Philippine basketball

Dosen Aceh yang ajak mahasiswa ke gereja terancam dinonaktifkan

Nurdin Hasan

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Dosen Aceh yang ajak mahasiswa ke gereja terancam dinonaktifkan

AFP

Universitas seharusnya pahami apa yang dilakukan Rosnida adalah proses pembelajaran untuk kembangkan sikap saling paham antar-umat beragama.

BANDA ACEH, Indonesia – Seorang dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh, yang membawa mahasiswanya belajar di gereja direkomendasikan agar dinonaktifkan dari tugas akademis karena dianggap melanggar budaya dan kearifan lokal di Aceh.

Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry, Abdul Rani Usman, kepada wartawan, Jumat (9/1), menyebutkan rekomendasi itu diputuskan setelah pihaknya melakukan rapat senat dan dengar pendapat dengan dosen di lingkungan fakultas itu sehari sebelumnya, terkait kasus Rosnida Sari.

Rosnida adalah seorang dosen di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN sejak tahun 2006. Pada semester ini, ia mengajar mata kuliah Studi Gender dalam Islam. Bulan November 2014 lalu, terinspirasi dari pengalamannya belajar di Australia, Rosnida mengajak sejumlah mahasiswanya ke sebuah gereja di Banda Aceh untuk belajar tentang “bagaimana agama lain melihat relasi antara laki-laki dan perempuan.”

Aktifitas yang dilakukan Rosnida ditulisnya dan dimuat di laman Australia Plus pada 5 Januari lalu. Artikel Rosnida itu kemudian dikutip beberapa media online di Aceh. Segera reaksi pro dan kontra muncul setelah beberapa warga Aceh menyebarkan artikel itu melalui media sosial Facebook. Banyak komentar mencela langkah Rosnida tersebut.

Sebelum artikel itu dipublikasikan oleh Australia Plus, tidak ada reaksi apa-apa dari warga Aceh. Foto-foto Rosnida saat kuliah di Universitas Flinders di Australia Selatan juga muncul di beberapa laman Facebook yang memunculkan komentar berupa kecaman. Konon, akun Facebook Rosnida terpaksa harus ditutupnya.

Komentar tajam berdatangan dari pengguna blog dan media sosial yang menuduh Rosnida sebagai “serigala berbulu domba yang mempunyai misi Kristenisasi di jantung pertahanan umat Islam”. Pengguna lain bahkan menghujatnya hingga isu personal yang tak pantas dibahas di sini.

Screen shot dari laman Australia Plus, tulisan asli Rosnida Sari yang mengajak murid-muridnya ke gereja.

Menurut Abdul Rani, sebenarnya tidak ada masalah dengan Rosnida. Dia adalah seorang dosen beragama Islam yang sudah menyelesaikan program doktor dan mengajar di Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Hubungan Rosnida dengan para dosen lain terjalin cukup baik.

“Kasus itu hanya sebatas Facebook yang ditanggapi beragam. Apabila sesuatu dilakukan berbeda dengan budaya, maka ditanggapi juga berbeda. Di suatu daerah apabila mencaci sultan, wartawan, atau masyarakat tersebut akan terancam,” kata Abdul Rani.

Abdul Rani melanjutkan, karena Rosnida berada di wilayah yang menganut syariat Islam, maka beberapa hal yang ia lakukan dipandang sensitif. “Seharusnya tidak perlu terjadi, tapi ini sudah terjadi,” katanya.

Meski demikian, ia menghimbau masyarakat Aceh, masyarakat di luar Aceh, dan insan pers untuk tetap tenang menyikapi fenomena ini.

Abdul Rani menambahkan jika fenomena itu terus berlangsung, pihaknya perlu menyikapi untuk melindungi semua pihak yang terkait, dan agar masalah tak melebar menyebar ke hal-hal yang tak diinginkan.

Rekomendasi untuk Rosnida

Untuk itu, pihak kampus menggelar dengar pendapat dengan para dosen senior, hari Kamis (8/1). Dalam rapat itu diputuskan untuk mengeluarkan rekomendasi. Sebelum rekomendasi dikeluarkan, pihaknya sudah mendengarkan klarifikasi dari Rosnida.

Dalam pengantar rekomendasi yang ditandatangani Dekan Dakwah dan Komunikasi disebutkan, “Setelah dilakukan penelaahan dan analisis dapat dikemukakan bahwa Rosnida Sari merupakan dosen muda yang pemahaman keagamaannya dipandang masih terbatas dan kurang mampu memahami kearifan lokal yang berlaku dalam masyarakat Aceh.”

Poin pertama rekomendasi berbunyi, “Rosnida Sari harus meminta maaf kepada pimpinan dan civitas akademika Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Rektor UIN Ar-Raniry, para orangtua mahasiswa, tokoh-tokoh masyarakat, dan seluruh masyarakat Aceh lainnya secara terbuka melalui media massa.”

Sedangkan poin dua adalah “pimpinan UIN Ar-Raniry akan melakukan pembinaan dan pendampingan agama [aqidah] kepada yang bersangkutan dan menonaktifkannya sementara dari tugas-tugas akademis selama proses pembinaan.”

Abdul Rani menjelaskan bentuk non-aktif yang dimaksud antara lain para mahasiswa yang skripsinya sedang dibimbing Rosnida akan dialihkan ke dosen lain. Begitu juga mata kuliah yang diajarkan Rosnida akan dialihkan ke dosen lain.

 
//

“Jadi, supaya dia nyaman karena ini persoalan budaya. Apabila seseorang perilaku yang berbeda budaya, dan mendobrak budaya akan terjadi hal yang tak diinginkan. Ini persoalan-persoalan kearifan lokal dan budaya,” katanya.

Rosnida yang hendak dikonfirmasi terkait rekomendasi yang dikeluarkan fakultasnya, tak berhasil ditemui. Beberapa kali dihubungi, tetapi telepon selulernya tidak aktif sejak kasus itu mencuat.

Harus bijak’

Sementara itu, Fuad Mardhatillah, Direktur Aceh Institute –sebuah lembaga kajian di Aceh— dalam siaran persnya, Selasa (6/1), menyatakan bahwa kasus terkait Rosnida perlu disikapi semua pihak secara bijak untuk melahirkan suatu pemahaman yang objektif-apresiatif terhadap realitas persoalan yang sebenarnya.

“Negara juga harus hadir dan responsif untuk menegaskan legal standing-nya dalam rangka memberikan jaminan perlindungan kepada warga negaranya, baik secara konstitusi maupun secara syar’i,” ujar Fuad, yang juga dosen di UIN Ar-Raniry.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, pada Rabu (7/1), juga telah memberikan dukungannya dalam sebuah pesan melalui Twitter, bahwa Rosnida “harus dilindungi.”

Kepada pihak UIN Ar-Raniry, Fuad mendesak, “Harus mencerdasi dan menyikapi kasus itu secara akademis dan ilmiah. Tidak secara emosional akibat terprovokasi oleh sentimen-sentimen kepentingan tertentu.”

“Kampus harus mencerdasi dan memahami bahwa apa yang dilakukan Rosnida adalah proses pembelajaran untuk mengembangkan sikap saling paham antar-umat beragama sehingga saling menghargai satu sama lain atas perbedaan yang ada,” katanya.

“Proses ini juga merupakan bentuk manifestasi dari perintah Al-Quran bahwa aksi untuk saling mengenal harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari,” tegas Fuad. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!