Perjuangan montir tuna netra merintis bengkel di tengah keterbatasan

Fariz Fardianto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Perjuangan montir tuna netra merintis bengkel di tengah keterbatasan
Bengkel Cahaya Motor di Semarang jadi salah satu bukti perjuangan Topo Nugroho yang merintis usaha dari nol

 

SEMARANG, Indonesia — Seperti hari-hari biasanya, beberapa warga Kampung Sri Rejeki Timur, Gisikdrono, Semarang Barat, tampak sibuk merawat sepeda motornya di bengkel Cahaya Motor Jalan WR Supratman, siang hari itu. Tak butuh waktu lama bagi seorang montir untuk memperbaiki motor pelanggannya.

Topo Prastyo Nugroho, nama montir tersebut, cekatan saat mengutak-atik mesin motor. Di tengah cuaca terik, ia berulang kali ia menyeka peluhnya.

Ia mengaku tak mudah saat melayani servis sepeda motor pelanggannya. Ia butuh tenaga ekstra terutama ketika orderan yang datang bertambah banyak. 

“Paling susah kalau orang tiba-tiba enggak jadi nyervis hanya gara-gara melihat kondisi saya yang mengalami keterbatasan fisik,” kata Topo saat ditemui Rappler di bengkelnya.

Meski begitu, ia tak pernah pantang surut walaupun kerap diremehkan. Bengkel Cahaya Motor jadi salah satu bukti perjuangannya yang merintis usaha dari nol.

Ia merasa awalnya frustasi lantaran mengalami kebutaan sejak lahir. Untungnya, di tengah kondisi tersebut ia mendapat dukungan penuh dari ibundanya.

“Kemudian saya ambil sikap, di tengah keterpurukanku maka harus bisa bangkit dan memotivasi diri sendiri. Saat saya melihat banyak teman bisa naik motor. Saya punya kemauan setidaknya bisa melakukan hal yang sama. Saya lalu belajar menyervis motor,” akunya.

Berawal dari SLB

Bakatnya mengutak-atik motor sudah muncul sejak kecil. Berawal dari bangku Sekolah Luar Biasa (SLB) Kelas A, ia bahkan nekat mendaftar sekolah umum saat masuk SMP di Yogyakarta.

Ia berpendapat kaum disabilitas selayaknya dapat disejajarkan dengan orang normal. Tapi niatnya tersebut bukan tanpa halangan. Ia mengakui jika banyak sekolah yang menolaknya mentah-mentah.

“Daftar sana-sini enggak ada yang terima. Kuatirnya kalau saya enggak bisa mengikuti pelajarannya. Parahnya lagi, ada guru yang takut sekolahnya kena sidak Dinas Pendidikan. Tentu saya kecewa, lha wong saya cuma ingin menambah ilmu lebih luas lagi,” ungkapnya.

Berbekal tekad kuat agar sejajar dengan orang normal, ia langsung mendatangi kantor Dinas Pendidikan Semarang. Di sana, ia memprotes sikap diskriminatif saat mendaftar sekolah.

“Setelah saya ngomong apa adanya, eh ternyata kemudian diberi selembar surat memo sebagai bekal mendaftar sekolah umum. Antara terharu dan gembira, saya lantas mendaftar di SMP Masehi sampai berlanjut ke SMA Negeri 7 Tugu Suharto,” katanya.

Selepas lulus sekolah, keinginannya untuk membuka bengkel semakin kuat. Topo berkata dirinya sengaja curi ilmu dari seorang kenalannya. Dalam rentang waktu lima tahun terakhir, ia menempa diri.

“Saya minta diajari menghafal bentuk alat-alat yang ada di bengkelnya sekaligus membantu dia nyervis motor. Sesekali jadi perantara jual-beli motor,” katanya.

Lambat-laun keahliannya membengkel diketahui oleh ibundanya. Ia menyampaikan pada 2007 silam dimodali uang Rp100 juta oleh ibundanya untuk membuka bengkel sendiri.

Saat ini, ia menuturkan mampu men-service tiga sampai lima motor dalam sehari. Jika kondisinya ramai, maka orderannya bisa mencapai belasan kali sehari.

“Ini ada seorang pegawai yang membantu saya setiap hari. Banyak yang meremehkan tapi itu jadi cambuk untuk membuktikan diri jadi lebih baik,” ujarnya.

Ia berharap perjuangannya selama ini bisa memacu semangat para difabel lainnya agar mau merubah nasib. Pun demikian dengan Pemerintah Kota Semarang yang diharapkan bisa meningkatkan kepeduliannya terhadap kelangsungan hidup para difabel.

“Sebab pandangan masyarakat terhadap kami sangat minim. Mudah-mudahan pemerintah meningkatkan kepeduliannya kepada kami,” katanya.

Dari guru jadi rekan bisnis

Sumali, seorang guru SLB Kelas A Driya Adi Semarang, mengaku sangat bangga dengan apa yang ditunjukan oleh Topo selama ini. 

“Topo merupakan bekas murid saya yang cukup kreatif dan mandiri sejak kecil,” katanya.

“Dia begitu menginspirasi bagi warga sekitar. Pak Ganjar [Pranowo; Gubernur Jawa Tengah, -red] menjulukinya anak ajaib karena bisa memperbaiki kerusakan motor dengan memakai tajamnya indra pendengaran dan penciumannya,” kata Sumali. 

Bila dulu saya jadi gurunya. Sekarang saya malah jadi rekan bisnisnya.”

Ia menyarankan kepada para orangtua supaya memberikan perhatian khusus bila memiliki anak yang punya keterbatasan fisik. Ia yakin setiap manusia dikaruniai talenta besar dari Yang Maha Kuasa.

“Jangan dikasihani namun berilah perhatian khusus biar jadi sosok mandiri, kreatif sesuai bidangnya masing-masing. Setiap manusia dikaruniai talenta besar dari Tuhan,” kata Sumali. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!