Polemik KTP ‘oplosan’ Teman Ahok

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Polemik KTP ‘oplosan’ Teman Ahok
Teman Ahok mengatakan 3 dari 5 mantan relawan itu dipecat karena kualitas data yang mereka setorkan tidak memenuhi syarat

 

JAKARTA, Indonesia — (UPDATED) Dipandu Fery Ariyanto, seorang yang mengaku dari masyarakat sipil, lima mantan Teman Ahok mengungkap dugaan penyelewengan dalam pengumpulan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk pencalonan Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama untuk menjadi orang nomor satu di Ibu Kota. 

Paulus “Ciman” Romindo, 37 tahun, warga Penjaringan-Jakarta Utara mengawali konferensi pers itu dengan mengomentari jumlah KTP Ahok yang sudah mencapai sejuta dengan cara mengumpulkannya dari satu pintu ke pintu, dari satu mall ke mall. “Kami menyatakan itu tidak benar, semuanya tidak benar,” ujar Ciman saat menggelar konferensi pers di Kafe Dua Nyonya, Cikini, Rabu, 22 Juni. 

Menurutnya pengumpulan KTP Ahok itu tak lepas dari jerih payah ‘karyawan’ yang selama ini bekerja di ‘perusahaan’ bernama Teman Ahok. “Kami dikontrak, kami dibayar. Kami ini kerja seperti karyawan di perusahaan,” katanya sambil menunjukkan kuitansi berwarna kuning dan hijau. 

Setiap pekan, setiap ‘karyawan’ Teman Ahok ditarget untuk mengumpulkan 140 KTP dan akan mendapat imbalan Rp 500.000. Pada Minggu keempat, mereka akan mendapat tambahan berupa biaya operasional Rp 500.000. Sehingga total setiap penanggungjawab (PJ) pengepul KTP mendapat Rp 2,5 juta per bulan. 

Ciman menjelaskan ada 153 PJ di seluruh DKI Jakarta. Di atas PJ terdapat Koordinator Pos (Korpos) yang membawahi 5-10 PJ. 

Selain mendapatkan honor, Ciman juga mengaku memperoleh fasilitas dari Teman Ahok, seperti seragam dan fasilitas printer merek Hewlett Packard (HP). “Kloter pertama bahkan mendapatkan laptop,” ujarnya. 

Sementara itu untuk Korpos, mendapatkan fasilitas tambahan berupa telepon genggam. 

Selain Ciman ada empat mantan Teman Ahok lainnya yang mengaku mendapat bayaran yang sama. Mereka adalah Della Noviyanti, Kusnun Nurun, Dodi Hendaryadi, dan Richard Sukarno. 

Modus pengepulan KTP oplosan

Selain soal bayaran, mereka juga mengungkap kinerjanya sendiri. Ia mengaku tak jujur mengumpulkan KTP. 

Ciman lah pertama kali menyebut ada barter dalam proses pengumpulan. Pertama ia terlebih dulu mengakui bahwa pengumpulan KTP untuk Ahok di booth-booth masih murni. Tapi sayangnya, menurut Ciman, penyelewengan terjadi di tingkat PJ di lapangan. 

“Yang terjadi di PJ tidak riil. Ini barter KTP,” katanya. 

Bagaimana cara kerja barter tersebut? “Misal PJ Pinang Ranti mengumpulkan 140 KTP, kemudian dioper ke Kelapa Dua, dibarter pake Gojek, ditukar lagi ke Wilayah Sukabumi Selatan dan Jati Pulogadung. Sampai di sana bisa ganda KTP-nya karena verifikasinya tidak maksimal,” katanya. 

Apa yang dilakukan tim saat verifikasi? Menyusun skenario verifikasi bodong dengan menelepon terlebih dulu respondennya. 

“Bang, tunggu di sini, nanti kita telepon,” ujarnya. Maka tim verifikasi pun menelepon orang yang sudah mereka hubungi sebelumnya dan tentu saja orang tersebut langsung membenarkan KTP-nya diserahkan pada tim Ahok. 

