Tujuh ekor kukang diselamatkan BKSDA Kalbar dari sebuah resor

Aseanty Pahlevi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Tujuh ekor kukang diselamatkan BKSDA Kalbar dari sebuah resor
Tiga ekor kukang lainnya yang ditemukan di Resor Camar Bulan sudah menjadi bangkai.

PONTIANAK, Indonesia – Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat bekerjasama dengan Yayasan International Animal Rescue Indonesia (YIARI) mengevakuasi tujuh kukang (Nycticebus sp) dari sebuah tempat peristirahatan. Di lokasi itu juga ditemukan tiga ekor kukang yang sudah menjadi bangkai.

“Tim melakukan evakuasi di Resor Camar Bulan, Desa Temajok, Kecamatan Paloh, Sambas, Kalimantan Barat pada 13 April 2017. Saat ini, satwa berada di kandang transit Balai KSDA Kalbar di Pontianak untuk mendapatkan perawatan tim dokter dari Yayasan IAR sebelum dibawa ke Ketapang,”  kata Kepala BKSDA Kalbar, Margo Utomo, pada Jumat, 14 April.

Dari tujuh ekor kukang, satu di antaranya terlihat kritis saat tiba di kandang transit. Tim medis dari YIARI melakukan pertolongan pertama. Kukang berusia remaja tersebut diduga mengalami stres berat, mal nutrisi dan diare. 

“Kukang dibeli dari warga sekitar seharga Rp100 ribu dan diberi makan pisang,” kata Margo.

Taufikurohman, wakil koordinator tim evakuasi tumbuhan dan satwa dilindungi BKSDA Kalbar mengatakan informasi adanya kukang yang dipelihara warga berasal dari masyarakat. Sayangnya, ketika tim tiba di lokasi peristirahatan usai menempuh perjalanan selama 10 jam dari Pontianak, pemilik usaha tidak berada di tempat. 

“Penyerahan satwa dilakukan oleh NN Setiawan, yang merupakan penjaga tempat wisata tersebut. Keberadaan satwa ini digunakan untuk menarik pengunjung,” kata Taufik.

Sebelumnya, pada  8 April, BKSDA Kalbar juga telah mengamankan dua ekor kukang dari pemelihara di kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya. Dari dua penertiban ini, petugas BKSDA Kalbar masih melakukan pembinaan terhadap pemelihara satwa dilindungi tersebut. 

Ketua YIARI Tantyo Bangun menilai temuan hasil penindakan ini cukup mengejutkan. Sebab, terlihat pemelihara kukang sangat keji.

“Oknum mengeksploitasi satwa liar yang dilindungi dan menggunakan mereka sebagai atraksi untuk menarik wisatawan,” ujar Tantyo. 

Belum lagi, satwa yang dilindungi itu dipelihara hanya demi keuntungan sesaat. Usai tak lagi dianggap menguntungkan, mereka dibiarkan terlantar hingga mati mengenaskan.

Tantyo menambahkan, sudah selayaknya ada tindakan dan sanksi yang serius kepada para oknum yang mengeksploitasi satwa yang dilindungi. Masyarakat luas juga seharusnya mengutuk tindakan tersebut dan saling mengingatkan untuk tidak membeli atau memelihara satwa yang dilindungi. 

YIARI mencatat, perdagangan untuk dipelihara memegang peran besar dalam mendorong kepunahan kukang. Sebanyak 30 persen kukang yang merupakan hasil perburuan tersebut mati dalam perjalanan dari penangkap ke pedagang. 

Kukang mati karena stress, dehidrasi atau terluka akibat transportasi yang buruk. Sementara, pemotongan gigi menyebabkan kukang terkena infeksi dan kesulitan makan. 

Akibatnya berujung kematian. Data dari YIARI menyebut usia kukang rata-rata hanya bertahan hingga bulan ke enam sejak dipelihara. 

Media sosial ikut berperan

Sementara, staf media YIARI, Risanti menjelaskan di era media sosial saat ini, aksi memelihara satwa yang dilindungi dapat menjadi tren. Salah satu caranya dengan mengunggah foto satwa yang dilindungi yang dijadikan hewan peliharaan. Akibatnya, netizen tertarik ikut memelihara kukang. 

“Pamer foto di media sosial secara tidak langsung menjadi faktor yang membuat pemeliharaan kukang menjadi tren. Jika satu orang yang memelihara mengunggah atau pamer foto bersama kukang dan dilihat oleh jejaringnya, maka hal tersebut merupakan potensi tren bagi pemeliharaan kukang,” kata Risanti.

Selain itu, kemudahan untuk mendapatkan hewan kukang atau satwa liar lainnya juga memicu tren tersebut. Belum lagi penegakan hukum terhadap tindak kejahatan pemeliharaan satwa yang langka tidak tegas. Padahal sesuai dengan UU nomor 5 tahun 1990, pemelihara satwa liar yang dilindungi harus dihukum agar mereka jera. 

Jika penegak hukum bisa menghentikan dari sumber permintaannya maka kepunahan populasi kukang bisa dicegah.

Lalu, apa yang bisa dilakukan publik untuk mencegah populasi kukang berkurang? Menurut YIARI, satwa liar akan hidup lebih baik saat mereka berada di habitatnya. Oleh sebab itu, mereka mendorong agar warga yang masih memelihara kukang untuk mengembalikan mereka ke alam bebas. 

Warga bisa bisa mengembalikan kukang melalui BKSDA atau mengontak YIARI melalui situs mereka. Dengan demikian, maka prosedur pengembalian kukang bisa dilakukan dengan tepat. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!