum siap, sebenarnya pemerintah dapat mengajukan penundaan karena MEA bersifat konsensus dan fleksibel. Jika argumen pemerintah untuk mengajukan penundaan disetujui oleh sepuluh negara, maka Indonesia dapat mempersiapkan sektor tersebut dalam waktu yang lebih lama.

Industri Indonesia akan berhasil menghadapi MEA

Secara psikologis, Indonesia sering mengalami blessing karena kepepet, hal tersebut yang membuat Didin optimis Indonesia akan mampu bersaing dalam MEA.

Dari berbagai pengalaman selama ini, contohnya pada saat krisis 1998, Indonesia mampu keluar dari keadaan tersebut dan mampu memperbaiki keadaan ekonominya. Hal tersebut juga terjadi saat tingkat suku bunga bank sentral AS meningkat, kondisi rupiah justru membaik. 

Jika dalam keadaan kepepet, sering muncul X-efisiensi, keadaan anomali yang muncul diluar perkiraan-perkiraan common sense. Oleh karena itu, meskipun dengan kesiapan yang kurang memadai, Didin optimis Indonesia akan mengalami berbagai kemajuan, khususnya dalam bidang ekonomi.—Rappler.com

BACA JUGA

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!