World Pride 2017: Warna-warni di jalanan Madrid

Famega Syavira

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

World Pride 2017: Warna-warni di jalanan Madrid
Pride Parade 2017 tahun ini dipusatkan di Madrid untuk mendukung hak-hak kaum LGBT. Madrid merupakan salah satu kota yang mengakui pernikahan sesama jenis

MADRID, Spanyol — ”Bagaimana kalau anakmu atau anggota keluargamu gay?” 

Itu adalah sebuah pertanyaan yang sering datang dalam perdebatan isu mengenai lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Pertanyaan itu terjawab dengan salah satu spanduk dalam Pride Parade 2017 di Madrid, Spanyol, pada Minggu, 1 Juli 2017. 

“Kami para ayah dan ibumu. Kami berjalan di sisimu,” demikian bunyi spanduk yang dibawa oleh komunitas orangtua LGBT dalam pawai Pride terbesar di dunia tahun ini yang dipusatkan di Madrid. Spanduk itu mengungkapkan bahwa para orangtua itu menerima anak-anak mereka dan mendukungnya. 

Pride Parade 2017 adalah pawai terbesar di dunia tahun ini untuk mendukung hak-hak kaum LGBT. Ratusan ribu orang memenuhi jalanan utama kota Madrid yang ditutup demi lancarnya perayaan Pride Parade tahun ini.

”Saya merasa bahwa World Pride ini adalah pawai yang bahagia. Ini adalah saat di mana semua bisa mengekspresikan diri dengan bebas, tak peduli siapa mereka, dari mana asalnya, dan apa preferensi seksualnya.”

Sungguh pemandangan luar biasa menyaksikan ratusan ribu orang—beberapa sumber menyatakan orang yang datang sampai satu juta—dengan berbagai bentuk ekspresinya masing-masing; ada yang memakai kostum, ada yang telanjang dada, ada grup yang mengenakan seragam, hingga kelompok pria kekar yang memakai sepatu hak tinggi. Semua dilengkapi dengan aneka macam atribut pelangi.

Rangkaian acara World Pride yang berujung pada pawai ini sudah berlangsung sejak sepekan sebelumnya. Bendera pelangi nampak di seluruh kota, termasuk di kantor-kantor pemerintahan, kantor polisi, dan bus kota. Di depan kantor pencatatan pernikahan terbentang spanduk besar bertuliskan “Siapapun yang kamu cintai, Madrid mencintaimu”. Madrid memang salah satu kota yang mengakui pernikahan sesama jenis.

Pawai dimulai sore hari dengan arak-arakan dari berbagai komunitas dan delegasi dari berbagai kota dan negara. Ada delegasi berbagai kota di Spanyol, Eropa, dan Amerika. Jumlah delegasinya pun bervariasi, kemungkinan sesuai dengan kebebasan LGBT di negara tersebut. Misalnya puluhan orang dari Amerika, sementara hanya ada 4 orang memegang bendera “Solidaritas dengan LGBT Rusia”. 

Saya tidak melihat delegasi Indonesia maupun bendera merah putih yang dikibarkan. Dari Asia Tenggara saya hanya melihat sekelompok orang dari Filipina dan satu bendera Singapura.

Ada kelompok pembela hak LGBT di negara-negara yang tidak mengakui hak LGBT. 

PRIDE. Pride 2017 di Madrid diikuti dari delegasi berbagai negara, termasuk negara-negara Asia Tenggara seperti Filipina dan Singapura, tapi tidak ada Indonesia. Foto oleh Famega Syavira/Rappler

“Kami berpawai untuk mereka yang tidak bisa ikut serta,” demikian bunyi spanduknya. Ada pula heteroseksual yang berpawai untuk menunjukkan dukungannya untuk hak-hak LGBT. Isu feminis juga menjadi salah satu isi spanduk yang dibawa oleh para peserta pawai. 

Pawai ini juga menunjukkan bahwa di balik isu LGBT tersimpan banyak isu lain yang lebih spesifik yang mungkin tidak banyak diketahui orang. Selain para lesbian, gay, transgender, dan biseksual, ada juga para aseksual yang memperkenalkan konsep bahwa ada juga orang yang tidak punya preferensi seksual. Bahkan ada rombongan LGBT tuna rungu dan tuna wicara yang berkampanye dengan bahasa isyarat. 

Selain itu, ada juga isu besar yang bertautan dengan LGBT, misalnya satu kelompok yang meneriakkan “Palestina merdeka!”. Mereka berkampanye menentang “pinkwashing”, yaitu cara Israel menggunakan isu LGBT untuk menarik turis datang ke Israel. 

Ada kelompok yang memainkan alat musik tradisional Afrika, mereka menginginkan persamaan hak imigran dari Afrika di Eropa, terutama imigran LGBT. Bayangkan, menjadi imigran saja sudah sulit, apalagi imigran LGBT.

Di luar isu-isu pelik tersebut, saya merasa bahwa World Pride ini adalah pawai yang bahagia. Ini adalah saat di mana semua bisa mengekspresikan diri dengan bebas, tak peduli siapa mereka, dari mana asalnya, dan apa preferensi seksualnya. Dalam pawai ini, semua orang setara. Tidak ada saling menghakimi dan tidak ada yang memandang rendah orang lain. Hari ini semua masalah dilupakan untuk sejenak.

Meski demikian, tak semua warga Madrid setuju dengan perayaan besar-besaran ini. Beberapa spanduk yang dipasang di kota menyatakan keberatan, bukan karena tak mendukung LGBT, tapi karena keberatan dengan komersialisasi pawai. Ada spanduk bertuliskan “Pawai, ya. Tapi tidak seperti ini”. Spanduk lain yang dipasang di Paseo del Prado, jalan utama tempat digelarnya pawai, bertuliskan “World Pride adalah bisnis. Hak-hak LGBT bukan bisnis.”

Setelah pawai komunitas dengan berjalan kaki selesai, datanglah pawai dengan mobil trailer besar. Beraneka merek lokal maupun internasional ikut serta seperti Vodafone, Spotify, PayPal, Facebook, dan eBay (Atau bisa juga dibaca sebagai merek yang harus diboikot di Indonesia.) Mobil-mobil besar itu dilengkapi musik membahana, sehingga begitu matahari terbenam, mulailah pesta besar-besaran di sepanjang jalan utama Madrid.

Selesainya pesta menyisakan ratusan ton sampah di Madrid, seperti yang saya baca di koran pagi ini. Bagi saya, hari itu juga menyisakan pertanyaan dari teman saya yang asli Madrid: “Mungkin enggak, Indonesia punya pawai LGBT, setidaknya 20-30 tahun ke depan?” —Rappler.com

Famega Syavira Putri, sedang melakukan perjalanan darat dari Indonesia ke Afrika.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!