
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bro, dengan tulus saya ucapkan selamat atas kerja keras Anda and your fruit children (anak buah) dalam mengamankan aksi unjuk rasa 411 dan terutama doa bersama 212.
Pada 411 memang ada insiden, tetapi alhamdulillah apa yang saya khawatirkan tidak terjadi. Tidak ada sebutir peluru yang menembus tubuh, kerusuhan berlarut-larut, atau pertumpahan darah. Tugas sebagai Bhayangkara Negara telah Anda laksanakan.
Sebagai rakyat Indonesia, saya berikan penghargaan.
(BACA: Pesan untuk Bro Tito Karnavian jelang demo 4 November)
Pada 212, terus terang saya galau. Sebab ada larangan bagi pemilik bus mengangkut orang menuju Jakarta dan bahkan ancaman makar. Larangan tersebut memang dicabut menjelang Hari-H, tetapi memang tidak sepenuhnya dipatuhi.
Saudara-saudara kita rela melakukan long march legendaris dari Ciamis; jutaan manusia berbondong-bondong menuju Monas, seperti semut-semut berwarna putih keluar dari sarangnya.
Saat itu, Bro menuai banyak hujatan, tetapi di bawah tekanan yang luar biasa, Anda sukses bernegosiasi memindahkan lokasi 212 ke arah Monas. Unjuk rasa berubah menjadi aksi doa bersama yang khidmat dan bermartabat.
Pada Jumat, 2 Desember, saya menyesal tidak bisa ke Monas memenuhi ajakan Bang Muhtar dkk dari masjid Istiqomah di Rawa Bambu Amigos (agak minggir got sedikit), karena tugas mengajar.
Mengikuti dari TV, bulu roma saya berdiri ketika hamparan manusia menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, apalagi ketika lautan putih umat melantunkan doa, takbir, tahmid, dan shalawat.
Bro, berada di sana Anda pasti merasakan energi dahsyat doa yang membubung mengetuk pintu langit. Mereka yang meminta keadilan agar hukum diperlakukan bagi Si Nganu? But on second thought, barangkali isu itu sudah menjadi sekunder.
Ada sesuatu yang lebih jelas memancar dari 212, yaitu bahwa umat Islam Indonesia adalah bagian integral dari NKRI yang memegang teguh Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Semua itu menepis “insinuasi” bahwa umat Islam Indonesia anti-NKRI dan Pancasila. By the way busway, NKRI adalah “brainchild” dari tokoh Islam dan pahlawan nasional Moh. Natsir melalui Mosi Integral 3 April 1950.
Saya kagumi gaya kepemimpinan Bro, tetapi sukses 212 adalah juga karena kebesaran hati para ulama, ustadz, kyai, dan kepiawaian organisasi, serta kepemimpinan Rizieq Syihab dkk. Tidak mudah membuat jutaan umat rela, patuh, dan tertib duduk berkumpul di antara rinai hujan untuk salat Jumat di lapangan Monas.
Kami makin kagum ketika 212 selesai, tidak ada tumpukan sampah, dahan patah, taman rusak, dan tanaman terinjak. Tidak ada warga non-Muslim diganggu, toko dirampok, atau tempat suci agama lain yang dirusak.
Bro, ternyata Anda juga strategis sekaligus humoris dengan menugaskan Polwan berjilbab dan polisi berpeci. Mereka terbukti sanggup mendinginkan atau malah menghangatkan hati para peserta 212.
Tetapi janganlah mereka terus ditugaskan setiap ada demo pada akhir pekan. Menurut sumber intelijen yang tidak bisa dipercaya, sebagian mulai menggerutu karena kebijakan Kapolri bisa menambah barisan jomblo di NKRI.
Sebagai mantan anak kolong Brigif IV Tegal, sampaikan salam dan penghargaan untuk anak Tegal, Jenderal Gatot Nurmantyo dengan pesan sama tentang kebijakan Panglima TNI untuk menugaskan Kowad berjilbab.
Salam,
Rusdian Lubis
—Rappler.com
Rusdian kini adalah seorang environmentalist. Ia pernah bekerja di pemerintahan, lembaga internasional (Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia), dan seorang Eisenhower Fellow.
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.