
JAKARTA, Indonesia — Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2012 melaporkan, ada sekitar 10.000 kasus bunuh diri tiap tahunnya di Indonesia.
Kasus terbaru di Indonesia adalah yang dilakukan oleh seorang pria di Jagakarsa, Jakarta Selatan, yang melakukan aksi bunuh dirinya secara live melalui akun Facebook-nya.
Tidak mudah memang mendeteksi mereka yang menyimpan keinginan untuk bunuh diri. Tapi bukan berarti kita tidak bisa mendeteksinya. Dengan bersikap lebih peka terhadap mereka yang putus harapan dan ingin bunuh diri, kita bisa ikut membantu untuk mengurangi angka bunuh diri di sekeliling kita.
Apa saja hal-hal yang bisa kita lakukan untuk bisa menyelamatkan seseorang yang berpikir untuk mengakhiri hidupnya? Berikut uraiannya di Sketsatorial Rappler Indonesia.
Tebarkan harapan
Dengan cara yang tulus dan berarti, carilah cara untuk fokus pada satu ide bahwa semua penderitaan itu bersifat sementara dan semua akan membaik. Harapan akan muncul dari pemikiran bahwa penderitaan itu tidak ada yang tetap.
Jangan takut bicara
Jika pada satu titik kamu memiliki pikiran untuk bunuh diri, bicaralah pada seseorang. Semakin banyak kamu berbicara dan berbagi, maka semakin besar juga kemungkinan kamu mendapat dukungan. Bicara pada orang yang kamu percaya. Bisa rekan kerja, keluarga, teman, atau para profesional yang ahli dalam kesehatan jiwa.
Pelajari ‘tanda-tanda bahaya’
Menurut American Foundation for Suicide Prevention, mereka yang memiliki risiko tinggi melakukan bunuh diri adalah saat mereka menunjukkan tanda-tanda seperti:
– Bicara soal bunuh diri atau segala topik tentang tak punya alasan untuk hidup
– Sifat dan gaya hidupnya berubah. Mulai mengonsumsi alkohol atau obat terlarang, atau mulai banyak mencari informasi soal bunuh diri
– Tertutup, tidak mau bersosialisasi, bertindak ceroboh, tiba-tiba suka berkunjung atau menelepon orang dan mengucap perpisahan.
– Mood yang berubah. Depresi. Kehilangan semangat. Marah. Mudah tersinggung. Cemas.
Rajin mendengar
Kenali sekitarmu dan cara orang di sekitar mengekspresikan diri mereka. Dengarkan mereka berkomunikasi dengan menggunakan emosi mereka. Jika kamu melihat bahwa mereka berpotensi untuk mencederai diri sendiri, dekati dan dengarkan lebih dalam. Dengarkan apa yang mereka katakan dan apa yang tersirat, “yang tidak terkatakan”.
Mulai membuat ‘safety net’
Safety net ibarat “wadah” yang akan menampung seseorang saat ia “tersungkur” dan butuh pertolongan. Kita semua butuh safety net. Bisa berupa teman, keluarga, tempat, rencana, apapun itu. Sesuatu yang menyelamatkan kita dari keterpurukan hidup. Safety net berarti cara untuk kita tetap bisa berkomunikasi dengan orang lain yang peduli pada kita.
Peduli sesama
Hilangkan sifat menghakimi atau menyalahkan. Bagaimana pun juga, bunuh diri adalah tragedi yang mau tak mau meninggalkan penderitaan bagi mereka yang selamat. Mereka yang pernah melaluinya pasti merasakan emosi yang campur aduk. Karena itu, kepedulian bisa membantu proses penyembuhan. Jangan berhenti peduli.
Merangkul lebih banyak
Mereka yang beresiko tinggi melakukan bunuh diri adalah mereka yang paling sering menutup diri. Tapi bukan berarti kita juga harus menutup diri. Rangkul mereka, terutama yang kamu ketahui memang sedang “berjuang” dalam hidupnya.
Lihat sekitar kita
Kita harus lebih peka melihat sekitar. Karena bunuh diri itu tidak memilih golongan, latar belakang, warna kulit, atau apapun. Tapi ketika kita sudah melihat tanda-tandanya, kita bisa bekerjasama untuk mencegahnya. —Rappler.com
Sketsatorial adalah kolom mingguan Rappler tentang isu-isu penting yang dibahas dengan menggunakan video sketsa, dan dibuat oleh Iwan Hikmawan. Follow Iwan di Twitter @Sketsagram.
BACA JUGA:
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.