Siapa yang memberikan ide tersebut? “Atasan kami, karena kami dikejar target,” katanya.  

Ciman juga menambahkan, tak jarang ada transaksi uang dalam barter tersebut. “Sesama pengurus terjadi jual beli data itu. Beberapa orang kena sanksi,” ujarnya. 

Tak kompak 

Benarkah praktik ini dilakukan oleh kelima saksi? 

Untuk memastikan, usai konferensi pers, Rappler pun mendalami keterangan saksi kelima mantan teman tersebut. 

Saksi pertama adalah Della Noviyanti, 22 tahun, PJ Pos Sukabumi Selatan. Ia adalah anak Karno. Di sebuah Kelurahan memang bisa ditunjuk dua PJ. Satu lainnya biasanya menjadi tandem. 

Della yang berprofesi sebagai Ibu rumah tangga di Kelapa Dua ini mengaku ditawari ayahnya sebagai relawan Juni 2015. 

Sebagai seorang PJ, ia mengaku tak pernah turun ke lapangan atau mengumpulkan KTP dari pintu ke pintu. 

“Aku bagian menulis, tapi Papa yang mengumpulkan KTP,” ujarnya. 

Tanpa diminta, Della pun menuturkan bahwa ayahnya mengumpulkan tanda tangan palsu untuk pengumpulan KTP. Kartu tanda penduduk itu kadang diperoleh dari oknum kelurahan setempat. 

“Papa beli ke kelurahan, dia main dengan oknum kelurahan, KTP warga dikumpulkan, bukan door to door,” katanya. 

Berapa harga sepaket? “Rp 400.000 untuk 200-300 KTP,” katanya. 

Saat Rappler mengkonfirmasi keterangan ini pada Karno, ia membantah. “Saya tidak mencari ke kelurahan, saya mengumpulkan KTP, masing masing warga saya beri formulir, mereka datang lalu mengisi, lalu mereka kita ambil KTP-nya,” katanya. 

Ia mengatakan ia sudah melakukan pengumpulan sebagian KTP dari pintu ke pintu. “Ya sebagian bodong. Ada yang KTP bikininan,” katanya. 

Untuk membantu kerjanya, Karno mengaku mempekerjakan ibu-ibu sebagai ‘kaki-kaki’nya. “Kalau ibu-ibu per lembar (honor) Rp 1.000-2.000,” katanya pria yang beprofesi sebagai Debt Collector di Bank Intidana jalan Tiang Bendera, Jakarta Barat.  

Lalu bagaimana dengan praktik barter yang disebut-sebut dalam jumpa pers? Rappler kembali menanyakan pada Ciman, orang yang pertama kali menyebut kata ‘barter’ tersebut. 

Ciman yang mengaku sebagai salah satu karyawan perusahaan pengadaan alat pendidikan ini mengatakan ia tak mengalami langsung soal barter ini. Tapi rekannya Dodi Hendaryadi, 36 tahun, PJ Pinang Ranti yang mengalaminya. 

Rappler pun menanyakan pada Dodi. Pria ini bergabung dengan Teman Ahok sejak Januari 2016, dan baru dipecat empat bulan lalu karena indikasi KTP ganda. 

Ia kemudian mengatakan bahwa soal barter sebenarnya ia tak tahu menahu. Ia hanya mengumpulkan data KTP dibantu ‘kaki-kakinya’. Mirip dengan praktik yang dilakukan karno. 

“Saya beri uang rokok Rp 200.000, sisanya Rp 300.000 buat saya,” katanya. Belakangan ia baru mengetahui 40 persen dari KTP yang ia kumpulkan dari ‘kakinya’ berstatus bodong. 

Lalu bagaimana dengan praktik barter yang dimaksud? “Kalau itu Bu Nurun, Bu Nurun seperti itu, kalau saya sistim setor langsung,” ujarnya. 

Rappler pun menanyakan pada Kusnun Nurun. Ia pun kembali melempar keterangan soal barter pada Ciman. “Itu Ciman,” kata perempuan berusia 35 tahun yang berprofesi sebagai pedagang baju tersebut. 

Lalu bagaimana ia mengumpulkan KTP? “Awalnya data yang kami kumpulkan banyak yang riil, saya datangi dari rumah ke rumah,” katanya. 

Tapi semakin lama ia mengaku semakin terdesak, sehingga harus memalsukan KTP-nya sendiri. “Saya punya KTP, saya tulis pakai nama orang lain,” katanya.

Total, kata Nurun, hanya 10-20 KTP yang asli dari 140 yang ia kumpulkan. 

Berbeda dengan kekompakan kelimanya di konferensi pers, saat diwawancara Rappler hingga akhir, tak ada satupun yang mengaku melakukan prakter barter. Mereka hanya mendengar dari rekannya. 

 

 

Siap digugat warga 

Di akhir konferensi pers dengan mantan relawan Teman Ahok, Rappler menanyakan apakah kelimanya siap digugat warga karena telah ikut memalsukan pengumpulan KTP Ahok? “Siap!” kata Ciman yang mengaku bergabung dengan teman Ahok karena uang. 

Nurun juga demikian. “Kalau mau digugat ya seluruh PK digugat dan Teman Ahoknya digugat karena saya bekerja untuk mereka. Kalau mau digugat, silakan daripada warga DKI dibohongi terus,” katanya.

Apa tanggapan Teman Ahok? 

Tak lama setelah mantan Teman Ahok memberikan keterangan pers, giliran gerakan Teman Ahok yang memberi tanggapan. Juru bicara Teman Ahok Amalia Ayuningtyas mengakui kelimanya pernah menjadi bagian tim pengumpulan KTP. Tapi tiga di antara mereka sudah dipecat karena kualitas data yang mereka setorkan tidak memenuhi syarat. 

Amalia juga membenarkan ada biaya operasional yang diberikan kepada setiap PJ dengan pertimbangan mereka harus bolak-balik dari kelurahan masing-masing ke markas Teman Ahok di Pejaten. 

Tapi Amalia mengatakan semua PJ menerima biaya seadanya. “Saya selalu bilang pada Teman Ahok, biaya operasional ini tidak akan bisa memperkaya diri tapi cukup untuk bolak balik,” katanya. 

Selain itu, Teman Ahok juga memberikan fasilitas seperti printer dan telepon genggam, dan seragam serta kartu identitas. Bahkan ada surat tugas untuk masing-masing PJ. “Karena kami saking seriusnya. Untuk memastikan KTP yang kami kumpulkan kami jaga,” katanya. 

Bagaimana dengan verifikasi? Amalia menjelaskan proses verifikasi KTP untuk Ahok. “Kami punya tim verifikasi telepon random. Enggak semuanya ditelepon. Gila kalau semua ditelepon, pulsa dan tenaganya,” katanya. Tapi ia memastikan sistim verifikasi bekerja untuk mengeliminasi KTP yang tidak bertuan, palsu, atau ganda. 

Amalia juga tak menampik sistim kerja di Teman Ahok yang mirip perusahaan. “Menurut kami itu pujian karena berarti Teman Ahok diakui profesionalitasnya,” ujarnya. 

Singgih Widyastomo, yang juga merupakan bagian dari Teman Ahok, menambahkan fakta-fakta yang diungkap oleh mantan Teman Ahok banyak yang keliru. Salah satunya soal jumlah PJ. Mantan Teman Ahok sebelumnya menyebut ada 153 PJ, ternyata hanya ada 90 PJ. “PJ Posku itu trial and error jadi jumlahnya tidak pasti,” katanya. 

Di akhir konferensi pers, Singgih menegaskan, kelima mantan Teman Ahok tersebut bukan pengurus inti sehingga tak mengetahui data yang sesungguhnya.  —Rappler.com

BACA JUGA: 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!